Tiga Raksasa Jepang Tarik Diri dari Sponsor Olimpiade, Apa Penyebabnya?
Tiga sponsor utama Komite Olimpiade Internasional (IOC) Jepang mengakhiri kontrak mereka. IOC akan fokus mengincar sponsor Timur Tengah
Context.id, JAKARTA - Jika anda melihat beberapa kali pertandingan olahraga di ajang olimpiade, pastinya juga menjumpai beberapa nama perusahaan besar terpampang dalam venue atau tempat pertandingannya.
Perusahaan terkenal Jepang seperti Toyota, Panasonic dan Bridgestone selalu terlibat sebagai sponsor dalam olimpiade. Namun, setelah Olimpiade Paris 2024 kemarin, tiga gergasi perusahaan Jepang ini mundur sebagai sponsor pada olimpiade mendatang.
Keputusan mundur ini diawali dari Toyota yang mengajukan pengunduran diri sebagai sponsor sejak Mei lalu. Ketiganya termasuk dalam 15 sponsor Olimpiade TOP. Sponsor TOP olimpiade di antaranya ABInBev, Airbnb, Alibaba, Allianz, Atos, Bridgestone, Coca-Cola, Deloitte, Intel, Omega, Panasonic, P&G, Samsung, Toyota dan Visa.
Ke-15 sponsor tersebut telah membayar total lebih dari $2 miliar kepada Komite Olimpiade Internasional (IOC) dalam siklus Olimpiade empat tahun terakhir.
Toyota Motor Corp (TMC) mengonfirmasi pihaknya tidak akan memperbarui sponsornya setelah Olimpiade Paris, yang ditutup pada bulan Agustus seperti dikutip dari Japan Times. Ketua TMC Akio Toyoda mengatakan dalam pertemuan dealer AS bulan lalu tujuan IOC tidak sesuai dengan visi pembuat mobil tersebut.
BACA JUGA
"Sejujurnya, saya tidak yakin mereka (IOC) benar-benar fokus mengutamakan manusia. Bagi saya, Olimpiade seharusnya hanya tentang menyaksikan atlet dari semua lapisan masyarakat dengan segala jenis tantangan mencapai [tujuan] mereka yang mustahil," kata Toyoda.
Kendati mundur sebagai salah satu sponsor utama, Toyoda berjanji untuk terus memberikan dukungan finansial kepada atlet Olimpiade dan Paralimpiade individu, serta Paralimpiade.
Toyota dilaporkan memiliki kontrak yang nilainya mencapai $835 juta, yang merupakan kontrak terbesar IOC saat diumumkan pada tahun 2015. Kontrak tersebut mencakup empat Olimpiade yang dimulai dengan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 di Korea Selatan hingga Olimpiade dan Paralimpiade Paris yang baru saja selesai.
Selain Toyota, produsen ban Bridgestone Corp yang menjadi sponsor Olimpiade sejak 2014 pada minggu ini juga menyatakan tidak akan memperbarui kesepakatannya dengan IOC setelah tahun ini.
"Keputusan ini diambil setelah evaluasi terhadap strategi merek korporat perusahaan yang terus berkembang dan komitmen ulangnya terhadap platform olahraga bermotor global yang lebih endemik," kata perusahaan yang berpusat di Tokyo itu dalam sebuah pernyataan resminya seperti dikutip dari AP.
Senada, raksasa elektronik Panasonic Corp yang lebih lama lagi menjadi sponsor IOC, tepatnya sejak 1987, bulan lalu mengatakan akan mengakhiri sponsorship-nya dan tidak memberikan alasan. Keputusan itu diambil setelah meninjau bagaimana sponsorship harus berkembang.
Olimpiade kotor
Keputusan perusahaan Jepang mundur dari olimpiade tidak terlepas juga dari persoalan Olimpiade Tokyo yang diliputi skandal korupsi terkait dengan sponsor lokal dan pemberian kontrak.
Dentsu Inc., perusahaan pemasaran dan hubungan masyarakat Jepang yang besar, merupakan bagian pemasaran Olimpiade Tokyo dan berhasil mengumpulkan dana sponsor lokal sebesar US$3,3 miliar. Ini terpisah dari sponsor TOP.
Jaksa Prancis juga menyelidiki dugaan pembelian suara dalam keputusan IOC pada tahun 2013 untuk memilih Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2020.
