Ketika Militer Meksiko Ikuti Jejak Tentara Indonesia Era Orba
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez memberikan izin kepada militer untuk masuk dalam dunia bisnis dan mengelola layanan publik.
Context.id, JAKARTA - Militer Meksiko mengikuti jejak Indonesia di bawah orde baru yang memberikan akses bagi militer untuk menguasai perekonomian.
Ya, pada masa lama serta orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto, militer Indonesia juga berkiprah di dunia bisnis maupun layanan publik melalui doktrin dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Umumnya para petinggi militer itu memimpin perusahaan negara seperti Ibnu Sutowo di Pertamina atau menjadi gubernur suatu provinsi.
Pada masa reformasi, doktrin dwifungsi dicabut dengan harapan militer bisa lebih profesional. Istilah beken saat itu adalah saatnya militer kembali ke barak. Selain itu, bisnis-bisnis yang ditangani oleh pihak militer pun diserahkan kepada negara.
Apa yang sudah ditinggalkan tentara Indonesia kini malah dijalankan oleh Meksiko. Bisnis yang dikendalikan oleh kaum berbaju loreng kian menggurita.
Di penghujung 2023, militer Meksiko meluncurkan maskapai penerbangan komersial Mexicana.
Maskapai ini sebelumnya merupakan perusahaan milik negara namun kemudian diprivatisasikan yang pada akhirnya mengalami kebangkrutan. Sekarang, perusahaan ini kembali dibangkitkan dan berada di bawah kendali militer.
Seperti dilansir South China Morning Post, perusahaan induk maskapai penerbangan yang dikelola militer ini kini juga mengoperasikan sekitar selusin bandara, hotel, kereta api, layanan bea cukai negara, dan taman wisata.
Jenderal Luís Cresencio Sandoval, Sekretaris Militer Meksiko bahkan mengatakan bahwa militer turut berbisnis adalah hal yang lumrah di negara-negara maju.
Eksistensi militer dalam berbagai aspek dunia usaha serta kehidupan masyarakat Meksiko mendapat kritik dari berbagai pihak.
Salah satunya adalah aktivis suku Maya, Sara Lopez. Pada September tahun lalu, dia mengkritisi Mayan Train, proyek infrastruktur terbesar di Meksiko yang melintasi Tanjung Yucatan.
“Ini adalah hal-hal yang menyebabkan kerusakan. Di masyarakat, baik Garda Nasional [pasukan keamanan sipil, namun sebagian besar terdiri dari personel militer] dan tentara hadir. Masyarakat mengatakan kepada kami bahwa mereka telah kehilangan kedamaian yang dulu mereka miliki. Di sana adalah komunitas yang diserbu, dampaknya sangat kuat,” ujarnya seperti yang dilansir globalissues.org.
Geliat aparat militer dalam dunia bisnis Meksikko terjadi setelah Presiden Andrés Manuel López Obrador, mengalihkan administrasi pelabuhan, bandara, dan transportasi kereta api ke Sekretariat Pertahanan Nasional.
Aleida Azamar, peneliti Autonomous Metropolitan University, berpendapat bahwa personel berseragam loreng tidak siap untuk tugas-tugas bisnis ini.
“Militer tidak dilatih untuk melakukan banyak fungsi. Pemerintah prihatin dengan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, dan untuk mempertahankan model tersebut, mereka menempatkan militer sebagai penanggung jawabnya. Mereka pikir hal itu akan dicapai melalui proyek infrastruktur dan ekstraktif,”kata Azamar.
Azamar melihat, dalam pandangan pemerintah, cara tercepat untuk menyelesaikannya segala masalah adalah dengan pendekatan militeristik.
"Karena lebih sulit bagi masyarakat untuk melakukan perlawanan ketika mereka melihat seseorang membawa senjata. Ini bukanlah solusi yang paling memadai,” ujar Azamar
RELATED ARTICLES
Ketika Militer Meksiko Ikuti Jejak Tentara Indonesia Era Orba
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez memberikan izin kepada militer untuk masuk dalam dunia bisnis dan mengelola layanan publik.
