Stories - 21 October 2024

Purnawirawan dalam Pemerintahan, Mengapa Eks-TNI/Polri Masih Relevan?

Militer terus memainkan peran signifikan dalam politik Indonesia, terbukti dari banyaknya purnawirawan TNI/Polri yang menduduki posisi penting dalam kabinet Prabowo Subianto.


Ilustrasi di bawah sepatu lars/ Indoprogress

Context.id, JAKARTA – Jenderal Purn TNI Prabowo Subianto, yang baru saja dilantik sebagai presiden tanpa menunda-nunda segera mengumumkan kabinet barunya.

Sebenarnya dalam beberapa hari menjelang pelantikan, publik telah mendapatkan bocoran mengenai susunan kabinet, berkat serangkaian pertemuan yang dilakukan Prabowo dengan para calon pejabatnya.

Menariknya, meski kini memimpin negara, Prabowo tampaknya belum sepenuhnya melepaskan bayang-bayang karier militernya. Hal ini tercermin dari banyaknya purnawirawan TNI dan Polri yang terlibat dalam kabinetnya. 

Sebanyak sembilan purnawirawan TNI dari berbagai matra dan tingkat perwira, serta lima purnawirawan Polri, mengisi posisi menteri dan wakil menteri.

Bahkan, ada satu perwira aktif, ajudan Prabowo yakni Mayor TNI Teddy Indra Wijaya, yang diangkat menjadi Sekretaris Kabinet. 

Sebagian besar purnawirawan ini juga masih merasakan dampak dari pengalaman mereka sebagai anggota ABRI, yang sebelumnya mencakup TNI dan Polri dalam satu kesatuan.

Fenomena keterlibatan mantan militer dalam pemerintahan bukanlah hal baru. Sejak era Soeharto, militer telah menjadi tulang punggung politik Indonesia.

Setelah reformasi 1998, pengaruh militer dalam politik terus berlanjut, terlihat dari keterlibatan eks-militer dalam pemerintahan dari BJ Habibie hingga Joko Widodo.

Aktor utama politik

Hubungan antara militer Indonesia (TNI/Polri) dan politik adalah aspek penting untuk memahami dinamika kekuasaan di negara ini. Sejak proklamasi kemerdekaan, militer berfungsi tidak hanya sebagai penjaga kedaulatan, tetapi juga sebagai aktor kunci dalam politik nasional.

Setelah runtuhnya Orde Baru, harapan untuk memisahkan militer dari politik muncul, namun tantangan tetap ada.

Indonesianis dari University of Melbourne Harold Crouch, dalam bukunya The Indonesian Military After the New Order, menjelaskan meski ada usaha untuk mengurangi pengaruh politik TNI, masyarakat sering kali masih melihat TNI sebagai simbol stabilitas, terutama di daerah rawan konflik.

Kehadiran mantan perwira militer di posisi politik penting, termasuk presiden SBY setelah reformasi, menunjukkan bahwa TNI masih mempertahankan kekuatan yang signifikan dalam pengambilan keputusan.

Senada, Indonesianis ANU, Edward Aspinall dalam bukunya Military Politics and Democratization in Indonesia, menekankan meskipun ada desakan untuk memisahkan militer dari politik, keterlibatan TNI tetap tidak terhindarkan. 

Banyak mantan perwira TNI kini berkarier sebagai anggota legislatif dan pejabat daerah, menunjukkan bahwa interaksi antara TNI dan partai politik tetap kuat.

Kehadiran tokoh-tokoh seperti Prabowo, Luhut Binsar Pandjaitan, Moeldoko, dan Wiranto dalam kabinet sebelumnya menambah dimensi baru dalam hubungan ini. 

Nama-nama lama tersebut tetap relevan, bahkan setelah pensiun dari dinas militer, menunjukkan pengalaman mereka di militer dimanfaatkan untuk menghadapi tantangan keamanan dan ekonomi yang kompleks.

Namun, kehadiran eks-militer dalam kabinet juga menimbulkan pertanyaan mengenai potensi dominasi militer dalam politik.

Ada kekhawatiran bahwa keberadaan mereka dapat memperkuat pengaruh TNI dalam proses pengambilan keputusan, yang berpotensi mengganggu jalannya demokrasi.

Terlebih lagi, belakangan ini santer soal isu kembalinya dwifungsi ABRI/TNI dengan rencana revisi UU TNI yang memperbolehkan TNI menduduki jabatan sipil, sama seperti era Orde Baru. 

Generasi muda eks-militer
Di luar jenderal-jenderal senior, terdapat pula generasi muda militer yang kini aktif dalam pemerintahan. Misalnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra sulung presiden keenam RI, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan juga sebagai menko di kabinet Prabowo. 

Sugiono, mantan prajurit Kopassus yang bergabung dengan Partai Gerindra, kini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, sementara Iftitah Sulaiman dan Ossy Dermawan juga mengisi posisi penting dalam pemerintahan.

Nama-nama di atas rata-rata masih sangat muda dan memilih pensiun dini di level perwira pertama atau menengah, seperti Lettu, Mayor dan Letkol untuk masuk dalam dunia politik. 

Memang sejak era reformasi, TNI dituntut untuk lebih modern dan membatasi perannya di luar militer. Kebanyakan yang terjun ke dunia politik telah memilih pensiun dini, sehingga memiliki hak untuk berpolitik sebagai warga sipil.

Kehadiran jenderal purnawirawan dalam kabinet menunjukkan adanya saling ketergantungan yang kompleks antara militer dan politik di Indonesia.

Penting bagi TNI untuk menjalankan perannya dengan profesionalisme dan komitmen pada prinsip-prinsip demokrasi, sembari membatasi pengaruh para senior yang terjun ke politik.

Keseimbangan ini menjadi kunci untuk menjaga stabilitas politik dan demokrasi yang sehat di Indonesia.


Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Melihat Perjuangan Yahya Sinwar, Pemimpin Hamas yang Dibunuh Israel

Israel mengumumkan telah membunuh Yahya Sinwar, pemimpin Hamas. Kematiannya menjadi kemenangan Israel tapi dianggap martir oleh para pendukungnya.

Naufal Jauhar Nazhif | 24-10-2024

Kecemasan Tidur di Era Digital, Fenomena Sleepmaxxing dan Orthosomnia

Obsesi tidur sempurna justru bisa menambah kecemasan, padahal kualitas tidur lebih tentang perasaan segar dan bugar saat bangun.

Context.id | 24-10-2024

Penting! Ini Alasan Mengapa Ponsel Harus Dimatikan Seminggu Sekali

Ponsel akan menghentikan sementara semua proses yang berjalan di latar belakang, termasuk malware yang mungkin tidak kita sadari sedang aktif.

Context.id | 23-10-2024

Mati dalam Kesendirian, Fenomena di Negara Asia

Kematian kesepian di Asia menunjukkan perlunya membangun koneksi sosial yang nyata dan mengatasi stigma kesehatan mental untuk mendukung generasi muda

Context.id | 23-10-2024