IOC memperoleh pendapatan sebesar US$7,6 miliar dalam siklus empat tahun terakhir yang berakhir dengan Olimpiade Tokyo. Angka-angka belum dirilis untuk siklus yang berakhir dengan Olimpiade Paris.
Sponsor-sponsor utama IOC membayar lebih dari US$2 miliar pada periode tersebut. Angka tersebut dapat mencapai $3 miliar pada siklus berikutnya.
Jepang secara resmi menghabiskan $13 miliar untuk Olimpiade Tokyo, setidaknya setengahnya adalah uang publik. Audit pemerintah menunjukkan biaya sebenarnya dua kali lipat dari itu.
Laporan lembaga akuntan
Mengacu laporan Deloitte dalam Deloitte Sports Industry Outlook 2023, kondisi acara olahraga, khususnya Olimpiade, yang mungkin sudah kehilangan daya tarik bagi perusahaan besar, termasuk perusahaan Jepang.
Banyak perusahaan mulai menilai kembali sponsor dan investasi mereka dalam acara olahraga besar seperti Olimpiade, terutama karena meningkatnya biaya penyelenggaraan dan potensi risiko reputasi. Ketidakpastian terkait kesehatan publik, seperti pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, membuat perusahaan lebih berhati-hati.
Selain itu, konsumen saat ini lebih memperhatikan nilai sosial dan lingkungan dari merek yang mereka dukung. Banyak perusahaan Jepang yang memilih untuk mundur dari sponsor Olimpiade karena konsumen mereka lebih memilih pendekatan yang lebih berkelanjutan.
Tidak jauh berbeda, PwC Sports Survey yang dirilis pada 2023 juga memperlihatkan bagaimana perusahaan besar memperhatikan banyak acara besar seperti Olimpiade sering kali menghadapi kritik terkait biaya dan isu sosial, yang dapat memengaruhi reputasi mereka.
Perusahaan kini lebih cermat dalam mengevaluasi keuntungan dari sponsor, menggunakan data analitik untuk menilai efektivitas kampanye mereka. Ada peningkatan minat pada sponsorship yang menawarkan peluang keterlibatan digital, yang memungkinkan perusahaan menjangkau audiens dengan cara yang lebih interaktif.
RELATED ARTICLES
Tiga Raksasa Jepang Tarik Diri dari Sponsor Olimpiade, Apa Penyebabnya?
Tiga sponsor utama Komite Olimpiade Internasional (IOC) Jepang mengakhiri kontrak mereka. IOC akan fokus mengincar sponsor Timur Tengah
Context.id, JAKARTA - Jika anda melihat beberapa kali pertandingan olahraga di ajang olimpiade, pastinya juga menjumpai beberapa nama perusahaan besar terpampang dalam venue atau tempat pertandingannya.
Perusahaan terkenal Jepang seperti Toyota, Panasonic dan Bridgestone selalu terlibat sebagai sponsor dalam olimpiade. Namun, setelah Olimpiade Paris 2024 kemarin, tiga gergasi perusahaan Jepang ini mundur sebagai sponsor pada olimpiade mendatang.
Keputusan mundur ini diawali dari Toyota yang mengajukan pengunduran diri sebagai sponsor sejak Mei lalu. Ketiganya termasuk dalam 15 sponsor Olimpiade TOP. Sponsor TOP olimpiade di antaranya ABInBev, Airbnb, Alibaba, Allianz, Atos, Bridgestone, Coca-Cola, Deloitte, Intel, Omega, Panasonic, P&G, Samsung, Toyota dan Visa.
Ke-15 sponsor tersebut telah membayar total lebih dari $2 miliar kepada Komite Olimpiade Internasional (IOC) dalam siklus Olimpiade empat tahun terakhir.
Toyota Motor Corp (TMC) mengonfirmasi pihaknya tidak akan memperbarui sponsornya setelah Olimpiade Paris, yang ditutup pada bulan Agustus seperti dikutip dari Japan Times. Ketua TMC Akio Toyoda mengatakan dalam pertemuan dealer AS bulan lalu tujuan IOC tidak sesuai dengan visi pembuat mobil tersebut.
BACA JUGA
"Sejujurnya, saya tidak yakin mereka (IOC) benar-benar fokus mengutamakan manusia. Bagi saya, Olimpiade seharusnya hanya tentang menyaksikan atlet dari semua lapisan masyarakat dengan segala jenis tantangan mencapai [tujuan] mereka yang mustahil," kata Toyoda.
