Share

Home Stories

Stories 06 Desember 2024

Universitas Brown Kembalikan Lahan Bersejarah kepada Suku Indian Pokanoket

Brown University mengalihkan kepemilikan lahannya di Mount Hope kepada suku Pokanoket untuk menghormati warisan budaya dan sejarah leluhur mereka.

Brown Univrsity/yournews

Context.id, JAKARTA  – Brown University, salah satu anggota Ivy League, telah resmi mengalihkan kepemilikan sebagian lahannya kepada suku Indian Pokanoket. 

Langkah ini dilakukan untuk memastikan akses terhadap tanah dan air yang dianggap suci oleh suku-suku asli di wilayah tersebut. 

Proses pengalihan ini diselesaikan pada bulan lalu, sesuai dengan pernyataan universitas.  

Tanah yang dialihkan mencakup situs bersejarah di Mount Hope, Bristol, yang merupakan rumah leluhur Metacom dikenal juga sebagai Raja Philip, pemimpin suku Pokanoket. 

Melansir APNews, lokasi ini memiliki nilai historis tinggi, termasuk menjadi tempat kematian Metacom pada tahun 1676 selama Perang Raja Philip, konflik besar antara suku-suku asli dan pemukim Eropa.  



Perjuangan Panjang  
Langkah ini tidak terlepas dari perjuangan panjang suku Pokanoket. Pada Agustus 2017, anggota suku dan pendukungnya mendirikan perkemahan di area tersebut sebagai bentuk protes. 

Mereka mengklaim bahwa tanah itu telah diambil secara ilegal dari leluhur mereka ratusan tahun lalu. 

Tanah tersebut dianggap sebagai situs spiritual yang penting dan menjadi bagian dari upaya suku untuk merebut kembali rumah leluhur mereka.  

Suku Pokanoket, meskipun tidak diakui secara federal, mengidentifikasi diri sebagai keturunan Massasoit, pemimpin suku yang membantu para peziarah, serta ayah dari Metacom. 

Pada saat itu, Brown University menyatakan bahwa tanah tersebut telah disumbangkan ke universitas pada tahun 1955 dan telah dimiliki secara sah selama lebih dari 60 tahun.  

Namun, sebulan setelah aksi perkemahan dimulai, universitas mencapai kesepakatan dengan suku Pokanoket yang mengakui tanah tersebut sebagai bagian dari warisan historis suku.  

Lahan yang dialihkan mencakup sekitar 255 hektar dari total 375 hektar properti Mount Hope yang dimiliki universitas. 

Properti ini sebelumnya menjadi lokasi Museum Antropologi Haffenreffer dan digunakan untuk program pendidikan serta penelitian lapangan. 

Universitas Brown juga berencana memindahkan koleksi museum tersebut pada musim gugur 2025 dan mengosongkan fasilitas di Mount Hope pada musim panas 2026.  

Janji universitas
Pengalihan ini merupakan bagian dari janji universitas dalam perjanjian tahun 2017. Untuk memastikan kelestarian budaya, universitas menunjuk Laboratorium Arkeologi Publik, Inc. untuk menilai sensitivitas budaya kawasan tersebut.  
  
Tracey “Dancing Star” Trezvant Guy, kepala suku Pokanoket, menyambut baik keputusan ini. 

“Tanah ini memiliki makna mendalam bagi komunitas kami. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari 340 tahun, kami dapat kembali menapakkan kaki di tanah leluhur kami. Ini adalah momen yang penting dan bersejarah,” ujarnya seperti dikutip dari APNews. 

Russell Carey, Wakil Presiden Eksekutif untuk Perencanaan dan Kebijakan di Brown University, menegaskan komitmen universitas untuk melestarikan lahan tersebut. 

Akta pengalihan tanah yang bersifat permanen menetapkan akses ke lahan dan perairan harus selalu terbuka untuk suku-suku asli yang memiliki hubungan historis dengan wilayah tersebut, termasuk anggota konfederasi Bangsa Pokanoket serta berbagai suku Wampanoag.  

Langkah bersejarah ini tidak hanya mengakui pentingnya pelestarian budaya, tetapi juga memperkuat hubungan antara institusi akademik dan komunitas adat yang memiliki akar mendalam di wilayah tersebut.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 06 Desember 2024

Universitas Brown Kembalikan Lahan Bersejarah kepada Suku Indian Pokanoket

Brown University mengalihkan kepemilikan lahannya di Mount Hope kepada suku Pokanoket untuk menghormati warisan budaya dan sejarah leluhur mereka.

Brown Univrsity/yournews

Context.id, JAKARTA  – Brown University, salah satu anggota Ivy League, telah resmi mengalihkan kepemilikan sebagian lahannya kepada suku Indian Pokanoket. 

