Share

Home Stories

Stories 15 Oktober 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai dengan alasan kesehatan

Gelas yang berisi beberapa rokok kretek beragam merek dan pita cukainya/Dok. Komunitas Kretek

Context.id, JAKARTA  - Persoalan cukai rokok masih terus menjadi sorotan. Kebijakan ini terus memantik persoalan karena ada tarik menarik antara kepentingan ekonomi dari penerimaan cukai dan penyerapan tenaga kerja, tapi juga punya dampak kesehatan yang cukup serius. 

Selama ini, Menteri Keuangan (Menkeu) sebelumnya, Sri Mulyani dikenal tegas dengan persoalan cukai. Secara berkala, Sri terus menaikkan tarif cukai rokok demi menekan konsumsi masyarakat, terutama di kalangan anak remaja sekaligus meningkatkan penerimaan negara. 

Kebijakan ini tentunya membuat pengusaha rokok kurang begitu happy. Alhasil, saat Sri Mulyani digantikan Purbaya Yudhi Sadewa, pengusaha rokok punya harapan besar kepada sosok yang dianggap sebagai orangnya Luhut Binsar Pandjaitan, mantan Menko Marves era Jokowi. 

Bagaimana tidak, mengutip Dataindonesia.id, saat Purbaya dilantik pada 8 September 2025 lalu saja, atau bertepatan dengan pengumuman reshuffle jilid II jajaran menteri kabinet Presiden Prabowo Subianto, empat emiten rokok kompak melonjak double digit. 

Tercatat saham Gudang Garam (GGRM) melejit 12,5%, saham Wismilak Inti Makmur (WIIM) 16,35%, HM Sampoerna (HMSP) meningkat 17,76% dan saham Indonesia Tobacco (ITIC) lebih tinggi 11,61% pada penutupan 8 September 2025. 

Dari catatan Bisnis, Purbaya membenarkan dirinya ingin menjaga keberlangsungan hidup industri rokok. Industri ini dilihat menghidupi jutaan pekerja. Mengutip Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi salah satu sektor manufaktur strategis yang memiliki keterkaitan luas dari hulu ke hilir. 

Industri ini juga disebut berdampak besar terhadap aspek sosial, ekonomi dan pembangunan nasional. Berdasarkan data Kemenperin pada 2019, dilaporkan bahwa total tenaga kerja yang diserap di sektor ini mencapai 5,98 juta orang. Hal ini terdiri atas 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta 1,7 juta di sektor perkebunan. 

Meski demikian, produk IHT tetap menjadi barang kena cukai, untuk mengendalikan konsumsinya. Namun, Purbaya melihat cukai rokok rata-rata sudah berada di angka 57% dan itu disebutnya sangat tinggi. Purbaya bahkan sempat berkelakar kalau yang menaikkan cukai sebanyak itu sebagai Firaun. 

Dalam pandangan Purbaya, jika tarif cukai diturunkan penerimaan negara akan bisa lebih besar. Apalagi target penerimaan cukai hasil tembakau 2025 mencapai Rp230 triliun atau 94,22% dari total target penerimaan cukai nasional. 

Dampak kesehatan
Pada 2022, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan alasan menaikkan tarif cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) yang cukup tinggi sebagai salah satu langkah pengendalian konsumsi rokok atau produk hasil tembakau.

Saat itu, Kemenkeu mencatat beban penanganan kesehatan dari dampak rokok bisa mencapai Rp27,7 triliun setiap tahunnya dan bisa terus meningkat jika jumlah perokok terus bertambah. 

"Dari aspek anggaran untuk kesehatan, alokasi anggaran penanggulangan dampak merokok mencapai sebesar Rp17,9—27,7 triliun per tahun," dari keterangan resmi Kementerian Keuangan Desember 2022 silam. 

Di lain sisi, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang dengan 7,4% diantaranya berusia 10-18 tahun. 

Tak hanya itu, laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia Report 2021 yang diterbitkan oleh Kemenkes dan World Health Organization (WHO) mencatat 34,5% orang dewasa atau 70,2 juta orang menggunakan tembakau. Terlebih, penggunaan rokok elektrik pun meningkat tajam dari 0,3% pada 2011 menjadi 3% pada 2021, naik sepuluh kali lipat dalam satu dekade. 

Lebih lanjut, dalam laporan tersebut juga menemukan paparan asap rokok di tempat umum masih tinggi. Sebanyak 74,2% orang dewasa terpapar asap rokok di tempat makan, dan 44,8% di tempat kerja.

Menanggapi kondisi itu, WHO kemudian mengadvokasikan penerapan kebijakan pengendalian tembakau yang kuat di Indonesia. Hal ini mencakup kenaikan cukai produk hasil tembakau, perluasan larangan iklan, promosi dan sponsor produk tembakau di daerah, serta penerapan dan penegakan kebijakan-kebijakan kawasan tanpa rokok yang lebih efektif. 



