Konsumen Beralih ke Merek Sepatu Lari Terkini, Nike dan Adidas Terlupakan?
Sejak ditemukannya teknologi sol inovatif oleh On, merek-merek baru mulai menggerus dominasi Nike dan Adidas di pasar sepatu lari
Context.id, JAKARTA - Jika mengunjungi toko olahraga di mal-mal besar di Indonesia maupun negara-negara lain, biasanya kita akan selalu disuguhkan jenama paling populer seperti Nike dan Adidas.
Selain itu mungkin Reebok atau Puma. Selebihnya sepatu-sepatu kasual semacam Converse dan Vans.
Dunia sepatu olahraga yang selama beberapa dekade tadinya hanya milik dua raksasa Nike dan Adidas kini mulai tergeser.
Merek-merek baru dengan tampilan yang lebih menarik dan klaim teknologi yang lebih inovatif mulai unjuk gigi.
Melansir laporan The Economist, jenama seperti On, Hoka, New Balance dan Skechers mulai mengejar ketertinggalan dan menggoyahkan posisi dua juara lama tersebut.
BACA JUGA
On, jenama sepatu olahraga asal Swiss yang hanya dalam waktu singkat berhasil mengambil perhatian pencinta sepatu olahraga. Begitu juga dengan Hoka dan Skecher.
Tengok saja, di mal-mal besar, banyak pengunjung yang mendatangi store merek-merek itu. Di tempat-tempat olahraga juga sudah mulai banyak yang menggunakan sepatu On, Hoka, New Balance dan Skechers.
Pada 2010 lalu On lahir dari sebuah ide sederhana Olivier Bernhard, seorang mantan atlet triatlon asal Swiss. Sebagai pelari profesional, Bernhard pastinya sudah mencoba banyak sepatu lari dari berbagai merek.
Setelah mencoba banyak sepatu lari, Bernhard menginginkan sepatu lari dengan bantalan yang lebih baik. Dia pun mencoba menempelkan potongan selang taman pada sol sepatunya.
Ternyata, inovasi tersebut tidak hanya memberi kenyamanan ekstra, tetapi juga menciptakan desain yang unik dan berbeda dari yang ada di pasaran.
Melalui bantuan dua temannya, Bernhard akhirnya mendirikan perusahaan On, yang kini menjadi salah satu pesaing terkuat di industri sepatu olahraga.
Sepatu mereka tidak hanya nyaman, tetapi juga dilengkapi dengan desain yang futuristik dan teknologi yang sangat mendalam.
Pada tahun 2023, On mencatatkan penjualan hampir US$2 miliar, dan laporan terbaru menunjukkan pendapatan perusahaan pada kuartal ketiga 2024 tumbuh sebesar 32% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Raksasa minim inovasi
Sementara On mencatatkan pertumbuhan pesat, Nike dan Adidas, dua merek yang selama bertahun-tahun menjadi penguasa pasar sepatu lari, mulai merasa tertinggal.
Pada 2018, kedua merek ini menguasai 63% pangsa pasar sepatu olahraga global, namun angka itu menurun menjadi hanya 51% pada 2023, menurut laporan Morgan Stanley.
Hal senada juga dialami Nike. Saham perusahaan merosot tajam hingga 27% dalam satu tahun terakhir.
Apa yang menyebabkan dua raksasa sepatu olahraga ini tertinggal?
Inovasi. Ya, kedua raksasa ini tidak mampu beradaptasi dengan cepat terhadap keinginan-keinginan konsumen.
Sepatu lari masa kini bukan hanya milik atlet, tapi juga pegawai kantoran. Jadi selain kenyamanan untuk berolahraga, sepatu juga harus modis dan bisa memenuhi gaya hidup harian.
Terlebih lagi lari menjadi gaya hidup dan hobi orang-orang kantoran. Biasanya sepulang kerja, mereka berkumpul di taman atau stadion untuk berlari.
Nah, mereka tentunya akan repot jika harus berganti sepatu. Jadi dibutuhkan sepatu yang serbaguna tapi juga modis.
Perubahan gaya konsumen ini yang ini memberi peluang besar bagi merek-merek baru yang lebih gesit.
Tidak hanya On, Hoka, New Balance, dan beberapa merek baru lainnya mulai menggoda konsumen dengan produk yang menawarkan desain lebih segar dan inovasi teknologi yang lebih canggih.
Hoka, misalnya, dikenal dengan sepatu lari berbahan sol tebal yang dirancang untuk memberi perlindungan lebih pada kaki para pelari jarak jauh.
On, dengan teknologi bernama CloudTec, menawarkan bantalan yang tidak hanya memberikan kenyamanan saat berlari, tetapi juga responsivitas yang baik di setiap langkah.
Di kantor pusat On di Zürich, tim R&D bekerja keras menciptakan prototipe-prototipe sepatu yang disebut "monster" dengan berbagai eksperimen bahan dan desain yang bertujuan memberikan pengalaman berlari yang lebih maksimal.
Keunggulan-keunggulan ini jelas menjadi faktor penentu bagi konsumen yang kini lebih selektif.
Para pendatang baru ini menawarkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuat pelari merasa mereka tidak hanya membeli sepatu, tetapi juga sebuah inovasi yang membantu mereka mencapai performa lebih baik.
