Share

Home Stories

Stories 18 Oktober 2024

Wiski Jepang Kalahkan Skotlandia: Era Baru Industri Wiski Dunia

Wiski Jepang mengalahkan Skotlandia dalam kompetisi, mencerminkan pertumbuhan pesat pasar wiski di Asia yang diproyeksikan mencapai US 89,2 miliar pada tahun 2024.

Wiski Jepang/Decanter

Context.id, JAKARTA – Pada Agustus lalu, ada catatan sejarah baru bagi dunia wiski, ketika Jepang berhasil mengalahkan Skotlandia dalam sebuah kompetisi mencicipi wiski di Glasgow. 

Acara ini terinspirasi oleh "The Judgement of Paris" pada tahun 1976 dan diprakarsai oleh Craig Harper dari Fever-Tree, yang mengundang lima juri terkemuka untuk mencicipi sepuluh drum wiski tanpa mengetahui asalnya.

Dawn Davis, kepala pembeli di The Whisky Exchange, hadir sebagai salah satu juri dan menyoroti tantangan yang dihadapi wiski Skotlandia dalam mempertahankan tradisinya di tengah meningkatnya popularitas wiski Jepang. 

Kemenangan ini, seperti dilansir The Telegraph, mencerminkan evolusi budaya dan selera konsumen yang kini lebih menghargai inovasi dan kompleksitas dalam pembuatan produk.

Sejarah wiski Jepang dimulai dari perjalanan Masataka Taketsuru, pemuda dari Hiroshima yang belajar tentang pembuatan wiski di Skotlandia.



Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke Jepang untuk mendirikan penyulingan pertama yang kini dikenal sebagai Suntory. 

Saat ini, Jepang memiliki 44 penyulingan, meskipun masih jauh dibandingkan dengan hampir 150 penyulingan di Skotlandia.

Salah satu perbedaan mencolok antara kedua jenis wiski adalah penggunaan tong Mizunara di Jepang. Mizunara, sejenis kayu ek Jepang, dikenal karena porositasnya yang tinggi, memungkinkan interaksi lebih mendalam antara kayu dan minuman. 

Namun, produksi kayu ini memerlukan waktu tumbuh sekitar 200 tahun, yang berdampak pada harga wiski Jepang yang cenderung tinggi.

Para pencicip berlisensi menyebutkan bahwa wiski Jepang terkenal enak dan mahal berkat penggunaan bahan baku berkualitas tinggi.

Beras dan air yang digunakan dalam proses penyulingan dipilih dengan teliti, dengan perhatian pada sumber air yang bersih dan kaya mineral. 

Proses penyulingan yang detail dan perhatian terhadap fermentasi serta penyimpanan semakin memperkuat karakter dan kualitas wiski tersebut.

Kemenangan Jepang ini tidak hanya menunjukkan keunggulan teknik dan cita rasa, tetapi juga menggambarkan pergeseran preferensi konsumen global.

Di tengah tren ini, pasar wiski global terus berkembang, dengan proyeksi pendapatan mencapai US$89,2 miliar pada tahun 2024, menurut catatan Statista. 

Angka ini mencakup US$65,7 miliar dari penjualan di rumah dan US$23,5 miliar dari penjualan di restoran dan bar.

Pasar Asia, khususnya, menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, menggantikan Uni Eropa sebagai pembeli terbesar wiski Scotch.

Perusahaan-perusahaan besar seperti Pernod Ricard dan Diageo berinvestasi besar dalam pemasaran untuk menarik konsumen Asia agar beralih ke wiski premium.

Di Singapura, misalnya, pasar wiski telah berkembang pesat dengan pertumbuhan penjualan mencapai 59% pada paruh pertama 2023.

Dengan semakin banyaknya penggemar wiski di Asia, termasuk ritual pernikahan yang melibatkan wiski Scotch, bisa dipastikan bahwa masa depan industri ini akan semakin cerah.

Asia, dengan populasi besar dan meningkatnya daya beli, siap menjadi pasar utama bagi produk-produk premium di dunia wiski.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 18 Oktober 2024

Wiski Jepang Kalahkan Skotlandia: Era Baru Industri Wiski Dunia

Wiski Jepang mengalahkan Skotlandia dalam kompetisi, mencerminkan pertumbuhan pesat pasar wiski di Asia yang diproyeksikan mencapai US 89,2 miliar pada tahun 2024.

Wiski Jepang/Decanter

Context.id, JAKARTA – Pada Agustus lalu, ada catatan sejarah baru bagi dunia wiski, ketika Jepang berhasil mengalahkan Skotlandia dalam sebuah kompetisi mencicipi wiski di Glasgow. 

