Share

Stories 11 Oktober 2024

Kasino di Negara Islam, Negara Arab Perlu Belajar dari Malaysia

Dua negara Islam, Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi berencana membuka tempat perjudian legal atau kasino di negaranya

Ilustrasi kasino/Dubai Casinos

Context.id, JAKARTA - Di tengah gemerlap cahaya lampu dari gedung-gedung pencakar langit dan juga hamparan padang pasir serta pulau-pulau reklamasi yang mengelilinginya, Uni Emirat Arab (UEA) memulai sebuah babak baru dalam sejarah budaya dan tradisinya. 

Seperti dilaporkan Reuters, pada Sabtu (5/10) pekan lalu Wynn Resorts telah mendapatkan lisensi untuk mengelola tempat perjudian atau kasino pertama di negara Arab ini. 

Satu pembangunan sudah dalam tahap konstruksi. Wynn Resorts sedang membangun resor terpadu senilai US$3,9 miliar atau sekitar Rp60,93 triliun (asumsi kurs dolar Rp15.617), yang pertama kali diumumkan pada tahun 2022, di Pulau Al Marjan buatan di Ras Al Khaimah.

Setidaknya dua emirat lainnya yakni Dubai dan Abu Dhabi menjadi target pembangunan resor kasino. Ketiga properti itu saja, menurut firma penasihat perjudian CBRE Institutional Research, dapat menghasilkan pendapatan perjudian tahunan sebanyak US$8,6 miliar atau Rp134,15 triliun.

Jumlah itu lebih besar dari pendapatan perjudian sebesar US$8,4 miliar atau senilai Rp131,19 triliun yang dihasilkan pada tahun 2023 oleh 25 properti yang merupakan bagian utama dari Las Vegas Strip, menurut Analis Ekonomi Senior Gaming Control Board Michael Lawton.



UEA tidak hanya membuka pintu bagi industri baru, tetapi juga menciptakan gelombang diskusi di kalangan masyarakat yang mayoritas beragama Islam. 

Langkah ini mencerminkan transformasi yang kompleks dan mendalam. Pasalnya, dalam tradisi agama Islam perjudian adalah sesuatu yang dianggap haram dan dilarang. 

Namun, seiring dengan tumbuhnya sektor pariwisata dan kebutuhan untuk mendiversifikasi ekonomi, pemerintah UEA mulai mengeksplorasi kemungkinan yang sebelumnya dianggap mustahil. 

"Kasino pertama ini bukan sekadar tempat bermain, tetapi simbol pergeseran budaya di tengah masyarakat," ungkap seorang analis seperti dikutip dari Nevada Independent yang menyatakan UEA berpotensi menjadi "Las Vegas baru" di Timur Tengah.

Tak hanya UEA, Arab Saudi juga mulai melirik industri perjudian. Negara kerajaan yang juga memiliki dua kota suci bagi umat Islam yakni Makkah dan Madinah ini sedang mempertimbangkan untuk membuka kasino sebagai bagian dari rencana ambisius mereka untuk menarik lebih banyak wisatawan internasional dan mengurangi ketergantungan pada minyak. 

Jika benar terwujud tentunya akan mengejutkan banyak orang, mengingat pandangan konservatif yang selama ini mendominasi kebijakan negara tersebut. Namun selama beberapa tahun terakhir, Arab Saudi di tangan putra mahkota Pangeran Muhammad bin Salman Al-Saud (MBS) memang sedang gencar melakukan modernisasi. 

Modernisasi yang dilakukan MBS bukan hanya di bidang ekonomi, tapi juga sosial budaya yang dianggap melunturkan tradisi kolot di negara tersebut. 

Andai kata dua negara Arab itu benar-benar memiliki kasino raksasa, mungkin bisa saja belajar dari Malaysia. Kerajaan Islam di Asia Tenggara ini sudah lebih dulu memiliki kasino legal di Genting Highlands. 

Meskipun memiliki beberapa kasino legal seperti Genting Highlands, Malaysia tetap mempertahankan pandangan konservatif terhadap perjudian. Dalam laporan dari Skift Malaysia terus berupaya menyeimbangkan antara bisnis pariwisata dan norma-norma Islam. 

Masyarakat Malaysia terutama yang Muslim diharamkan untuk masuk dan bermain di arena kasino. Ada polisi atau petugas yang benar-benar menjaga kawasan ini untuk mencegah muslim Malaysia berjudi. 

