Standar Ganda AS di Pusaran Konflik Taiwan-China
Pihak AS menyatakan tidak mendukung dan tidak ikut campur soal rencana kemerdekaan Taiwan dari China.
Context.id, JAKARTA - Lai Ching-te terpilih sebagai Presiden baru Taiwan setelah berhasil memenangkan kontestasi Pilpres Taiwan 2024 mengalahkan Hou Yu-ih dari oposisi Kuomintang (KMT) dan Dr Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP).
Berdasarkan data komisi Pemilu Taiwan, dua saingan Lai yaitu Hou Yu-ih dari Partai Kuomintang (KMT) memperoleh suara 33,49 persen dan Dr Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) dengan 26,46 persen. Sementara Lai mengamankan 40,05 suara.
Lai Ching-te merupakan presiden terpilih yang berasal dari Partai Progresif Demokratik (DPP). Dia sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden Taiwan.
Dilansir situs pemerintah Taiwan, Minggu (14/1/2024), Lai Ching-te lahir pada tahun 1959 di Distrik Wanli Kota New Taipei. Lai Ching-te merupakan putra seorang penambang batu bara.
Lai memiliki latar belakangan sebagai tenaga medis. Selama Krisis Selat Taiwan tahun 1996, Lai memutuskan untuk meniru pendahulunya dalam mengejar demokrasi dan melepaskan karir medisnya untuk terjun ke dunia politik.
BACA JUGA
Dilansir channelnewsasia.com pada Minggu (14/1/2024), Lai Ching-te dalam pidato kemenangannya mengatakan bahwa dia akan mengedepankan dialog dengan Tiongkok dibandingkan dengan konfrontasi.
"Di bawah prinsip martabat dan kesetaraan, kami akan menggunakan pertukaran untuk menggantikan hambatan, dialog untuk menggantikan konfrontasi, dan dengan percaya diri mengupayakan pertukaran dan kerja sama dengan Tiongkok," ujarnya.
Dibenci Beijing
Lai Ching-te merupakan sosok yang tidak disukai oleh China. Pasalnya, selain rajin menjalin hubungan dengan AS, terutama soal pembelian senjata dan rencana penguatan pangkalan militernya, Lai juga terus mengampanyekan kedaulatan Taiwan. Hal itulah yang membuatnya dibenci pemerintah RRC.
China memang sejak awal terang-terangan secara vokal menentang Lai, dengan menyebutnya sebagai separatis yang berbahaya.
Bahkan, China mengatakan bahwa hasil pemilihan presiden tersebut tak lebih sebagai pilihan antara perang dan perdamaian.
Komentar Lai ketika menjabat sebagai perdana menteri pada 2017 sudah memantik polemik. Saat itu Lai mengungkapkan tentang menjadi “pekerja” untuk kemerdekaan formal Taiwan, yang artinya alarm penentangan bagi Beijing.
Pada tahun berikutnya, ia mengatakan kepada parlemen bahwa ia adalah "pekerja praktis untuk kemerdekaan Taiwan.”
Hal tersebut mendorong surat kabar China yang banyak dibaca, Global Times, menyerukan agar pemerintah mengeluarkan surat penangkapan internasional untuk Lai dan menuntutnya berdasarkan UU Anti-Separatis China 2005.
Lai bersikeras bahwa yang dia maksud hanyalah Taiwan sudah menjadi negara yang independen. Selama kampanye, dia tetap mengikuti garis Presiden Tsai Ing-wen bahwa Republik China - nama resmi Taiwan - dan Republik Rakyat China tidak saling tunduk satu sama lain.
Di bawah konstitusi Taiwan, Republik China adalah negara berdaulat, pandangan yang dibagikan oleh semua partai politik utama di Taiwan.
Pemerintah Republik China melarikan diri ke Taiwan pada 1949 setelah kalah dalam perang saudara melawan komunis Mao Zedong, yang mendirikan Republik Rakyat.
Yang membuat Beijing khawatir adalah gagasan bahwa Lai bisa mencoba mengubah status quo dengan menyatakan pendirian Republik Taiwan, sesuatu yang menurut Lai ia tidak akan ia lakukan.