Acara ini terinspirasi oleh "The Judgement of Paris" pada tahun 1976 dan diprakarsai oleh Craig Harper dari Fever-Tree, yang mengundang lima juri terkemuka untuk mencicipi sepuluh drum wiski tanpa mengetahui asalnya.

Dawn Davis, kepala pembeli di The Whisky Exchange, hadir sebagai salah satu juri dan menyoroti tantangan yang dihadapi wiski Skotlandia dalam mempertahankan tradisinya di tengah meningkatnya popularitas wiski Jepang. 

Kemenangan ini, seperti dilansir The Telegraph, mencerminkan evolusi budaya dan selera konsumen yang kini lebih menghargai inovasi dan kompleksitas dalam pembuatan produk.

Sejarah wiski Jepang dimulai dari perjalanan Masataka Taketsuru, pemuda dari Hiroshima yang belajar tentang pembuatan wiski di Skotlandia.



Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke Jepang untuk mendirikan penyulingan pertama yang kini dikenal sebagai Suntory. 

Saat ini, Jepang memiliki 44 penyulingan, meskipun masih jauh dibandingkan dengan hampir 150 penyulingan di Skotlandia.

Salah satu perbedaan mencolok antara kedua jenis wiski adalah penggunaan tong Mizunara di Jepang. Mizunara, sejenis kayu ek Jepang, dikenal karena porositasnya yang tinggi, memungkinkan interaksi lebih mendalam antara kayu dan minuman. 

Namun, produksi kayu ini memerlukan waktu tumbuh sekitar 200 tahun, yang berdampak pada harga wiski Jepang yang cenderung tinggi.

Para pencicip berlisensi menyebutkan bahwa wiski Jepang terkenal enak dan mahal berkat penggunaan bahan baku berkualitas tinggi.

Beras dan air yang digunakan dalam proses penyulingan dipilih dengan teliti, dengan perhatian pada sumber air yang bersih dan kaya mineral. 

Proses penyulingan yang detail dan perhatian terhadap fermentasi serta penyimpanan semakin memperkuat karakter dan kualitas wiski tersebut.

Kemenangan Jepang ini tidak hanya menunjukkan keunggulan teknik dan cita rasa, tetapi juga menggambarkan pergeseran preferensi konsumen global.

Di tengah tren ini, pasar wiski global terus berkembang, dengan proyeksi pendapatan mencapai US$89,2 miliar pada tahun 2024, menurut catatan Statista. 

Angka ini mencakup US$65,7 miliar dari penjualan di rumah dan US$23,5 miliar dari penjualan di restoran dan bar.

Pasar Asia, khususnya, menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, menggantikan Uni Eropa sebagai pembeli terbesar wiski Scotch.

Perusahaan-perusahaan besar seperti Pernod Ricard dan Diageo berinvestasi besar dalam pemasaran untuk menarik konsumen Asia agar beralih ke wiski premium.

Di Singapura, misalnya, pasar wiski telah berkembang pesat dengan pertumbuhan penjualan mencapai 59% pada paruh pertama 2023.

Dengan semakin banyaknya penggemar wiski di Asia, termasuk ritual pernikahan yang melibatkan wiski Scotch, bisa dipastikan bahwa masa depan industri ini akan semakin cerah.

Asia, dengan populasi besar dan meningkatnya daya beli, siap menjadi pasar utama bagi produk-produk premium di dunia wiski.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Manggarai Jaksel, Nama dari Tangisan Budak yang Rindu Pulang

Manggarai bukan hanya soal transit dan padatnya penumpang, tapi juga tentang memori perbudakan dan akar budaya dari Timur Indonesia

Renita Sukma . 31 July 2025

Pasar Jatinegara atau Pasar Mester? Ini Asal-Usul Nama Jatinegara

Nama Jatinegara menyimpan jejak panjang dari masa kolonial, ketika wilayah ini masih disebut Meester Cornelis

Renita Sukma . 31 July 2025

Onomatoplay Retail: Pengalaman Belanja yang ‘Disajikan’ Bak Hidangan

Pernahkah kamu melihat toko/merek non-makanan menyajikan produk bak hidangan? Mereka tak sekadar menjual, tapi menawarkan pengalaman personal yang ...

Context.id . 30 July 2025

Beras Bisa Bikin Bir Non-Alkohol Lebih Enak?

Bir yang dibuat dengan beras memiliki rasa worty yang lebih rendah, karena kadar aldehida yang lebih sedikit

Renita Sukma . 25 July 2025