Stories - 21 October 2024

Social Studies, Film yang Menguak Sisi Negatif Media Sosial bagi Remaja

Social Studies mengungkap dampak negatif media sosial pada kesehatan mental remaja dan mendorong perbaikan platform untuk kesejahteraan mereka.


Ilustrasi remaja bermain medsos/FX Networks

Context.id, JAKARTA - Dua puluh tahun yang lalu, platform seperti MySpace dan Facebook memulai era media sosial yang penuh inspirasi. 

Namun, dalam dua dekade sejak itu, dunia daring telah berkembang menjadi tempat yang penuh tantangan bagi generasi muda, terutama Generasi Z, yang tidak pernah mengenal hidup tanpa media sosial. 

Melalui koneksi yang memudahkan segalanya, media sosial kini juga membawa tantangan besar, terutama dalam hal kesehatan mental. 

Media sosial disoroti sebagai kontributor signifikan dalam krisis kesehatan mental remaja. Bahkan banyak yang menyarankan platform media sosial harus dilengkapi dengan label peringatan.

Sutradara Lauren Greenfield, dalam serial dokumenter barunya Social Studies, membawa kita lebih dalam ke dunia remaja yang tumbuh di tengah hiruk-pikuk media sosial. 

Dokumenter ini menyajikan potret yang mengkhawatirkan dan tak terbantahkan tentang bagaimana media sosial memengaruhi generasi yang tak pernah hidup tanpa dunia digital.

Kehidupan Gen Z
Dalam dokumenter Social Studies, Greenfield mengikuti kehidupan remaja di beberapa sekolah menengah atas di Los Angeles selama satu tahun ajaran penuh. 

Kehidupan itu menggambarkan mulai dari obsesi terhadap gebetan, mendaftar ke perguruan tinggi, menghadiri pesta prom, hingga menghadapi dismorfia tubuh dan intimidasi, serial ini menunjukkan dampak sosial yang mendalam pada anak muda. 

"Film ini sangat berbeda bagi saya," kata Greenfield, yang terkenal dengan dokumenternya tentang budaya populer seperti The Queen of Versailles dan Generation Wealth seperti dikutip dari Wired.  

Dia menganggap para remaja dalam film ini sebagai “rekan penyelidik,” sebuah kolaborasi yang menjadikan pengalaman mereka sebagai inti dari cerita.

Selama proses pengambilan gambar, Greenfield tidak hanya merekam aktivitas remaja di sekolah, tetapi juga meminta mereka untuk mendokumentasikan penggunaan media sosial mereka dengan rekaman layar. 

Totalnya ada 2.000 jam rekaman layar yang diambil para siswa, di samping 1.200 jam pengambilan gambar utama oleh Greenfield dan timnya. 

Kombinasi ini memberikan pandangan yang mendalam dan belum pernah ada sebelumnya tentang dunia remaja yang terus-menerus terhubung secara daring.

Ketagihan digital
Serial ini bukan sekadar kritik terhadap media sosial. Greenfield menegaskan media sosial bukanlah sepenuhnya buruk, tetapi juga tidak sepenuhnya baik. 

"Generasi ini adalah generasi pertama yang lahir di era digital. Media sosial telah menjadi pengaruh terbesar dalam kehidupan mereka, lebih besar dari pengaruh orang tua, teman, atau sekolah, terutama setelah pandemi Covid-19," jelasnnya.  

Dari film itu terlihat jelas media sosial membawa dampak positif seperti koneksi antarpribadi dan peluang kewirausahaan. 

Namun, ada sisi gelap yang tidak bisa diabaikan, seperti algoritma yang acak dan mengarahkan ke tontonan tidak mendidik, budaya perbandingan yang tak henti-hentinya, hingga gangguan mental yang serius seperti gangguan makan dan keinginan bunuh diri.

Salah satu siswa dalam serial ini, Jonathan, menggambarkan media sosial sebagai "penyelamat tetapi juga senjata yang terisi peluru." 