Kendati mundur sebagai salah satu sponsor utama, Toyoda berjanji untuk terus memberikan dukungan finansial kepada atlet Olimpiade dan Paralimpiade individu, serta Paralimpiade.
Toyota dilaporkan memiliki kontrak yang nilainya mencapai $835 juta, yang merupakan kontrak terbesar IOC saat diumumkan pada tahun 2015. Kontrak tersebut mencakup empat Olimpiade yang dimulai dengan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 di Korea Selatan hingga Olimpiade dan Paralimpiade Paris yang baru saja selesai.
Selain Toyota, produsen ban Bridgestone Corp yang menjadi sponsor Olimpiade sejak 2014 pada minggu ini juga menyatakan tidak akan memperbarui kesepakatannya dengan IOC setelah tahun ini.
"Keputusan ini diambil setelah evaluasi terhadap strategi merek korporat perusahaan yang terus berkembang dan komitmen ulangnya terhadap platform olahraga bermotor global yang lebih endemik," kata perusahaan yang berpusat di Tokyo itu dalam sebuah pernyataan resminya seperti dikutip dari AP.
Senada, raksasa elektronik Panasonic Corp yang lebih lama lagi menjadi sponsor IOC, tepatnya sejak 1987, bulan lalu mengatakan akan mengakhiri sponsorship-nya dan tidak memberikan alasan. Keputusan itu diambil setelah meninjau bagaimana sponsorship harus berkembang.
Olimpiade kotor
Keputusan perusahaan Jepang mundur dari olimpiade tidak terlepas juga dari persoalan Olimpiade Tokyo yang diliputi skandal korupsi terkait dengan sponsor lokal dan pemberian kontrak.
Dentsu Inc., perusahaan pemasaran dan hubungan masyarakat Jepang yang besar, merupakan bagian pemasaran Olimpiade Tokyo dan berhasil mengumpulkan dana sponsor lokal sebesar US$3,3 miliar. Ini terpisah dari sponsor TOP.
Jaksa Prancis juga menyelidiki dugaan pembelian suara dalam keputusan IOC pada tahun 2013 untuk memilih Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2020.
IOC memperoleh pendapatan sebesar US$7,6 miliar dalam siklus empat tahun terakhir yang berakhir dengan Olimpiade Tokyo. Angka-angka belum dirilis untuk siklus yang berakhir dengan Olimpiade Paris.
Sponsor-sponsor utama IOC membayar lebih dari US$2 miliar pada periode tersebut. Angka tersebut dapat mencapai $3 miliar pada siklus berikutnya.
Jepang secara resmi menghabiskan $13 miliar untuk Olimpiade Tokyo, setidaknya setengahnya adalah uang publik. Audit pemerintah menunjukkan biaya sebenarnya dua kali lipat dari itu.
Laporan lembaga akuntan
Mengacu laporan Deloitte dalam Deloitte Sports Industry Outlook 2023, kondisi acara olahraga, khususnya Olimpiade, yang mungkin sudah kehilangan daya tarik bagi perusahaan besar, termasuk perusahaan Jepang.
Banyak perusahaan mulai menilai kembali sponsor dan investasi mereka dalam acara olahraga besar seperti Olimpiade, terutama karena meningkatnya biaya penyelenggaraan dan potensi risiko reputasi. Ketidakpastian terkait kesehatan publik, seperti pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, membuat perusahaan lebih berhati-hati.
Selain itu, konsumen saat ini lebih memperhatikan nilai sosial dan lingkungan dari merek yang mereka dukung. Banyak perusahaan Jepang yang memilih untuk mundur dari sponsor Olimpiade karena konsumen mereka lebih memilih pendekatan yang lebih berkelanjutan.
Tidak jauh berbeda, PwC Sports Survey yang dirilis pada 2023 juga memperlihatkan bagaimana perusahaan besar memperhatikan banyak acara besar seperti Olimpiade sering kali menghadapi kritik terkait biaya dan isu sosial, yang dapat memengaruhi reputasi mereka.
Perusahaan kini lebih cermat dalam mengevaluasi keuntungan dari sponsor, menggunakan data analitik untuk menilai efektivitas kampanye mereka. Ada peningkatan minat pada sponsorship yang menawarkan peluang keterlibatan digital, yang memungkinkan perusahaan menjangkau audiens dengan cara yang lebih interaktif.
POPULAR
RELATED ARTICLES