Context.id, JAKARTA - Militer Meksiko mengikuti jejak Indonesia di bawah orde baru yang memberikan akses bagi militer untuk menguasai perekonomian.
Ya, pada masa lama serta orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto, militer Indonesia juga berkiprah di dunia bisnis maupun layanan publik melalui doktrin dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Umumnya para petinggi militer itu memimpin perusahaan negara seperti Ibnu Sutowo di Pertamina atau menjadi gubernur suatu provinsi.
Pada masa reformasi, doktrin dwifungsi dicabut dengan harapan militer bisa lebih profesional. Istilah beken saat itu adalah saatnya militer kembali ke barak. Selain itu, bisnis-bisnis yang ditangani oleh pihak militer pun diserahkan kepada negara.
Apa yang sudah ditinggalkan tentara Indonesia kini malah dijalankan oleh Meksiko. Bisnis yang dikendalikan oleh kaum berbaju loreng kian menggurita.
Di penghujung 2023, militer Meksiko meluncurkan maskapai penerbangan komersial Mexicana.
Maskapai ini sebelumnya merupakan perusahaan milik negara namun kemudian diprivatisasikan yang pada akhirnya mengalami kebangkrutan. Sekarang, perusahaan ini kembali dibangkitkan dan berada di bawah kendali militer.
Seperti dilansir South China Morning Post, perusahaan induk maskapai penerbangan yang dikelola militer ini kini juga mengoperasikan sekitar selusin bandara, hotel, kereta api, layanan bea cukai negara, dan taman wisata.
Jenderal Luís Cresencio Sandoval, Sekretaris Militer Meksiko bahkan mengatakan bahwa militer turut berbisnis adalah hal yang lumrah di negara-negara maju.
Eksistensi militer dalam berbagai aspek dunia usaha serta kehidupan masyarakat Meksiko mendapat kritik dari berbagai pihak.
Salah satunya adalah aktivis suku Maya, Sara Lopez. Pada September tahun lalu, dia mengkritisi Mayan Train, proyek infrastruktur terbesar di Meksiko yang melintasi Tanjung Yucatan.
“Ini adalah hal-hal yang menyebabkan kerusakan. Di masyarakat, baik Garda Nasional [pasukan keamanan sipil, namun sebagian besar terdiri dari personel militer] dan tentara hadir. Masyarakat mengatakan kepada kami bahwa mereka telah kehilangan kedamaian yang dulu mereka miliki. Di sana adalah komunitas yang diserbu, dampaknya sangat kuat,” ujarnya seperti yang dilansir globalissues.org.
Geliat aparat militer dalam dunia bisnis Meksikko terjadi setelah Presiden Andrés Manuel López Obrador, mengalihkan administrasi pelabuhan, bandara, dan transportasi kereta api ke Sekretariat Pertahanan Nasional.
Aleida Azamar, peneliti Autonomous Metropolitan University, berpendapat bahwa personel berseragam loreng tidak siap untuk tugas-tugas bisnis ini.
“Militer tidak dilatih untuk melakukan banyak fungsi. Pemerintah prihatin dengan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, dan untuk mempertahankan model tersebut, mereka menempatkan militer sebagai penanggung jawabnya. Mereka pikir hal itu akan dicapai melalui proyek infrastruktur dan ekstraktif,”kata Azamar.
Azamar melihat, dalam pandangan pemerintah, cara tercepat untuk menyelesaikannya segala masalah adalah dengan pendekatan militeristik.
"Karena lebih sulit bagi masyarakat untuk melakukan perlawanan ketika mereka melihat seseorang membawa senjata. Ini bukanlah solusi yang paling memadai,” ujar Azamar
POPULAR
RELATED ARTICLES