RELATED ARTICLES
Konsumen Beralih ke Merek Sepatu Lari Terkini, Nike dan Adidas Terlupakan?
Sejak ditemukannya teknologi sol inovatif oleh On, merek-merek baru mulai menggerus dominasi Nike dan Adidas di pasar sepatu lari
Context.id, JAKARTA - Jika mengunjungi toko olahraga di mal-mal besar di Indonesia maupun negara-negara lain, biasanya kita akan selalu disuguhkan jenama paling populer seperti Nike dan Adidas.
Selain itu mungkin Reebok atau Puma. Selebihnya sepatu-sepatu kasual semacam Converse dan Vans.
Dunia sepatu olahraga yang selama beberapa dekade tadinya hanya milik dua raksasa Nike dan Adidas kini mulai tergeser.
Merek-merek baru dengan tampilan yang lebih menarik dan klaim teknologi yang lebih inovatif mulai unjuk gigi.
Melansir laporan The Economist, jenama seperti On, Hoka, New Balance dan Skechers mulai mengejar ketertinggalan dan menggoyahkan posisi dua juara lama tersebut.
BACA JUGA
On, jenama sepatu olahraga asal Swiss yang hanya dalam waktu singkat berhasil mengambil perhatian pencinta sepatu olahraga. Begitu juga dengan Hoka dan Skecher.
Tengok saja, di mal-mal besar, banyak pengunjung yang mendatangi store merek-merek itu. Di tempat-tempat olahraga juga sudah mulai banyak yang menggunakan sepatu On, Hoka, New Balance dan Skechers.
Pada 2010 lalu On lahir dari sebuah ide sederhana Olivier Bernhard, seorang mantan atlet triatlon asal Swiss. Sebagai pelari profesional, Bernhard pastinya sudah mencoba banyak sepatu lari dari berbagai merek.
Setelah mencoba banyak sepatu lari, Bernhard menginginkan sepatu lari dengan bantalan yang lebih baik. Dia pun mencoba menempelkan potongan selang taman pada sol sepatunya.
Ternyata, inovasi tersebut tidak hanya memberi kenyamanan ekstra, tetapi juga menciptakan desain yang unik dan berbeda dari yang ada di pasaran.
Melalui bantuan dua temannya, Bernhard akhirnya mendirikan perusahaan On, yang kini menjadi salah satu pesaing terkuat di industri sepatu olahraga.
Sepatu mereka tidak hanya nyaman, tetapi juga dilengkapi dengan desain yang futuristik dan teknologi yang sangat mendalam.
Pada tahun 2023, On mencatatkan penjualan hampir US$2 miliar, dan laporan terbaru menunjukkan pendapatan perusahaan pada kuartal ketiga 2024 tumbuh sebesar 32% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Raksasa minim inovasi
Sementara On mencatatkan pertumbuhan pesat, Nike dan Adidas, dua merek yang selama bertahun-tahun menjadi penguasa pasar sepatu lari, mulai merasa tertinggal.
Pada 2018, kedua merek ini menguasai 63% pangsa pasar sepatu olahraga global, namun angka itu menurun menjadi hanya 51% pada 2023, menurut laporan Morgan Stanley.
Hal senada juga dialami Nike. Saham perusahaan merosot tajam hingga 27% dalam satu tahun terakhir.
Apa yang menyebabkan dua raksasa sepatu olahraga ini tertinggal?
Inovasi. Ya, kedua raksasa ini tidak mampu beradaptasi dengan cepat terhadap keinginan-keinginan konsumen.
Sepatu lari masa kini bukan hanya milik atlet, tapi juga pegawai kantoran. Jadi selain kenyamanan untuk berolahraga, sepatu juga harus modis dan bisa memenuhi gaya hidup harian.
Terlebih lagi lari menjadi gaya hidup dan hobi orang-orang kantoran. Biasanya sepulang kerja, mereka berkumpul di taman atau stadion untuk berlari.
Nah, mereka tentunya akan repot jika harus berganti sepatu. Jadi dibutuhkan sepatu yang serbaguna tapi juga modis.
Perubahan gaya konsumen ini yang ini memberi peluang besar bagi merek-merek baru yang lebih gesit.
Tidak hanya On, Hoka, New Balance, dan beberapa merek baru lainnya mulai menggoda konsumen dengan produk yang menawarkan desain lebih segar dan inovasi teknologi yang lebih canggih.
Hoka, misalnya, dikenal dengan sepatu lari berbahan sol tebal yang dirancang untuk memberi perlindungan lebih pada kaki para pelari jarak jauh.
On, dengan teknologi bernama CloudTec, menawarkan bantalan yang tidak hanya memberikan kenyamanan saat berlari, tetapi juga responsivitas yang baik di setiap langkah.
Di kantor pusat On di Zürich, tim R&D bekerja keras menciptakan prototipe-prototipe sepatu yang disebut "monster" dengan berbagai eksperimen bahan dan desain yang bertujuan memberikan pengalaman berlari yang lebih maksimal.
Keunggulan-keunggulan ini jelas menjadi faktor penentu bagi konsumen yang kini lebih selektif.
Para pendatang baru ini menawarkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuat pelari merasa mereka tidak hanya membeli sepatu, tetapi juga sebuah inovasi yang membantu mereka mencapai performa lebih baik.
POPULAR
RELATED ARTICLES