Langkah ini dilakukan untuk memastikan akses terhadap tanah dan air yang dianggap suci oleh suku-suku asli di wilayah tersebut. 

Proses pengalihan ini diselesaikan pada bulan lalu, sesuai dengan pernyataan universitas.  

Tanah yang dialihkan mencakup situs bersejarah di Mount Hope, Bristol, yang merupakan rumah leluhur Metacom dikenal juga sebagai Raja Philip, pemimpin suku Pokanoket. 

Melansir APNews, lokasi ini memiliki nilai historis tinggi, termasuk menjadi tempat kematian Metacom pada tahun 1676 selama Perang Raja Philip, konflik besar antara suku-suku asli dan pemukim Eropa.  



Perjuangan Panjang  
Langkah ini tidak terlepas dari perjuangan panjang suku Pokanoket. Pada Agustus 2017, anggota suku dan pendukungnya mendirikan perkemahan di area tersebut sebagai bentuk protes. 

Mereka mengklaim bahwa tanah itu telah diambil secara ilegal dari leluhur mereka ratusan tahun lalu. 

Tanah tersebut dianggap sebagai situs spiritual yang penting dan menjadi bagian dari upaya suku untuk merebut kembali rumah leluhur mereka.  

Suku Pokanoket, meskipun tidak diakui secara federal, mengidentifikasi diri sebagai keturunan Massasoit, pemimpin suku yang membantu para peziarah, serta ayah dari Metacom. 

Pada saat itu, Brown University menyatakan bahwa tanah tersebut telah disumbangkan ke universitas pada tahun 1955 dan telah dimiliki secara sah selama lebih dari 60 tahun.  

Namun, sebulan setelah aksi perkemahan dimulai, universitas mencapai kesepakatan dengan suku Pokanoket yang mengakui tanah tersebut sebagai bagian dari warisan historis suku.  

Lahan yang dialihkan mencakup sekitar 255 hektar dari total 375 hektar properti Mount Hope yang dimiliki universitas. 

Properti ini sebelumnya menjadi lokasi Museum Antropologi Haffenreffer dan digunakan untuk program pendidikan serta penelitian lapangan. 

Universitas Brown juga berencana memindahkan koleksi museum tersebut pada musim gugur 2025 dan mengosongkan fasilitas di Mount Hope pada musim panas 2026.  

Janji universitas
Pengalihan ini merupakan bagian dari janji universitas dalam perjanjian tahun 2017. Untuk memastikan kelestarian budaya, universitas menunjuk Laboratorium Arkeologi Publik, Inc. untuk menilai sensitivitas budaya kawasan tersebut.  
  
Tracey “Dancing Star” Trezvant Guy, kepala suku Pokanoket, menyambut baik keputusan ini. 

“Tanah ini memiliki makna mendalam bagi komunitas kami. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari 340 tahun, kami dapat kembali menapakkan kaki di tanah leluhur kami. Ini adalah momen yang penting dan bersejarah,” ujarnya seperti dikutip dari APNews. 

Russell Carey, Wakil Presiden Eksekutif untuk Perencanaan dan Kebijakan di Brown University, menegaskan komitmen universitas untuk melestarikan lahan tersebut. 

Akta pengalihan tanah yang bersifat permanen menetapkan akses ke lahan dan perairan harus selalu terbuka untuk suku-suku asli yang memiliki hubungan historis dengan wilayah tersebut, termasuk anggota konfederasi Bangsa Pokanoket serta berbagai suku Wampanoag.  

Langkah bersejarah ini tidak hanya mengakui pentingnya pelestarian budaya, tetapi juga memperkuat hubungan antara institusi akademik dan komunitas adat yang memiliki akar mendalam di wilayah tersebut.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal

Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan ...

Renita Sukma . 16 September 2025

Penembak Aktivis Charlie Kirk Ditangkap Setelah 33 Jam Diburu

Tyler Robinson, pria 22 tahun dari Utah, berhasil ditangkap setelah buron 33 jam atas tuduhan membunuh aktivis konservatif Charlie Kirk

Renita Sukma . 14 September 2025

Setelah Penggerebekan Imigrasi AS, Pekerja Korea Selatan Dipulangkan

Sekitar 300 pekerja Korea Selatan akhirnya kembali ke negara setelah sempat ditahan oleh imigrasi AS.

Renita Sukma . 14 September 2025

Ada Tuntutan Bubarkan DPR, Secara Hukum Indonesia Bisa?

Tuntutan pembubaran DPR menggaung saat aksi demonstrasi 25 Agustus 2025. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut hal itu secara hukum tid ...

Renita Sukma . 14 September 2025