Penulis : Jessica Gabriela Soehandoko

Editor   : Context.id

Stories 15 Oktober 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai dengan alasan kesehatan

Gelas yang berisi beberapa rokok kretek beragam merek dan pita cukainya/Dok. Komunitas Kretek

Context.id, JAKARTA  - Persoalan cukai rokok masih terus menjadi sorotan. Kebijakan ini terus memantik persoalan karena ada tarik menarik antara kepentingan ekonomi dari penerimaan cukai dan penyerapan tenaga kerja, tapi juga punya dampak kesehatan yang cukup serius. 

Selama ini, Menteri Keuangan (Menkeu) sebelumnya, Sri Mulyani dikenal tegas dengan persoalan cukai. Secara berkala, Sri terus menaikkan tarif cukai rokok demi menekan konsumsi masyarakat, terutama di kalangan anak remaja sekaligus meningkatkan penerimaan negara. 

Kebijakan ini tentunya membuat pengusaha rokok kurang begitu happy. Alhasil, saat Sri Mulyani digantikan Purbaya Yudhi Sadewa, pengusaha rokok punya harapan besar kepada sosok yang dianggap sebagai orangnya Luhut Binsar Pandjaitan, mantan Menko Marves era Jokowi. 

Bagaimana tidak, mengutip Dataindonesia.id, saat Purbaya dilantik pada 8 September 2025 lalu saja, atau bertepatan dengan pengumuman reshuffle jilid II jajaran menteri kabinet Presiden Prabowo Subianto, empat emiten rokok kompak melonjak double digit. 

Tercatat saham Gudang Garam (GGRM) melejit 12,5%, saham Wismilak Inti Makmur (WIIM) 16,35%, HM Sampoerna (HMSP) meningkat 17,76% dan saham Indonesia Tobacco (ITIC) lebih tinggi 11,61% pada penutupan 8 September 2025. 

Dari catatan Bisnis, Purbaya membenarkan dirinya ingin menjaga keberlangsungan hidup industri rokok. Industri ini dilihat menghidupi jutaan pekerja. Mengutip Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi salah satu sektor manufaktur strategis yang memiliki keterkaitan luas dari hulu ke hilir. 

Industri ini juga disebut berdampak besar terhadap aspek sosial, ekonomi dan pembangunan nasional. Berdasarkan data Kemenperin pada 2019, dilaporkan bahwa total tenaga kerja yang diserap di sektor ini mencapai 5,98 juta orang. Hal ini terdiri atas 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta 1,7 juta di sektor perkebunan. 

Meski demikian, produk IHT tetap menjadi barang kena cukai, untuk mengendalikan konsumsinya. Namun, Purbaya melihat cukai rokok rata-rata sudah berada di angka 57% dan itu disebutnya sangat tinggi. Purbaya bahkan sempat berkelakar kalau yang menaikkan cukai sebanyak itu sebagai Firaun. 

Dalam pandangan Purbaya, jika tarif cukai diturunkan penerimaan negara akan bisa lebih besar. Apalagi target penerimaan cukai hasil tembakau 2025 mencapai Rp230 triliun atau 94,22% dari total target penerimaan cukai nasional. 

Dampak kesehatan
Pada 2022, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan alasan menaikkan tarif cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) yang cukup tinggi sebagai salah satu langkah pengendalian konsumsi rokok atau produk hasil tembakau.

Saat itu, Kemenkeu mencatat beban penanganan kesehatan dari dampak rokok bisa mencapai Rp27,7 triliun setiap tahunnya dan bisa terus meningkat jika jumlah perokok terus bertambah. 

"Dari aspek anggaran untuk kesehatan, alokasi anggaran penanggulangan dampak merokok mencapai sebesar Rp17,9—27,7 triliun per tahun," dari keterangan resmi Kementerian Keuangan Desember 2022 silam. 

Di lain sisi, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang dengan 7,4% diantaranya berusia 10-18 tahun. 

Tak hanya itu, laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia Report 2021 yang diterbitkan oleh Kemenkes dan World Health Organization (WHO) mencatat 34,5% orang dewasa atau 70,2 juta orang menggunakan tembakau. Terlebih, penggunaan rokok elektrik pun meningkat tajam dari 0,3% pada 2011 menjadi 3% pada 2021, naik sepuluh kali lipat dalam satu dekade. 

Lebih lanjut, dalam laporan tersebut juga menemukan paparan asap rokok di tempat umum masih tinggi. Sebanyak 74,2% orang dewasa terpapar asap rokok di tempat makan, dan 44,8% di tempat kerja.

Menanggapi kondisi itu, WHO kemudian mengadvokasikan penerapan kebijakan pengendalian tembakau yang kuat di Indonesia. Hal ini mencakup kenaikan cukai produk hasil tembakau, perluasan larangan iklan, promosi dan sponsor produk tembakau di daerah, serta penerapan dan penegakan kebijakan-kebijakan kawasan tanpa rokok yang lebih efektif. 



Penulis : Jessica Gabriela Soehandoko

Editor   : Context.id


RELATED ARTICLES

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025

China Terus Mencoba Menyaingi Teknologi Cip AS

China terus memperkuat industri cipnya untuk menghadapi tekanan dari Amerika Serikat yang memboikot pengiriman cip ke Negeri Tirai Bambu itu

Renita Sukma . 06 October 2025

Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal

Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan ...

Renita Sukma . 16 September 2025