Hutan Indonesia Dikorbankan untuk Permintaan Biomassa Global
Jutaan hektare area hutan hijau di Indonesia dibabat habis untuk menghasilkan pelet kayu sebagai sumber energi dan diekspor ke Jepang dan Korsel
Context.id, JAKARTA - Di pulau-pulau besar di Indonesia seperti Kalimantan, Papua dan Sulawesi, pohon-pohon raksasa yang telah berdiri selama berabad-abad mulai ditebang secara masif.
Penyebabnya? Lonjakan permintaan internasional terhadap biomassa yang sangat besar. Seperti diketahui, biomassa adalah istilah yang menggambarkan senyawa organik yang berasal dari organisme di bumi baik yang masih hidup maupun mati.
Biomassa yang bisa berasal dari tumbuhan, limbah pabrik, kotoran hewan hingga kayu bisa menjadi bahan bakar dan merupakan komponen penting dalam transisi energi global menuju energi yang lebih bersih.
Persoalannya, hutan-hutan hijau di Indonesia harus dikorbankan dalam upaya dunia untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Julukan untaian Zamrud Khatulistiwa yang selama ini disematkan ke Indonesia pun semakin lama hilang, hanya terlihat gundukan hutan-hutan gundul.
BACA JUGA
Laporan AP yang menggunakan gambar satelit dan catatan perusahaan mengungkapkan bagaimana area luas hutan alami dibabat habis untuk menghasilkan pelet kayu, yang kemudian diekspor ke negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan.
Kedua negara ini kini menjadi pembeli utama biomassa Indonesia, dengan memberikan investasi jutaan dolar untuk mendukung produksi biomassa di Indonesia.
Sebagai imbalannya, mereka membakar pelet kayu ini bersama batu bara untuk mengurangi emisi karbon, sebuah strategi transisi yang dipandang para ahli dapat berisiko memperburuk masalah.
Diminati Jepang dan Korsel
Sejak 2021, hampir seluruh produksi pelet kayu Indonesia diekspor ke luar negeri, dengan sedikit manfaat bagi negara itu sendiri. Menurut data ekspor Indonesia, sekitar 61% pelet kayu ini dikirim ke Korea Selatan, dan 38% ke Jepang.
Motivasi di balik permintaan ini jelas: kedua negara berlomba untuk memenuhi target iklim internasional sambil bergumul dengan ketergantungan besar pada bahan bakar fosil. Biomassa dianggap sebagai alternatif yang lebih bersih.
Sementara pemerintah Jepang dan Korea Selatan berusaha mengakses pasokan biomassa Indonesia untuk mengurangi emisi domestik mereka, di sisi lainnya ini mempercepat deforestasi di salah satu wilayah yang paling kaya biodiversitas di dunia.
Laporan dari AP juga menuliskan BUMN energi yakni Perusahaan Listrik Negara (PLN)turut mendorong permintaan biomassa.
PLN memiliki rencana ambisius untuk memasukkan biomassa dalam pembangkit listrik tenaga batu bara mereka, dengan target mencampurkan 10% biomassa ke dalam 52 pembangkit di seluruh Indonesia.
Untuk memenuhi tujuan ini, PLN memperkirakan akan membutuhkan 8 juta ton biomassa setiap tahunnya jumlah yang jauh lebih besar daripada kapasitas industri pelet kayu yang tercatat pada akhir 2023, yang belum mencapai 1 juta ton.
Seiring permintaan yang terus tumbuh, begitu pula dengan kebutuhan akan lahan untuk menanam energi biomassa atau menebang kayu untuk pelet.
Babat hutan
Bahkan, Indonesia telah menyetujui konversi lebih dari 1,4 juta hektar lahan hutan untuk perkebunan biomassa, dengan lebih dari sepertiga lahan tersebut merupakan hutan hijau alami.
Hutan-hutan ini berfungsi sebagai penyerap karbon yang sangat penting dan rumah bagi spesies-spesies langka seperti badak Sumatra, orangutan, dan harimau.
