Stories - 12 January 2024

PLTU Mulai Pakai Biomassa, Potensi Bisnis Baru?

Peluang bisnis biomassa berkembang seiring dengan arah kebijakan pemerintah yang mendorong bahan campuran pada PLTU


Biomassa dari sampah yang digunakan untuk co-firing atau bahan bakar pendamping batu bara PLTU/PLN\r\n

Context.id, JAKARTA - Kebutuhan bahan bakar biomassa sebagai campuran batu bara dalam kegiatan operasional pembangkit listrik tenaga uap meningkat, seiring komitmen RI dalam memperbesar porsi penggunaan sumber energi bersih. 

Permintaan pasokan biomassa domestik pun diproyeksi bakal menggeliat, terdorong kebutuhan co-firing pembangkit listrik batu bara daerah sekitar. Ini bisa menjadi potensi bisnis baru bagi beberapa sektor industri. 

Ketua Koperasi Produsen Energi Biomassa Indonesia Ichsan Maulana menyatakan peluang bisnis biomassa berkembang seiring dengan arah kebijakan pemerintah. 

Terutama, diperkuat dengan hadirnya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) 12/2023 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa Sebagai Campuran Bahan Bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap, yang mengatur harga, jenis biomassa, dan pemanfaatannya.

"Permen ini mendorong masyarakat di sekitar pembangkit bisa memanfaatkan peluang usaha limbah biomassa mereka agar diserap pembangkit," katanya.

Menurutnya, yang terjadi dalam industri ini adalah bahan baku berlimpah, permintaan tinggi, tetapi tak banyak industri yang melakukan pengolahan. Guna mendorong pelaku berinvestasi, pemerintah perlu mendorong adanya pembiayaan.

Pihaknya sebagai produsen biomassa yang juga mengolah sampah perkotaan, saat ini telah memproduksi 5.000 ton. Dia optimistis limbah sampah perkotaan adalah yang paling berpotensi besar dan lebih berkelanjutan.

Senada, Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi menjelaskan kebijakan memperbesar biomassa bukan hanya sesuai dengan tren transisi energi, melainkan turut menjadi jalan keluar masalah limbah di perkotaan dan mengoptimalkan nilai tambah kawasan pedesaan. 

"Pemerintah daerah akan punya peran besar untuk memetakan potensi biomassa di wilayahnya. Karena biomassa itu pada prinsipnya berasal dari limbah dan sampah, sehingga justru bisa sekaligus mengatasi masalah sosial," ujarnya ketika dihubungi Context.

Potensi biomassa di kawasan perkotaan perlu didorong untuk mengatasi masalah tumpukan sampah rumah tangga. 

Adapun, kepala daerah di wilayah desa yang bertumpu pada sektor pertanian, kehutanan, dan perkebunan, juga harus punya kesadaran mulai membawa daerahnya sebagai rantai pasok biomassa.

Sekadar info, limbah atau residu tanaman yang bisa menjadi biomassa, antara lain sekam, jerami padi, bonggol jagung, bagasse, pucuk daun tebu, limbah aren, limbah sagu, residu kelapa, tandan kosong pelepah sawit, dan lain-lain.

Rektor Institut Teknologi PLN Iwa Garniwa menekankan bahwa program co-firing berpotensi menjadi bisnis besar yang bisa melibatkan petani atau peternak di daerah.

"Maka dari itu, pemerintah harus bantu membangun ekosistem rantai pasoknya sampai bisa diserap oleh PLTU batu bara terdekat. Karena biomassa ini sumber energi bersih termurah yang teknologinya tidak perlu impor dari luar negeri," tambahnya.

Secara umum, saat ini penyerapan biomassa dalam program co-firing PLTU batu bara telah mencapai 0,9 juta ton hingga akhir November 2023 dari target di level 1,05 juta ton. 

Sampai dengan saat ini, sudah ada 43 PLTU yang melaksanakan cofiring. Pada 2025, ditargetkan terdapat 52 PLTU di Indonesia yang melaksanakan co-firing biomassa.

Selanjutnya, target realisasi co-firing diharapkan mencapai masing-masing 2,83 juta ton pada 2024 dan 10,20 juta ton pada 2025. 

Bisnis biomassa juga dilirik pelaku bisnis skala besar seperti PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA).

Direktur Utama OASA Bobby Gafur Umar menjelaskan pihaknya berencana bisnis transisi energi dari hulu sampai hilir dengan proyek terdekat akan dibangun di Pulau Bangka.

Proyek itu arahnya mengelola biomassa dengan target produksi 9.000 ton per bulan. Salah satunya untuk memasok biomassa PLTU Air Anyir.

Tahun depan, OASA akan membuat proyek serupa di Lebak Banten; Blora, Jawa Tengah; dan Nusa Tenggara Barat. Masing-masing merupakan penyediaan biomassa untuk pembangkit listrik seperti PLTU Labuan Banten dan PLTU Rembang.

“Semuanya memanfaatkan limbah pertanian dan kehutanan kawasan setempat, dan akan dipergunakan juga untuk cofiring PLTU sekitar kawasan masing-masing. Bahkan, untuk proyek kami di Bangka, kami sedang menjajaki potensi membangun PLTBm,” ujarnya.

Bobby menjelaskan bisnis biomassa melibatkan sisi upstream langsung dari masyarakat sebagai bagian dari ekonomi kerakyatan. Maka dari itu, OASA bekerja sama dengan pemerintah daerah, BUMD, sampai BUMDes dalam rangka membuat rantai pasok biomassa.


Penulis : Aziz Rahardyan

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024