Share

Home Stories

Stories 18 Januari 2025

Ancaman Terhadap Kebebasan Internet di Bawah Pemerintahan Trump

Orang-orang pilihan Donald Trump berpotensi membatasi kebebasan berbicara di dunia mayarnrn

Ilustrasi Twitter Trump/ACLU

Context.id, JAKARTA - Saat Presiden AS terpilih Donald Trump mulai mempersiapkan pemerintahannya, perhatian publik banyak terfokus pada isu-isu besar seperti imigrasi, hak aborsi, dan demokrasi. Namun, ada satu isu penting yang belum banyak dibahas, ancaman terhadap kebebasan internet.

Trump telah memilih sejumlah pejabat untuk memimpin lembaga penting, seperti Komisi Komunikasi Federal (FCC) dan Komisi Perdagangan Federal (FTC), yang berpotensi membatasi kebebasan berbicara di dunia maya.

Para ahli mengingatkan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintahan baru ini dapat mengubah cara platform internet mengelola konten, memperburuk iklim kebebasan berekspresi.

Seperti dilansir Al Jazeera, Brendan Carr, komisaris FCC yang dipilih Trump, menjadi salah satu tokoh yang menonjol dalam hal ini.

Carr, yang dikenal sebagai kritikus keras terhadap perusahaan teknologi besar (Big Tech), berencana untuk mengubah FCC menjadi lembaga yang lebih agresif mengawasi dan mengatur pidato di internet.

Salah satu usulannya adalah perubahan besar pada Bagian 230 Undang-Undang Kesopanan Komunikasi, yang memberikan perlindungan hukum bagi platform terhadap konten yang diposting oleh pengguna mereka.

Carr menginginkan reformasi yang akan membatasi kemampuan platform untuk memoderasi atau menghapus konten yang dianggap tidak sejalan dengan pandangan politik tertentu.

Selain Carr, Trump juga memilih Andrew Ferguson untuk memimpin FTC, lembaga yang bertugas melindungi konsumen.

Ferguson berencana menggunakan FTC untuk menanggapi apa yang ia sebut sensor terhadap pidato konservatif yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi besar.

Tak hanya itu saja, Ferguson  juga ingin mengatur lebih ketat bagaimana platform-platform ini mengelola konten terkait isu-isu kontroversial, seperti perawatan gender, hak LGBTQ+, dan aborsi.

Tokoh lain yang juga berpotensi memengaruhi kebebasan berbicara di internet adalah Harmeet Dhillon, yang dipilih Trump untuk memimpin Divisi Hak Sipil Departemen Kehakiman.

Dhillon dikenal sebagai kritikus keras terhadap media sosial, dan dia berpendapat perusahaan teknologi harus lebih toleran terhadap pidato konservatif.

Bersama dengan tokoh-tokoh seperti Elon Musk dan Kash Patel, yang dikenal dengan pandangan mereka tentang sensor suara konservatif di internet, mereka berencana untuk menekan perusahaan teknologi agar lebih terbuka terhadap pandangan politik tertentu.

Para ahli kebebasan berbicara khawatir langkah-langkah yang diambil oleh pemerintahan Trump ini dapat mengubah cara platform-platform teknologi beroperasi, dengan menekan ruang untuk pendapat yang tidak sejalan dengan ideologi konservatif.

Jika pejabat-pejabat ini berhasil mengimplementasikan kebijakan mereka, kebebasan berbicara di internet bisa terancam, menciptakan suasana di mana perbedaan pendapat semakin sulit disuarakan secara bebas.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 18 Januari 2025

Ancaman Terhadap Kebebasan Internet di Bawah Pemerintahan Trump

Orang-orang pilihan Donald Trump berpotensi membatasi kebebasan berbicara di dunia mayarnrn

Ilustrasi Twitter Trump/ACLU

Context.id, JAKARTA - Saat Presiden AS terpilih Donald Trump mulai mempersiapkan pemerintahannya, perhatian publik banyak terfokus pada isu-isu besar seperti imigrasi, hak aborsi, dan demokrasi. Namun, ada satu isu penting yang belum banyak dibahas, ancaman terhadap kebebasan internet.

Trump telah memilih sejumlah pejabat untuk memimpin lembaga penting, seperti Komisi Komunikasi Federal (FCC) dan Komisi Perdagangan Federal (FTC), yang berpotensi membatasi kebebasan berbicara di dunia maya.

Para ahli mengingatkan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintahan baru ini dapat mengubah cara platform internet mengelola konten, memperburuk iklim kebebasan berekspresi.

Seperti dilansir Al Jazeera, Brendan Carr, komisaris FCC yang dipilih Trump, menjadi salah satu tokoh yang menonjol dalam hal ini.

Carr, yang dikenal sebagai kritikus keras terhadap perusahaan teknologi besar (Big Tech), berencana untuk mengubah FCC menjadi lembaga yang lebih agresif mengawasi dan mengatur pidato di internet.

Salah satu usulannya adalah perubahan besar pada Bagian 230 Undang-Undang Kesopanan Komunikasi, yang memberikan perlindungan hukum bagi platform terhadap konten yang diposting oleh pengguna mereka.

Carr menginginkan reformasi yang akan membatasi kemampuan platform untuk memoderasi atau menghapus konten yang dianggap tidak sejalan dengan pandangan politik tertentu.

Selain Carr, Trump juga memilih Andrew Ferguson untuk memimpin FTC, lembaga yang bertugas melindungi konsumen.

Ferguson berencana menggunakan FTC untuk menanggapi apa yang ia sebut sensor terhadap pidato konservatif yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi besar.

Tak hanya itu saja, Ferguson  juga ingin mengatur lebih ketat bagaimana platform-platform ini mengelola konten terkait isu-isu kontroversial, seperti perawatan gender, hak LGBTQ+, dan aborsi.

Tokoh lain yang juga berpotensi memengaruhi kebebasan berbicara di internet adalah Harmeet Dhillon, yang dipilih Trump untuk memimpin Divisi Hak Sipil Departemen Kehakiman.

Dhillon dikenal sebagai kritikus keras terhadap media sosial, dan dia berpendapat perusahaan teknologi harus lebih toleran terhadap pidato konservatif.

Bersama dengan tokoh-tokoh seperti Elon Musk dan Kash Patel, yang dikenal dengan pandangan mereka tentang sensor suara konservatif di internet, mereka berencana untuk menekan perusahaan teknologi agar lebih terbuka terhadap pandangan politik tertentu.

Para ahli kebebasan berbicara khawatir langkah-langkah yang diambil oleh pemerintahan Trump ini dapat mengubah cara platform-platform teknologi beroperasi, dengan menekan ruang untuk pendapat yang tidak sejalan dengan ideologi konservatif.

Jika pejabat-pejabat ini berhasil mengimplementasikan kebijakan mereka, kebebasan berbicara di internet bisa terancam, menciptakan suasana di mana perbedaan pendapat semakin sulit disuarakan secara bebas.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025