Posisi Pusat Keuangan Global Swiss Diincar Hong Kong dan Singapura
Jaminan keamanan dan kerahasiaan perbankan Swiss mulai diragukan. Hong Kong dan Singapura ingin merebut posisi pusat keuangan global dari Swiss
Context.id, JAKARTA - Di balik panorama memukau pegunungan Alpen dan danau-danau tenang, Swiss telah lama menjadi tujuan utama bagi orang-orang kaya di seluruh dunia. Dalam brankas bawah tanah di bukit negara kecil ini, harta orang super kaya seluruh dunia disimpan dan dijaga ketat.
Salah satu fasilitas penyimpanan terbesar, Brünig Mega Safe, menawarkan layanan yang tidak hanya melindungi emas batangan, tetapi juga mobil klasik, dengan biaya yang setara dengan sebuah rumah di banyak negara.
Sejak abad ke-18, Swiss dikenal karena stabilitas politik dan kerahasiaan perbankannya. Siapa pun Anda, koruptor, perampok, diktator, pebisnis dan apapun agamanya selama bisa membayar akan dapat menyimpan harta di Swiss.
Namun, belakangan ini, fondasi kerahasiaan dan keamanan ini mulai retak.
Tekanan internasional untuk meningkatkan transparansi semakin mendesak, ditambah dengan runtuhnya Credit Suisse, memaksa negara ini untuk menghadapi tantangan dari pusat pengelolaan kekayaan baru di Asia, terutama Hong Kong dan Singapura.
BACA JUGA
Giorgio Pradelli, CEO EFG Bank, menilai persaingan ini sebagai ancaman nyata. "Singapura dan Hong Kong akan semakin penting sebagai pusat kekayaan lepas pantai," ungkapnya seperti dikutip dari Financial Today.
Proyeksi menunjukkan pada 2028, Hong Kong dapat melampaui Swiss dalam pengelolaan kekayaan global. Lonjakan kekayaan dari Tiongkok menjadi bahan bakar pertumbuhan yang pesat di kedua kota tersebut.
Sementara itu, Swiss, yang pernah menjadi pelopor, kini harus berjuang mempertahankan posisinya. Setelah undang-undang perbankan 1934 menetapkan kerahasiaan bank sebagai fondasi, kini Swiss menghadapi tuntutan transparansi yang semakin meningkat.
Kebocoran data dari Credit Suisse, yang mengungkap daftar klien kaya, semakin menambah tekanan bagi negara ini untuk beradaptasi.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 semakin menguji reputasi Swiss sebagai negara netral. Keputusan untuk menjatuhkan sanksi pada oligarki Rusia membuat banyak klien meragukan netralitas yang selama ini dijunjung tinggi.
Jimmy Lee, kepala Asia-Pasifik di Julius Baer, mengungkapkan pertanyaan tentang sikap netral Swiss sering kali muncul dalam diskusi dengan klien. "Jika rumah tetangga Anda terbakar, Anda tidak bisa tetap bersikap netral," katanya.
Kisah dua negara-kota
Di tengah gejolak geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, Hong Kong dan Singapura muncul sebagai dua negara-kota yang sering diperbandingkan dalam peran mereka sebagai pusat keuangan di Asia.
Sejak adanya pandemi dan juga krisis sosial di Hong Kong, kawasan ini sempat oleng. Hong Kong, yang dikenal sebagai jembatan antara pasar Barat dan daratan Tiongkok, menghadapi tantangan serius.
Menurut analisa Modern Diplomacy pada 2019, kerusuhan sosial di Hong Kong menciptakan ketidakpastian di kalangan investor.
Meskipun pasar modalnya lebih besar dan beragam, reputasinya sebagai pusat keuangan yang aman mulai tercoreng.
Di sisi lain, Singapura berhasil memanfaatkan situasi ini. Dengan strategi "negara kecil, diplomasi besar," Singapura menawarkan lingkungan yang lebih stabil dan ramah bagi para investor.
Banyak perusahaan multinasional yang sebelumnya beroperasi di Hong Kong mulai beralih ke Singapura, sementara modal yang mengalir keluar dari Hong Kong menemukan tempat yang lebih aman di sini.
Meskipun begitu, Singapura yang telah berhasil menarik banyak investasi, tetap berjuang untuk membuat perusahaan global mencatatkan saham di bursanya.
Selain itu,keterbatasan ruang dan dukungan yang lemah, perekonomiannya rentan terhadap dinamika internasional.
Ketahanan Hong Kong dalam menghadapi tantangan mencerminkan kemampuannya untuk beradaptasi dan berinovasi.
Terbukti, pada Indeks Pusat Keuangan Global 2024 seperti dilansir Economic Times, Hong Kong mampu mengungguli Singapura dan Swiss. Hong Kong berada di posisi 3, sementara Singapura di posisi 4.
New York dan London masing-masing di posisi 1 dan 2. Sedangkan Jenewa dan Zurich yang keduanya berada di Swiss hanya mampu bertengger di nomor 13 dan 17. Sangat jauh dari posisi Hong Kong dan Singapura.
Meskipun masa depan Hong Kong mungkin tidak akan pernah sama seperti dulu, ada harapan untuk kembali bangkit, sementara Singapura terus bersinar sebagai alternatif yang menjanjikan bagi para investor.
Indeks tersebut disusun oleh peneliti Z/Yen Partners dan China Development Institute yang, menilai 121 pusat keuangan dan menggunakan data serta hasil survei dari ribuan profesional jasa keuangan.
