Share

Home Stories

Stories 11 Februari 2025

Manuver Elon Musk, dari Pro Aksi Iklim ke Anti-Iklim

Elon Musk seorang oportunis yang kini melihat peluang besar dalam kebijakan Trump

Ilustrasi Elon Musk/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Keputusan Donald Trump untuk memangkas insentif kendaraan listrik (EV) telah mengguncang industri otomotif Amerika. 

Namun, langkah ini justru mendapat dukungan dari sosok yang selama ini dikenal sebagai pionir mobil listrik, Elon Musk

Pendiri Tesla itu kini berpihak pada kebijakan Trump yang berpotensi menghambat adopsi EV secara luas.

Seperti diketahui, Trump berjanji akan mencabut mandat kendaraan listrik, menghapus insentif pajak EV hingga US$7.500 per unit, serta melonggarkan regulasi emisi kendaraan. 

Langkah ini diperkirakan akan menurunkan penjualan EV hingga 27%, menurut penelitian University of California, Berkeley.

Namun, alih-alih mengkritik kebijakan tersebut, Musk justru mendukung pencabutan insentif EV

Dalam sebuah unggahan di X (sebelumnya Twitter), Musk menulis, "Cabut subsidi. Itu hanya akan menguntungkan Tesla."

Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Tesla memiliki margin keuntungan lebih besar dibanding pesaing seperti Ford dan General Motors. 

Jika insentif dihapus, pesaingnya akan lebih terpukul, sementara Tesla tetap memiliki daya saing.

"Tesla bisa bertahan tanpa insentif karena sudah mapan di pasar. Sebaliknya, produsen lain akan lebih kesulitan," kata Joseph Shapiro, ekonom dari UC Berkeley seperti dikutip dari The Guardian

Meski demikian, pelonggaran regulasi emisi dapat merugikan Tesla dalam aspek lain. Salah satunya adalah penjualan kredit karbon. 

Penjualan kredit karbon sumber pendapatan yang tahun lalu menghasilkan US$2,7 miliar bagi Tesla dari produsen otomotif lain yang ingin mengimbangi emisi mereka. 

Jika standar emisi diperlonggar, permintaan terhadap kredit karbon bisa turun.

Penjualan Tesla sendiri mengalami penurunan pertama kali pada 2024, di tengah kekhawatiran pelanggan setia yang tidak sepakat dengan pergeseran politik Musk.

"Tesla memang memiliki basis pelanggan setia, tapi kita belum tahu sejauh mana loyalitas itu bertahan jika Musk semakin condong ke sayap kanan," kata Stephanie Valdez Streaty, analis otomotif dari Cox Automotive.

Sebelumnya pejuang iklim 
Perubahan sikap Musk kontras dengan posisinya di masa lalu. Dulu Musk pernah menggalang “pemberontakan rakyat” melawan industri bahan bakar fosil dan menentang keputusan Trump menarik AS dari Perjanjian Paris pada 2017. 

Namun, kini ia justru meremehkan risiko perubahan iklim, dengan mengatakan ancamannya "lebih lambat dari yang diklaim".

Mereka yang mengenal Musk menilai pergeseran ini lebih bermuatan pragmatis ketimbang ideologis. 

Paul Bledsoe, mantan penasihat iklim di era Bill Clinton, menyebut Musk sebagai oportunis yang kini melihat peluang besar dalam kebijakan Trump. Motivasi utama Musk selalu soal kejayaan dan pencapaian besar. 

Sebenarnya dengan atau tanpa insentif, pasar kendaraan listrik global terus berkembang. 

Namun, jika kebijakan Trump berhasil menghambat transisi energi bersih, AS bisa tertinggal dalam persaingan EV global, terutama dari China dan Eropa.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 11 Februari 2025

Manuver Elon Musk, dari Pro Aksi Iklim ke Anti-Iklim

Elon Musk seorang oportunis yang kini melihat peluang besar dalam kebijakan Trump

Ilustrasi Elon Musk/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Keputusan Donald Trump untuk memangkas insentif kendaraan listrik (EV) telah mengguncang industri otomotif Amerika. 

Namun, langkah ini justru mendapat dukungan dari sosok yang selama ini dikenal sebagai pionir mobil listrik, Elon Musk

Pendiri Tesla itu kini berpihak pada kebijakan Trump yang berpotensi menghambat adopsi EV secara luas.

Seperti diketahui, Trump berjanji akan mencabut mandat kendaraan listrik, menghapus insentif pajak EV hingga US$7.500 per unit, serta melonggarkan regulasi emisi kendaraan. 

Langkah ini diperkirakan akan menurunkan penjualan EV hingga 27%, menurut penelitian University of California, Berkeley.

Namun, alih-alih mengkritik kebijakan tersebut, Musk justru mendukung pencabutan insentif EV

Dalam sebuah unggahan di X (sebelumnya Twitter), Musk menulis, "Cabut subsidi. Itu hanya akan menguntungkan Tesla."

Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Tesla memiliki margin keuntungan lebih besar dibanding pesaing seperti Ford dan General Motors. 

Jika insentif dihapus, pesaingnya akan lebih terpukul, sementara Tesla tetap memiliki daya saing.

"Tesla bisa bertahan tanpa insentif karena sudah mapan di pasar. Sebaliknya, produsen lain akan lebih kesulitan," kata Joseph Shapiro, ekonom dari UC Berkeley seperti dikutip dari The Guardian

Meski demikian, pelonggaran regulasi emisi dapat merugikan Tesla dalam aspek lain. Salah satunya adalah penjualan kredit karbon. 

Penjualan kredit karbon sumber pendapatan yang tahun lalu menghasilkan US$2,7 miliar bagi Tesla dari produsen otomotif lain yang ingin mengimbangi emisi mereka. 

Jika standar emisi diperlonggar, permintaan terhadap kredit karbon bisa turun.

Penjualan Tesla sendiri mengalami penurunan pertama kali pada 2024, di tengah kekhawatiran pelanggan setia yang tidak sepakat dengan pergeseran politik Musk.

"Tesla memang memiliki basis pelanggan setia, tapi kita belum tahu sejauh mana loyalitas itu bertahan jika Musk semakin condong ke sayap kanan," kata Stephanie Valdez Streaty, analis otomotif dari Cox Automotive.

Sebelumnya pejuang iklim 
Perubahan sikap Musk kontras dengan posisinya di masa lalu. Dulu Musk pernah menggalang “pemberontakan rakyat” melawan industri bahan bakar fosil dan menentang keputusan Trump menarik AS dari Perjanjian Paris pada 2017. 

Namun, kini ia justru meremehkan risiko perubahan iklim, dengan mengatakan ancamannya "lebih lambat dari yang diklaim".

Mereka yang mengenal Musk menilai pergeseran ini lebih bermuatan pragmatis ketimbang ideologis. 

Paul Bledsoe, mantan penasihat iklim di era Bill Clinton, menyebut Musk sebagai oportunis yang kini melihat peluang besar dalam kebijakan Trump. Motivasi utama Musk selalu soal kejayaan dan pencapaian besar. 

Sebenarnya dengan atau tanpa insentif, pasar kendaraan listrik global terus berkembang. 

Namun, jika kebijakan Trump berhasil menghambat transisi energi bersih, AS bisa tertinggal dalam persaingan EV global, terutama dari China dan Eropa.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025