Salah satu contoh mencolok dari deforestasi ini dapat ditemukan di hutan kaya karbon di Gorontalo, Sulawesi. Di sini, lebih dari 3.000 hektar hutan telah dibabat oleh perusahaan Banyan Tumbuh Lestari, produsen pelet kayu terbesar.
Sebuah area seluas 2.850 hektar lainnya telah dibersihkan untuk pembangunan jalan logging. Hutan-hutan ini, yang dulunya membantu mengatur iklim, kini berubah menjadi tumpukan kayu yang dihancurkan menjadi pelet kecil dan dikirim ke luar negeri.
Meskipun biomassa sering dipromosikan sebagai sumber energi terbarukan, banyak ilmuwan dan pelindung lingkungan yang berpendapat biomassa mungkin tidak sebersih yang diklaim oleh para pendukungnya.
Penelitian menunjukkan pembakaran biomassa menghasilkan lebih banyak karbon daripada batu bara, dan penebangan hutan untuk produksi biomassa mengurangi kemampuan hutan untuk menyerap karbon dari atmosfer.
Para kritikus berpendapat pendekatan ini hanya memperpanjang penggunaan batu bara, alih-alih mempercepat peralihan ke energi yang benar-benar bersih.
Industri biomassa Indonesia yang berkembang pesat menghadapi kurangnya pengawasan yang jelas.
Kurangnya regulasi dan penegakan hukum telah membuat negara ini rentan terhadap eksploitasi, dengan sedikit akuntabilitas atas bagaimana hutan ditebang.
Seiring dengan meningkatnya permintaan biomassa di seluruh dunia, biaya sebenarnya dari transisi energi ini justru harus dibayar oleh hutan-hutan Indonesia dan seluruh warga Indonesia.
Semoga janji Prabowo di COP29 2024 melalui utusan khusus yang juga adiknya, yakni Hashim Djojohadikusumo bahwasanya pemerintah akan melakukan penghijauan ratusan juta hektare hutan gundul bukanlah janji manis semata.
RELATED ARTICLES
Hutan Indonesia Dikorbankan untuk Permintaan Biomassa Global
Jutaan hektare area hutan hijau di Indonesia dibabat habis untuk menghasilkan pelet kayu sebagai sumber energi dan diekspor ke Jepang dan Korsel
Context.id, JAKARTA - Di pulau-pulau besar di Indonesia seperti Kalimantan, Papua dan Sulawesi, pohon-pohon raksasa yang telah berdiri selama berabad-abad mulai ditebang secara masif.
Penyebabnya? Lonjakan permintaan internasional terhadap biomassa yang sangat besar. Seperti diketahui, biomassa adalah istilah yang menggambarkan senyawa organik yang berasal dari organisme di bumi baik yang masih hidup maupun mati.
Biomassa yang bisa berasal dari tumbuhan, limbah pabrik, kotoran hewan hingga kayu bisa menjadi bahan bakar dan merupakan komponen penting dalam transisi energi global menuju energi yang lebih bersih.
Persoalannya, hutan-hutan hijau di Indonesia harus dikorbankan dalam upaya dunia untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Julukan untaian Zamrud Khatulistiwa yang selama ini disematkan ke Indonesia pun semakin lama hilang, hanya terlihat gundukan hutan-hutan gundul.
BACA JUGA
Laporan AP yang menggunakan gambar satelit dan catatan perusahaan mengungkapkan bagaimana area luas hutan alami dibabat habis untuk menghasilkan pelet kayu, yang kemudian diekspor ke negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan.
Kedua negara ini kini menjadi pembeli utama biomassa Indonesia, dengan memberikan investasi jutaan dolar untuk mendukung produksi biomassa di Indonesia.
Sebagai imbalannya, mereka membakar pelet kayu ini bersama batu bara untuk mengurangi emisi karbon, sebuah strategi transisi yang dipandang para ahli dapat berisiko memperburuk masalah.
