Militer China Terus Memperbarui Senjata Hipersonik dan Elektromagnetiknya
China terus melakukan uji coba senjata kendaraan hipersonik dan elektromagnetiknya yang bisa melumpuhkan kawasan strategis musuh
Context.id, JAKARTA - Kemampuan kendaraan hipersonik GDF-600 milik China yang memiliki kemampuan terbang cepat membuat Taiwan dan AS waswas.
The War Zone melaporkan China sedang melakukan uji coba senjata luncur-dorong hipersonik yang dirancang oleh Akademi Penelitian Aerodinamika Guangdong (GARA).
Kendaraan hipersonik itu dapat mencapai kecepatan hingga Mach 7 dan jangkauan antara 200 dan 600 kilometer itu serta dapat membawa rudal supersonik dan drone.
Laporan tersebut mengatakan kemampuan GDF-600 untuk melepaskan semua muatan di tengah penerbangan meningkatkan fleksibilitas operasionalnya.
Bahkan, ada kemungkinan kendaraan itu untuk melakukan serangan kinetik, peperangan elektronik (EW), dan pengintaian di berbagai target.
BACA JUGA
Jika GDF-600 sudah benar-benar beroperasi bisa meningkatkan eskalasi dalam konteks regional di Selat Taiwan atau Laut Cina Selatan.
Taiwan khawatir China melalui GDF-600 berhasil mengintegrasikan senjata EW sehingga bisa mengganggu komunikasi dan radar musuh sehingga mempersulit pertahanan dari serangan
Satu serangan senjata EW seperti elektromagnetik non-nuklir (NNEMP) atau senjata frekuensi radio dapat melumpuhkan komponen elektronika di infrastruktur strategis seperti pemadaman listrik berkepanjangan.
Sebagai contoh, satu serangan NNEMP pada kurang dari 100 gardu induk transformator dapat memicu pemadaman listrik berjenjang di seluruh negeri dan berdampak pada pangkalan militer, yang bergantung pada jaringan listrik sipil untuk 99% pasokan listriknya.
Laporan tersebut juga menyebutkan negara-negara seperti Rusia, Cina, Korea Utara, dan Iran secara aktif mengembangkan atau memiliki kemampuan NNEMP.
Henry M Jackson School of International Studies melaporkan China menganggap senjata NNEMP merupakan perluasan dari perang siber yang dampaknya menghancurkan instalasi pertahanan tanpa harus melukai masyarakat sipil.
Laporan itu juga menganalisis adanya kemungkinan China untuk memilih melakukan serangan “shock and awe” NNEMP terhadap Taiwan yang bisa melumpuhkan jaringan komunikasi di pulau itu.
Antisipasi Taiwan dan AS
Mengenai adanya ancaman dari China, Taiwan telah memperkuat pusat komando pertahanannya untuk mengantisipasi potensi serangan elektronika dari China.
Salah satu langkah yang dilakukan Taiwan dengan memperkuat Kamp Gangping di Distrik Sanzhi Kota Taipei Baru. Fasilitas ini penting bagi unit rudal antikapal Brigade Haifeng yang bisa menahan serangan siber atau elektromagnetik itu.
Fasilitas ini dilengkapi ruang pelindung yang dirancang berdasarkan standar perlindungan nuklir militer AS, yang mampu mengurangi kekuatan gelombang elektromagnetik dari 50.000 volt per meter menjadi hanya 5 volt per meter.
Bukan hanya Taiwan, militer AS juga khawatir dengan senjata hipersonik dan elektromagnetik milik China.
Militer AS yang sangat bergantung pada jaringan listrik sipil tentunya akan menghadapi kesulitan signifikan seandainya serangan elektromagnetik China menghantam kawasan strategisnya seperti pangkalan militer.
Pasalnya sistem komunikasi, kendaraan, dan peralatan penting lainnya pastinya tidak dapat dioperasikan sehingga menghambat kemampuan komando dan kontrol.
Kerentanan pangkalan militer, yang tidak memiliki ketahanan yang cukup terhadap senjata hipersonik maupun elektromagnetik sehingga punya potensi pemadaman listrik jangka panjang dapat mengganggu logistik, pasokan makanan, dan air.
Untuk mengantisipasi itu, militer AS melakukan latihan rutin demi memastikan mereka dapat mempertahankan komando dan kendali jika terjadi serangan itu.
