Revisi UU TNI dan Polri Dinilai Bahayakan HAM
Pembahasan undang-undang strategis seperti revisi UU TNI dan revisi UU Polri harusnya memperhatikan aspirasi publik
Context.id, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai revisi UU TNI dan Polri bisa membahayakan hak asasi manusia (HAM).
Arif Maulana dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan koalisi menolak segala pembahasan UU tersebut di periode DPR saat ini karena terdapat sejumlah masalah krusial yang membahayakan HAM.
Penolakan itu didasarkan dari dokumen naskah akademik yang beredar di publik, serta proses pembahasan yang minim evaluasi dan partisipasi publik.
“Selain membahayakan HAM juga merusak tata kelola negara hukum dan demokrasi, serta proses pembahasan yang tidak demokratis. Karena itu kami merasa perlu menyatakan sikap,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (24/7/2024).
Koalisi memandang pembahasan undang-undang strategis seperti revisi UU TNI dan revisi UU Polri harusnya memperhatikan aspirasi publik.
BACA JUGA
Pasalnya kedua regulasi tersebut sangat berdampak langsung pada hak-hak warga negara termasuk HAM dan juga demokrasi secara luas.
Mengingat periode DPR masa bakti 2019-2024 segera berakhir, koalisi mengkhawatirkan akan terjadi pola pembahasan yang transaksional dan mengabaikan kritik dan usulan penting masyarakat sipil.
Selain itu, secara etika politik, koalisi memandang semestinya tidak boleh ada pembahasan kebijakan dan UU baru yang strategis.
Mereka menilai, di tengah masa transisi DPR dan pemerintah, sudah semestinya para pemangku kepentingan mempersiapkan transisi yang baik dengan tidak mengubah kebijakan terkait UU tersebut.
Koalisi juga menilai perancangan revisi UU TNI dan UU Polri yang sedari awal tidak melibatkan publik, mencerminkan bahwa revisi kedua UU tersebut bukanlah untuk kepentingan publik melainkan kepentingan politik dan segelintir kelompok tertentu.
Mereka juga melihat substansi revisi UU TNI dan UU Polri sarat masalah mulai dari peran kedua aparat negara yang begitu intrusif hingga pemberian kewenangan yang eksesif untuk TNI-Polri.
Pengaturan yang problematik tersebut, dikhawatirkan akan melemahkan dan memundurkan agenda reformasi TNI dan Polri tetapi juga akan berdampak langsung pada terlanggarnya hak-hak warga negara.
RELATED ARTICLES
Revisi UU TNI dan Polri Dinilai Bahayakan HAM
Pembahasan undang-undang strategis seperti revisi UU TNI dan revisi UU Polri harusnya memperhatikan aspirasi publik
Context.id, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai revisi UU TNI dan Polri bisa membahayakan hak asasi manusia (HAM).
Arif Maulana dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan koalisi menolak segala pembahasan UU tersebut di periode DPR saat ini karena terdapat sejumlah masalah krusial yang membahayakan HAM.
Penolakan itu didasarkan dari dokumen naskah akademik yang beredar di publik, serta proses pembahasan yang minim evaluasi dan partisipasi publik.
“Selain membahayakan HAM juga merusak tata kelola negara hukum dan demokrasi, serta proses pembahasan yang tidak demokratis. Karena itu kami merasa perlu menyatakan sikap,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (24/7/2024).
Koalisi memandang pembahasan undang-undang strategis seperti revisi UU TNI dan revisi UU Polri harusnya memperhatikan aspirasi publik.
BACA JUGA
Pasalnya kedua regulasi tersebut sangat berdampak langsung pada hak-hak warga negara termasuk HAM dan juga demokrasi secara luas.
Mengingat periode DPR masa bakti 2019-2024 segera berakhir, koalisi mengkhawatirkan akan terjadi pola pembahasan yang transaksional dan mengabaikan kritik dan usulan penting masyarakat sipil.
Selain itu, secara etika politik, koalisi memandang semestinya tidak boleh ada pembahasan kebijakan dan UU baru yang strategis.
Mereka menilai, di tengah masa transisi DPR dan pemerintah, sudah semestinya para pemangku kepentingan mempersiapkan transisi yang baik dengan tidak mengubah kebijakan terkait UU tersebut.
Koalisi juga menilai perancangan revisi UU TNI dan UU Polri yang sedari awal tidak melibatkan publik, mencerminkan bahwa revisi kedua UU tersebut bukanlah untuk kepentingan publik melainkan kepentingan politik dan segelintir kelompok tertentu.
Mereka juga melihat substansi revisi UU TNI dan UU Polri sarat masalah mulai dari peran kedua aparat negara yang begitu intrusif hingga pemberian kewenangan yang eksesif untuk TNI-Polri.
Pengaturan yang problematik tersebut, dikhawatirkan akan melemahkan dan memundurkan agenda reformasi TNI dan Polri tetapi juga akan berdampak langsung pada terlanggarnya hak-hak warga negara.
POPULAR
RELATED ARTICLES