Diminati Jepang dan Korsel
Sejak 2021, hampir seluruh produksi pelet kayu Indonesia diekspor ke luar negeri, dengan sedikit manfaat bagi negara itu sendiri. Menurut data ekspor Indonesia, sekitar 61% pelet kayu ini dikirim ke Korea Selatan, dan 38% ke Jepang.
Motivasi di balik permintaan ini jelas: kedua negara berlomba untuk memenuhi target iklim internasional sambil bergumul dengan ketergantungan besar pada bahan bakar fosil. Biomassa dianggap sebagai alternatif yang lebih bersih.
Sementara pemerintah Jepang dan Korea Selatan berusaha mengakses pasokan biomassa Indonesia untuk mengurangi emisi domestik mereka, di sisi lainnya ini mempercepat deforestasi di salah satu wilayah yang paling kaya biodiversitas di dunia.
Laporan dari AP juga menuliskan BUMN energi yakni Perusahaan Listrik Negara (PLN)turut mendorong permintaan biomassa.
PLN memiliki rencana ambisius untuk memasukkan biomassa dalam pembangkit listrik tenaga batu bara mereka, dengan target mencampurkan 10% biomassa ke dalam 52 pembangkit di seluruh Indonesia.
Untuk memenuhi tujuan ini, PLN memperkirakan akan membutuhkan 8 juta ton biomassa setiap tahunnya jumlah yang jauh lebih besar daripada kapasitas industri pelet kayu yang tercatat pada akhir 2023, yang belum mencapai 1 juta ton.
Seiring permintaan yang terus tumbuh, begitu pula dengan kebutuhan akan lahan untuk menanam energi biomassa atau menebang kayu untuk pelet.
Babat hutan
Bahkan, Indonesia telah menyetujui konversi lebih dari 1,4 juta hektar lahan hutan untuk perkebunan biomassa, dengan lebih dari sepertiga lahan tersebut merupakan hutan hijau alami.
Hutan-hutan ini berfungsi sebagai penyerap karbon yang sangat penting dan rumah bagi spesies-spesies langka seperti badak Sumatra, orangutan, dan harimau.
Salah satu contoh mencolok dari deforestasi ini dapat ditemukan di hutan kaya karbon di Gorontalo, Sulawesi. Di sini, lebih dari 3.000 hektar hutan telah dibabat oleh perusahaan Banyan Tumbuh Lestari, produsen pelet kayu terbesar.
Sebuah area seluas 2.850 hektar lainnya telah dibersihkan untuk pembangunan jalan logging. Hutan-hutan ini, yang dulunya membantu mengatur iklim, kini berubah menjadi tumpukan kayu yang dihancurkan menjadi pelet kecil dan dikirim ke luar negeri.
Meskipun biomassa sering dipromosikan sebagai sumber energi terbarukan, banyak ilmuwan dan pelindung lingkungan yang berpendapat biomassa mungkin tidak sebersih yang diklaim oleh para pendukungnya.
Penelitian menunjukkan pembakaran biomassa menghasilkan lebih banyak karbon daripada batu bara, dan penebangan hutan untuk produksi biomassa mengurangi kemampuan hutan untuk menyerap karbon dari atmosfer.
Para kritikus berpendapat pendekatan ini hanya memperpanjang penggunaan batu bara, alih-alih mempercepat peralihan ke energi yang benar-benar bersih.
Industri biomassa Indonesia yang berkembang pesat menghadapi kurangnya pengawasan yang jelas.
Kurangnya regulasi dan penegakan hukum telah membuat negara ini rentan terhadap eksploitasi, dengan sedikit akuntabilitas atas bagaimana hutan ditebang.
Seiring dengan meningkatnya permintaan biomassa di seluruh dunia, biaya sebenarnya dari transisi energi ini justru harus dibayar oleh hutan-hutan Indonesia dan seluruh warga Indonesia.
Semoga janji Prabowo di COP29 2024 melalui utusan khusus yang juga adiknya, yakni Hashim Djojohadikusumo bahwasanya pemerintah akan melakukan penghijauan ratusan juta hektare hutan gundul bukanlah janji manis semata.
POPULAR
RELATED ARTICLES