AS Main Aman
Kendati mengapresiasi kemenangan Lai, Presiden Joe Biden menegaskan Amerika Serikat (AS) tidak mendukung kemerdekaan Taiwan. Pernyataan tersebut diungkapkan Biden kepada para wartawan pada Sabtu (13/1/2024) saat ia meninggalkan Gedung Putih menuju Camp David.
"Kami tidak mendukung kemerdekaan [Taiwan]," kata Biden dikutip dari Bloomberg, Senin (15/1/2024). Komentar Joe Biden tampaknya dimaksudkan untuk meredakan kekhawatiran di China soal William Lai atau Lai Ching-te.
Namun, Hasil survei menunjukkan Lai, yang telah mempertahankan hubungan dekat dengan AS, mengungguli Hou Yu-ih dari partai oposisi Kuomintang. Hou telah berjanji untuk memperluas perdagangan dan diplomasi dengan China. Sementara itu, China telah lama mengklaim bahwa pulau Taiwan adalah wilayahnya.
Bahkan, Presiden Xi Jinping telah menganjurkan penyatuan dan menolak untuk mengesampingkan intervensi militer. AS secara tradisional mengadopsi kebijakan ambiguitas strategis.
Di satu sisi, AS mengakui klaim historis China atas kedaulatan atas Taiwan. Namun, AS tetap berhubungan secara tidak resmi dengan Taipe sambil menjanjikan bantuan pertahanan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa pemilihan tersebut menunjukkan kekuatan "sistem demokrasi yang kuat" di Taiwan. Dia mengatakan AS berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas lintas Selat, serta penyelesaian perbedaan secara damai, bebas dari paksaan dan tekanan.
"AS akan bekerja sama dengan Lai dan semua pemimpin partai di Taiwan untuk memajukan hubungan tidak resmi yang telah berlangsung lama yang konsisten dengan kebijakan satu-China dan AS," katanya dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Luar Negeri China membalas Departemen Luar Negeri AS dengan mengatakan bahwa pihaknya mengajukan keluhan diplomatik kepada AS.
"Washington seharusnya berhenti mengirimkan sinyal yang salah kepada pasukan separatis 'kemerdekaan Taiwan'," kata kementerian tersebut.
RELATED ARTICLES
Standar Ganda AS di Pusaran Konflik Taiwan-China
Pihak AS menyatakan tidak mendukung dan tidak ikut campur soal rencana kemerdekaan Taiwan dari China.
Context.id, JAKARTA - Lai Ching-te terpilih sebagai Presiden baru Taiwan setelah berhasil memenangkan kontestasi Pilpres Taiwan 2024 mengalahkan Hou Yu-ih dari oposisi Kuomintang (KMT) dan Dr Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP).
Berdasarkan data komisi Pemilu Taiwan, dua saingan Lai yaitu Hou Yu-ih dari Partai Kuomintang (KMT) memperoleh suara 33,49 persen dan Dr Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) dengan 26,46 persen. Sementara Lai mengamankan 40,05 suara.
Lai Ching-te merupakan presiden terpilih yang berasal dari Partai Progresif Demokratik (DPP). Dia sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden Taiwan.
Dilansir situs pemerintah Taiwan, Minggu (14/1/2024), Lai Ching-te lahir pada tahun 1959 di Distrik Wanli Kota New Taipei. Lai Ching-te merupakan putra seorang penambang batu bara.
Lai memiliki latar belakangan sebagai tenaga medis. Selama Krisis Selat Taiwan tahun 1996, Lai memutuskan untuk meniru pendahulunya dalam mengejar demokrasi dan melepaskan karir medisnya untuk terjun ke dunia politik.
BACA JUGA
Dilansir channelnewsasia.com pada Minggu (14/1/2024), Lai Ching-te dalam pidato kemenangannya mengatakan bahwa dia akan mengedepankan dialog dengan Tiongkok dibandingkan dengan konfrontasi.
"Di bawah prinsip martabat dan kesetaraan, kami akan menggunakan pertukaran untuk menggantikan hambatan, dialog untuk menggantikan konfrontasi, dan dengan percaya diri mengupayakan pertukaran dan kerja sama dengan Tiongkok," ujarnya.
Dibenci Beijing
Lai Ching-te merupakan sosok yang tidak disukai oleh China. Pasalnya, selain rajin menjalin hubungan dengan AS, terutama soal pembelian senjata dan rencana penguatan pangkalan militernya, Lai juga terus mengampanyekan kedaulatan Taiwan. Hal itulah yang membuatnya dibenci pemerintah RRC.