Dengan langkah UEA dan rencana Arab Saudi, pertanyaan tentang dampak sosial perjudian semakin relevan. Aturan yang baru diterbitkan di UEA menyatakan setiap operator kasino harus mematuhi standar ketat terkait tanggung jawab sosial dan pencegahan masalah perjudian. 

Hal ini menunjukkan UEA berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi para pemain. Namun, skeptisisme tetap ada. Banyak yang bertanya-tanya tentang efek jangka panjang dari perjudian, terutama bagi generasi muda yang tumbuh dalam budaya yang semakin terbuka terhadap pengaruh global.

Pergeseran ini juga menciptakan ruang untuk perdebatan di kalangan ulama dan tokoh masyarakat. Beberapa berpendapat perjudian, jika dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak merusak, bisa diterima dalam konteks tertentu. 

Sementara itu, yang lain tetap teguh pada pendirian bahwa perjudian bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang mendasar. 

Kasino dan perjudian, yang sebelumnya dianggap sebagai simbol kemerosotan moral, kini berpotensi menjadi bagian dari identitas baru UEA. Dalam konteks yang lebih luas, ini bisa dilihat sebagai langkah berani untuk membangun jembatan antara tradisi dan inovasi untuk menghasilkan cuan. 

UEA dan Arab Saudi ingin menunjukkan kepada dunia mereka mampu beradaptasi tanpa sepenuhnya mengorbankan nilai-nilai inti mereka. Langkah ini mungkin tidak hanya akan memengaruhi UEA dan Saudi, tetapi juga negara-negara Muslim lainnya.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 11 Oktober 2024

Kasino di Negara Islam, Negara Arab Perlu Belajar dari Malaysia

Dua negara Islam, Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi berencana membuka tempat perjudian legal atau kasino di negaranya

Ilustrasi kasino/Dubai Casinos

Context.id, JAKARTA - Di tengah gemerlap cahaya lampu dari gedung-gedung pencakar langit dan juga hamparan padang pasir serta pulau-pulau reklamasi yang mengelilinginya, Uni Emirat Arab (UEA) memulai sebuah babak baru dalam sejarah budaya dan tradisinya. 

Seperti dilaporkan Reuters, pada Sabtu (5/10) pekan lalu Wynn Resorts telah mendapatkan lisensi untuk mengelola tempat perjudian atau kasino pertama di negara Arab ini. 

Satu pembangunan sudah dalam tahap konstruksi. Wynn Resorts sedang membangun resor terpadu senilai US$3,9 miliar atau sekitar Rp60,93 triliun (asumsi kurs dolar Rp15.617), yang pertama kali diumumkan pada tahun 2022, di Pulau Al Marjan buatan di Ras Al Khaimah.

Setidaknya dua emirat lainnya yakni Dubai dan Abu Dhabi menjadi target pembangunan resor kasino. Ketiga properti itu saja, menurut firma penasihat perjudian CBRE Institutional Research, dapat menghasilkan pendapatan perjudian tahunan sebanyak US$8,6 miliar atau Rp134,15 triliun.

Jumlah itu lebih besar dari pendapatan perjudian sebesar US$8,4 miliar atau senilai Rp131,19 triliun yang dihasilkan pada tahun 2023 oleh 25 properti yang merupakan bagian utama dari Las Vegas Strip, menurut Analis Ekonomi Senior Gaming Control Board Michael Lawton.



UEA tidak hanya membuka pintu bagi industri baru, tetapi juga menciptakan gelombang diskusi di kalangan masyarakat yang mayoritas beragama Islam. 

Langkah ini mencerminkan transformasi yang kompleks dan mendalam. Pasalnya, dalam tradisi agama Islam perjudian adalah sesuatu yang dianggap haram dan dilarang. 

Namun, seiring dengan tumbuhnya sektor pariwisata dan kebutuhan untuk mendiversifikasi ekonomi, pemerintah UEA mulai mengeksplorasi kemungkinan yang sebelumnya dianggap mustahil. 

"Kasino pertama ini bukan sekadar tempat bermain, tetapi simbol pergeseran budaya di tengah masyarakat," ungkap seorang analis seperti dikutip dari Nevada Independent yang menyatakan UEA berpotensi menjadi "Las Vegas baru" di Timur Tengah.