RELATED ARTICLES
Militer China Terus Memperbarui Senjata Hipersonik dan Elektromagnetiknya
China terus melakukan uji coba senjata kendaraan hipersonik dan elektromagnetiknya yang bisa melumpuhkan kawasan strategis musuh
Context.id, JAKARTA - Kemampuan kendaraan hipersonik GDF-600 milik China yang memiliki kemampuan terbang cepat membuat Taiwan dan AS waswas.
The War Zone melaporkan China sedang melakukan uji coba senjata luncur-dorong hipersonik yang dirancang oleh Akademi Penelitian Aerodinamika Guangdong (GARA).
Kendaraan hipersonik itu dapat mencapai kecepatan hingga Mach 7 dan jangkauan antara 200 dan 600 kilometer itu serta dapat membawa rudal supersonik dan drone.
Laporan tersebut mengatakan kemampuan GDF-600 untuk melepaskan semua muatan di tengah penerbangan meningkatkan fleksibilitas operasionalnya.
Bahkan, ada kemungkinan kendaraan itu untuk melakukan serangan kinetik, peperangan elektronik (EW), dan pengintaian di berbagai target.
BACA JUGA
Jika GDF-600 sudah benar-benar beroperasi bisa meningkatkan eskalasi dalam konteks regional di Selat Taiwan atau Laut Cina Selatan.
Taiwan khawatir China melalui GDF-600 berhasil mengintegrasikan senjata EW sehingga bisa mengganggu komunikasi dan radar musuh sehingga mempersulit pertahanan dari serangan
Satu serangan senjata EW seperti elektromagnetik non-nuklir (NNEMP) atau senjata frekuensi radio dapat melumpuhkan komponen elektronika di infrastruktur strategis seperti pemadaman listrik berkepanjangan.
Sebagai contoh, satu serangan NNEMP pada kurang dari 100 gardu induk transformator dapat memicu pemadaman listrik berjenjang di seluruh negeri dan berdampak pada pangkalan militer, yang bergantung pada jaringan listrik sipil untuk 99% pasokan listriknya.
Laporan tersebut juga menyebutkan negara-negara seperti Rusia, Cina, Korea Utara, dan Iran secara aktif mengembangkan atau memiliki kemampuan NNEMP.
Henry M Jackson School of International Studies melaporkan China menganggap senjata NNEMP merupakan perluasan dari perang siber yang dampaknya menghancurkan instalasi pertahanan tanpa harus melukai masyarakat sipil.
Laporan itu juga menganalisis adanya kemungkinan China untuk memilih melakukan serangan “shock and awe” NNEMP terhadap Taiwan yang bisa melumpuhkan jaringan komunikasi di pulau itu.
Antisipasi Taiwan dan AS
Mengenai adanya ancaman dari China, Taiwan telah memperkuat pusat komando pertahanannya untuk mengantisipasi potensi serangan elektronika dari China.
Salah satu langkah yang dilakukan Taiwan dengan memperkuat Kamp Gangping di Distrik Sanzhi Kota Taipei Baru. Fasilitas ini penting bagi unit rudal antikapal Brigade Haifeng yang bisa menahan serangan siber atau elektromagnetik itu.
Fasilitas ini dilengkapi ruang pelindung yang dirancang berdasarkan standar perlindungan nuklir militer AS, yang mampu mengurangi kekuatan gelombang elektromagnetik dari 50.000 volt per meter menjadi hanya 5 volt per meter.
Bukan hanya Taiwan, militer AS juga khawatir dengan senjata hipersonik dan elektromagnetik milik China.
Militer AS yang sangat bergantung pada jaringan listrik sipil tentunya akan menghadapi kesulitan signifikan seandainya serangan elektromagnetik China menghantam kawasan strategisnya seperti pangkalan militer.
Pasalnya sistem komunikasi, kendaraan, dan peralatan penting lainnya pastinya tidak dapat dioperasikan sehingga menghambat kemampuan komando dan kontrol.
Kerentanan pangkalan militer, yang tidak memiliki ketahanan yang cukup terhadap senjata hipersonik maupun elektromagnetik sehingga punya potensi pemadaman listrik jangka panjang dapat mengganggu logistik, pasokan makanan, dan air.
Untuk mengantisipasi itu, militer AS melakukan latihan rutin demi memastikan mereka dapat mempertahankan komando dan kendali jika terjadi serangan itu.
POPULAR
RELATED ARTICLES