China memang sejak awal terang-terangan secara vokal menentang Lai, dengan menyebutnya sebagai separatis yang berbahaya.
Bahkan, China mengatakan bahwa hasil pemilihan presiden tersebut tak lebih sebagai pilihan antara perang dan perdamaian.
Komentar Lai ketika menjabat sebagai perdana menteri pada 2017 sudah memantik polemik. Saat itu Lai mengungkapkan tentang menjadi “pekerja” untuk kemerdekaan formal Taiwan, yang artinya alarm penentangan bagi Beijing.
Pada tahun berikutnya, ia mengatakan kepada parlemen bahwa ia adalah "pekerja praktis untuk kemerdekaan Taiwan.”
Hal tersebut mendorong surat kabar China yang banyak dibaca, Global Times, menyerukan agar pemerintah mengeluarkan surat penangkapan internasional untuk Lai dan menuntutnya berdasarkan UU Anti-Separatis China 2005.
Lai bersikeras bahwa yang dia maksud hanyalah Taiwan sudah menjadi negara yang independen. Selama kampanye, dia tetap mengikuti garis Presiden Tsai Ing-wen bahwa Republik China - nama resmi Taiwan - dan Republik Rakyat China tidak saling tunduk satu sama lain.
Di bawah konstitusi Taiwan, Republik China adalah negara berdaulat, pandangan yang dibagikan oleh semua partai politik utama di Taiwan.
Pemerintah Republik China melarikan diri ke Taiwan pada 1949 setelah kalah dalam perang saudara melawan komunis Mao Zedong, yang mendirikan Republik Rakyat.
Yang membuat Beijing khawatir adalah gagasan bahwa Lai bisa mencoba mengubah status quo dengan menyatakan pendirian Republik Taiwan, sesuatu yang menurut Lai ia tidak akan ia lakukan.
AS Main Aman
Kendati mengapresiasi kemenangan Lai, Presiden Joe Biden menegaskan Amerika Serikat (AS) tidak mendukung kemerdekaan Taiwan. Pernyataan tersebut diungkapkan Biden kepada para wartawan pada Sabtu (13/1/2024) saat ia meninggalkan Gedung Putih menuju Camp David.
"Kami tidak mendukung kemerdekaan [Taiwan]," kata Biden dikutip dari Bloomberg, Senin (15/1/2024). Komentar Joe Biden tampaknya dimaksudkan untuk meredakan kekhawatiran di China soal William Lai atau Lai Ching-te.
Namun, Hasil survei menunjukkan Lai, yang telah mempertahankan hubungan dekat dengan AS, mengungguli Hou Yu-ih dari partai oposisi Kuomintang. Hou telah berjanji untuk memperluas perdagangan dan diplomasi dengan China. Sementara itu, China telah lama mengklaim bahwa pulau Taiwan adalah wilayahnya.
Bahkan, Presiden Xi Jinping telah menganjurkan penyatuan dan menolak untuk mengesampingkan intervensi militer. AS secara tradisional mengadopsi kebijakan ambiguitas strategis.
Di satu sisi, AS mengakui klaim historis China atas kedaulatan atas Taiwan. Namun, AS tetap berhubungan secara tidak resmi dengan Taipe sambil menjanjikan bantuan pertahanan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa pemilihan tersebut menunjukkan kekuatan "sistem demokrasi yang kuat" di Taiwan. Dia mengatakan AS berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas lintas Selat, serta penyelesaian perbedaan secara damai, bebas dari paksaan dan tekanan.
"AS akan bekerja sama dengan Lai dan semua pemimpin partai di Taiwan untuk memajukan hubungan tidak resmi yang telah berlangsung lama yang konsisten dengan kebijakan satu-China dan AS," katanya dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Luar Negeri China membalas Departemen Luar Negeri AS dengan mengatakan bahwa pihaknya mengajukan keluhan diplomatik kepada AS.
"Washington seharusnya berhenti mengirimkan sinyal yang salah kepada pasukan separatis 'kemerdekaan Taiwan'," kata kementerian tersebut.
POPULAR
RELATED ARTICLES