Tak hanya UEA, Arab Saudi juga mulai melirik industri perjudian. Negara kerajaan yang juga memiliki dua kota suci bagi umat Islam yakni Makkah dan Madinah ini sedang mempertimbangkan untuk membuka kasino sebagai bagian dari rencana ambisius mereka untuk menarik lebih banyak wisatawan internasional dan mengurangi ketergantungan pada minyak. 

Jika benar terwujud tentunya akan mengejutkan banyak orang, mengingat pandangan konservatif yang selama ini mendominasi kebijakan negara tersebut. Namun selama beberapa tahun terakhir, Arab Saudi di tangan putra mahkota Pangeran Muhammad bin Salman Al-Saud (MBS) memang sedang gencar melakukan modernisasi. 

Modernisasi yang dilakukan MBS bukan hanya di bidang ekonomi, tapi juga sosial budaya yang dianggap melunturkan tradisi kolot di negara tersebut. 

Andai kata dua negara Arab itu benar-benar memiliki kasino raksasa, mungkin bisa saja belajar dari Malaysia. Kerajaan Islam di Asia Tenggara ini sudah lebih dulu memiliki kasino legal di Genting Highlands. 

Meskipun memiliki beberapa kasino legal seperti Genting Highlands, Malaysia tetap mempertahankan pandangan konservatif terhadap perjudian. Dalam laporan dari Skift Malaysia terus berupaya menyeimbangkan antara bisnis pariwisata dan norma-norma Islam. 

Masyarakat Malaysia terutama yang Muslim diharamkan untuk masuk dan bermain di arena kasino. Ada polisi atau petugas yang benar-benar menjaga kawasan ini untuk mencegah muslim Malaysia berjudi. 

Dengan langkah UEA dan rencana Arab Saudi, pertanyaan tentang dampak sosial perjudian semakin relevan. Aturan yang baru diterbitkan di UEA menyatakan setiap operator kasino harus mematuhi standar ketat terkait tanggung jawab sosial dan pencegahan masalah perjudian. 

Hal ini menunjukkan UEA berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi para pemain. Namun, skeptisisme tetap ada. Banyak yang bertanya-tanya tentang efek jangka panjang dari perjudian, terutama bagi generasi muda yang tumbuh dalam budaya yang semakin terbuka terhadap pengaruh global.

Pergeseran ini juga menciptakan ruang untuk perdebatan di kalangan ulama dan tokoh masyarakat. Beberapa berpendapat perjudian, jika dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak merusak, bisa diterima dalam konteks tertentu. 

Sementara itu, yang lain tetap teguh pada pendirian bahwa perjudian bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang mendasar. 

Kasino dan perjudian, yang sebelumnya dianggap sebagai simbol kemerosotan moral, kini berpotensi menjadi bagian dari identitas baru UEA. Dalam konteks yang lebih luas, ini bisa dilihat sebagai langkah berani untuk membangun jembatan antara tradisi dan inovasi untuk menghasilkan cuan. 

UEA dan Arab Saudi ingin menunjukkan kepada dunia mereka mampu beradaptasi tanpa sepenuhnya mengorbankan nilai-nilai inti mereka. Langkah ini mungkin tidak hanya akan memengaruhi UEA dan Saudi, tetapi juga negara-negara Muslim lainnya.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Ini 15 Kota di Dunia yang Punya Miliarder Terbanyak

Hampir sepertiga miliarder dunia tinggal di hanya 15 kota, menurut studi baru Altrata dan New York merupakan rumah bagi populasi orang superkaya t ...

Context.id . 21 November 2024

Triliunan Dolar Dihabiskan untuk Perang, Mengapa Tidak untuk Iklim?

Tuntutan negara berkembang agar Barat menyumbangkan dana US$1 triliun untuk anggaran iklim bukanlah hal yang mustahil, karena mereka sanggup habis ...

Context.id . 21 November 2024

China dan India Negara Maju dan Harus Berkontribusi di Pendanaan Iklim

Delegasi dari negara-negara miskin mengatakan klasifikasi yang sudah ada sejak tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi dan kedua negara \'harus berkon ...

Context.id . 20 November 2024

Aktivis Demokrasi Hong Kong Dipenjara: Siapa Mereka dan Apa Kasusnya?

Aktivis Hong Kong 47 pertama kali ditangkap pada tahun 2021 karena menyelenggarakan pemilu tidak resmi yang oleh pihak berwenang disamakan dengan ...

Context.id . 20 November 2024