RELATED ARTICLES
Posisi Pusat Keuangan Global Swiss Diincar Hong Kong dan Singapura
Jaminan keamanan dan kerahasiaan perbankan Swiss mulai diragukan. Hong Kong dan Singapura ingin merebut posisi pusat keuangan global dari Swiss
Context.id, JAKARTA - Di balik panorama memukau pegunungan Alpen dan danau-danau tenang, Swiss telah lama menjadi tujuan utama bagi orang-orang kaya di seluruh dunia. Dalam brankas bawah tanah di bukit negara kecil ini, harta orang super kaya seluruh dunia disimpan dan dijaga ketat.
Salah satu fasilitas penyimpanan terbesar, Brünig Mega Safe, menawarkan layanan yang tidak hanya melindungi emas batangan, tetapi juga mobil klasik, dengan biaya yang setara dengan sebuah rumah di banyak negara.
Sejak abad ke-18, Swiss dikenal karena stabilitas politik dan kerahasiaan perbankannya. Siapa pun Anda, koruptor, perampok, diktator, pebisnis dan apapun agamanya selama bisa membayar akan dapat menyimpan harta di Swiss.
Namun, belakangan ini, fondasi kerahasiaan dan keamanan ini mulai retak.
Tekanan internasional untuk meningkatkan transparansi semakin mendesak, ditambah dengan runtuhnya Credit Suisse, memaksa negara ini untuk menghadapi tantangan dari pusat pengelolaan kekayaan baru di Asia, terutama Hong Kong dan Singapura.
BACA JUGA
Giorgio Pradelli, CEO EFG Bank, menilai persaingan ini sebagai ancaman nyata. "Singapura dan Hong Kong akan semakin penting sebagai pusat kekayaan lepas pantai," ungkapnya seperti dikutip dari Financial Today.
Proyeksi menunjukkan pada 2028, Hong Kong dapat melampaui Swiss dalam pengelolaan kekayaan global. Lonjakan kekayaan dari Tiongkok menjadi bahan bakar pertumbuhan yang pesat di kedua kota tersebut.
Sementara itu, Swiss, yang pernah menjadi pelopor, kini harus berjuang mempertahankan posisinya. Setelah undang-undang perbankan 1934 menetapkan kerahasiaan bank sebagai fondasi, kini Swiss menghadapi tuntutan transparansi yang semakin meningkat.
Kebocoran data dari Credit Suisse, yang mengungkap daftar klien kaya, semakin menambah tekanan bagi negara ini untuk beradaptasi.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 semakin menguji reputasi Swiss sebagai negara netral. Keputusan untuk menjatuhkan sanksi pada oligarki Rusia membuat banyak klien meragukan netralitas yang selama ini dijunjung tinggi.
Jimmy Lee, kepala Asia-Pasifik di Julius Baer, mengungkapkan pertanyaan tentang sikap netral Swiss sering kali muncul dalam diskusi dengan klien. "Jika rumah tetangga Anda terbakar, Anda tidak bisa tetap bersikap netral," katanya.
Kisah dua negara-kota
Di tengah gejolak geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, Hong Kong dan Singapura muncul sebagai dua negara-kota yang sering diperbandingkan dalam peran mereka sebagai pusat keuangan di Asia.
Sejak adanya pandemi dan juga krisis sosial di Hong Kong, kawasan ini sempat oleng. Hong Kong, yang dikenal sebagai jembatan antara pasar Barat dan daratan Tiongkok, menghadapi tantangan serius.
Menurut analisa Modern Diplomacy pada 2019, kerusuhan sosial di Hong Kong menciptakan ketidakpastian di kalangan investor.
Meskipun pasar modalnya lebih besar dan beragam, reputasinya sebagai pusat keuangan yang aman mulai tercoreng.
Di sisi lain, Singapura berhasil memanfaatkan situasi ini. Dengan strategi "negara kecil, diplomasi besar," Singapura menawarkan lingkungan yang lebih stabil dan ramah bagi para investor.
Banyak perusahaan multinasional yang sebelumnya beroperasi di Hong Kong mulai beralih ke Singapura, sementara modal yang mengalir keluar dari Hong Kong menemukan tempat yang lebih aman di sini.
Meskipun begitu, Singapura yang telah berhasil menarik banyak investasi, tetap berjuang untuk membuat perusahaan global mencatatkan saham di bursanya.
Selain itu,keterbatasan ruang dan dukungan yang lemah, perekonomiannya rentan terhadap dinamika internasional.
Ketahanan Hong Kong dalam menghadapi tantangan mencerminkan kemampuannya untuk beradaptasi dan berinovasi.
Terbukti, pada Indeks Pusat Keuangan Global 2024 seperti dilansir Economic Times, Hong Kong mampu mengungguli Singapura dan Swiss. Hong Kong berada di posisi 3, sementara Singapura di posisi 4.
New York dan London masing-masing di posisi 1 dan 2. Sedangkan Jenewa dan Zurich yang keduanya berada di Swiss hanya mampu bertengger di nomor 13 dan 17. Sangat jauh dari posisi Hong Kong dan Singapura.
Meskipun masa depan Hong Kong mungkin tidak akan pernah sama seperti dulu, ada harapan untuk kembali bangkit, sementara Singapura terus bersinar sebagai alternatif yang menjanjikan bagi para investor.
Indeks tersebut disusun oleh peneliti Z/Yen Partners dan China Development Institute yang, menilai 121 pusat keuangan dan menggunakan data serta hasil survei dari ribuan profesional jasa keuangan.
POPULAR
RELATED ARTICLES