Ungkapan ini menunjukkan betapa rumitnya hubungan anak muda dengan media sosial. 

Greenfield menekankan penting bagi kita untuk mengubah desain platform ini agar menjaga hal-hal baik, sambil meminimalkan dampak buruk yang beracun bagi anak-anak.

Langkah selanjutnya? 
Greenfield mengungkap meskipun banyak orang tua yang penuh kasih, mereka sering kali tidak memahami sejauh mana dampak media sosial terhadap anak-anak mereka. 

"Banyak orang tua yang tidak tahu apa yang terjadi di kehidupan media sosial anak-anak mereka," ungkapnya. 

Dokumenter ini membuka mata kita terhadap ketidaktahuan orang tua, guru, dan administrator tentang masalah yang dihadapi generasi muda. 

Akibatnya, remaja sering kali harus saling membantu mengatasi tantangan ini. Beberapa siswa dalam serial ini bahkan mendirikan hotline krisis atau membuat podcast tentang isu-isu yang mereka hadapi, seperti citra tubuh.

Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah jurang yang semakin lebar antara generasi ini dengan orang tua mereka. 

Ivy, salah satu siswa, tumbuh di keluarga yang terpecah secara politik, dengan ibunya memiliki pandangan konservatif yang tajam tentang vaksin dan identitas gender. 

Kisah keluarga ini, menurut Greenfield, mencerminkan bagaimana algoritma media sosial dapat memecah-belah masyarakat dan bahkan keluarga.

Meskipun tantangan yang dihadapi Generasi Z tampak berat, Greenfield melihat ada harapan. 

Dalam episode terakhir serial ini, Sydney, salah satu siswa, membandingkan bahaya media sosial dengan bahaya rokok bagi kesehatan. 

"Begitu kita tahu bahwa rokok berbahaya bagi kanker paru-paru, kita bertindak. Dan sekarang kita tahu ada hubungan antara media sosial, kesehatan mental, gangguan makan, dan bunuh diri," katanya.

Menurut Greenfield, langkah selanjutnya adalah mengambil tindakan yang lebih tegas untuk mengatasi dampak negatif media sosial. 

Ini bisa melalui regulasi yang lebih ketat, meminta perusahaan teknologi untuk bertanggung jawab atas algoritma mereka, atau memberlakukan aturan yang mirip dengan penerbit media tradisional.

Pada akhirnya, Social Studies adalah sebuah panggilan untuk bertindak bukan hanya untuk para remaja yang terus-menerus terhubung, tetapi juga untuk kita semua. 

Dokumenter ini menantang kita untuk memahami dunia daring yang telah kita ciptakan dan bagaimana kita bisa memperbaikinya untuk generasi mendatang.


Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Revolusi Bahasa di Tangan Gen Z

Di tangan Gen Z, media sosial membuat perkembangan bahasa menjadi lebih cepat bahkan melahirkan kosakata baru

Context.id | 22-10-2024

Mengapa Autisme Lebih Sering Dialami Anak Laki-Laki? Ini Penjelasannya

Peneliti menemukan petunjuk dari kromosom Y yang menjadi salah satu faktor mengapa anak laki lebih sering terkena autisme ketimbang perempuan

Context.id | 22-10-2024

Mengapa Pelajar Asia Timur Unggul dalam Prestasi Akademik Global?

Tradisi budaya yang menekankan disiplin keras dan penguasaan ilmu dasar menjadi salah satu faktor siswa Asia Timur unggul secara akademis

Context.id | 22-10-2024

Bermodal Membangun Bandara Baru, Bisakah Kamboja Saingi Singapura?

Kamboja berencana membangun Bandara Internasional Techo Takhmao seharga US 1,2 miliar untuk menyaingi Singapura, dengan kapasitas penumpang hingga ...

Naufal Jauhar Nazhif | 22-10-2024