Di Tengah Perang dan Pengungsian: Mengapa Warga Palestina Tak Mau Pergi?
Warga Palestina tetap bertahan di tengah perang karena keterikatan emosional terhadap tanah, identitas budaya, serta harapan akan masa depan yang lebih baik
Context.id, JAKARTA - Dalam kekacauan yang tak berujung, warga Palestina menunjukkan keteguhan yang luar biasa terhadap tanah air mereka. Meski terjebak dalam ketidakpastian dan kekerasan, banyak dari mereka menolak untuk meninggalkan wilayah yang terus memanas dan konflik tidak berujung itu.
Mungkin banyak orang di luar warga Palestina yang akan bertanya, mengapa mereka tidak pergi? Mengapa mereka tidak keluar, mengajukan suaka ke negara lain demi hidup yang lebih baik seperti yang dilakukan pengungsi dari negara Timur Tengah lainnya?
Pertanyaan yang pastinya banyak ditanyakan itu coba dijawab Ahmad Ibsais, warga AS yang juga keturunan Palestina sekaligus mahasiswa hukum di University Of Michigan Law School.
Dalam pandangan Ibsais, bagi warga Palestina, tempat yang mereka tinggali bukan hanya sekadar persoalan properti tapi juga rumah bagi nenek moyang mereka selama berabad-abad.
Pergi bukan hanya kehilangan tempat, tetapi juga kehilangan identitas dan warisan yang telah terjalin selama ini. Warga Palestina bersikukuh mempertahankannya meskipun ada ancaman dan kekerasan.
BACA JUGA
Ketahanan terhadap penindasan adalah simbol harapan bagi mereka.
Menurut Ibsais seperti dilansir dari Al Jazeera, Rabu (9/10) rakyat Palestina merasa keterikatan mereka dengan tanah ini adalah hal yang mendasar. Sejarah panjang yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan menciptakan ikatan emosional yang kuat.
Selama berabad-abad, kata Ibsais, Palestina telah menjadi pusat peradaban, dengan kota-kota seperti Yerusalem yang memiliki makna sejarah dan spiritual yang mendalam.
Yerusalem, sangat suci bukan hanya bagi umat Islam, tapi Kristen bahkan Yahudi sendiri dan itu menjadi simbol penting dalam identitas Palestina.
Akar diaspora
Sejak agresi militer Israel ke Palestina terutama di Gaza, ratusan diaspora Palestina di banyak negara termasuk di Amerika dan Eropa terus menggelar unjuk rasa sebagai bentuk solidaritas.
Bahkan seringkali aksi-aksi solidaritas itu diikuti dan diorganisir oleh mahasiswa atau warga yang bukan diaspora Palestina. Bahkan sempat ramai di kampus-kampus ternama baik di AS maupun Eropa yang menduduki kampus menolak agresi militer Israel.
Di Chicago, Rania, diaspora Palestina yang sedang studi mengatakan dirinya jauh secara fisik, tetapi Palestina selalu ada di hatinya. Meskipun ribuan kilometer terpisah dari tanah kelahiran mereka, warga diaspora Palestina di seluruh dunia tetap terhubung dengan akar mereka seperti ditulis Al Jazeera.
Omar, pemuda Palestina yang lahir di Brasil, mengekspresikan kerinduannya terhadap tanah yang tidak pernah ia lihat. "Kami adalah generasi yang merindukan tanah kami," katanya.
Setiap perayaan Hari Raya, dia mengundang teman-temannya untuk merasakan makanan tradisional dan mendengarkan cerita tentang Palestina yang diwariskan oleh orang tuanya. "Saya ingin mereka memahami dari mana saya berasal," tambahnya.
Sementara itu, Amina, seorang ibu yang tinggal di Kanada, mengajarkan anak-anaknya tentang sejarah Palestina. "Kita tidak bisa meninggalkan siapa kita," tegasnya. "Palestina akan selalu menjadi rumah kita, di mana pun kita berada."
Melansir Washington Post, survei yang mereka lakukan akhir 2023 lalu menunjukkan 82% responden dalam survei merasa lebih kuat dalam identitas mereka, meskipun berada dalam keadaan yang sangat menekan.
Alasan sejarah memainkan peran penting dalam keteguhan hati warga Palestina. Mereka melihat diri mereka sebagai penjaga warisan budaya dan sejarah yang kaya, dari zaman kuno hingga saat ini.
Pengusiran dan penjajahan selama beberapa dekade menjadi pengingat konstan akan pentingnya mempertahankan tanah yang telah menjadi saksi bisu dari perjalanan mereka dan identitas spiritual bangsa ini.
Agama juga merupakan faktor krusial dalam ikatan mereka dengan tanah Palestina. Kota Yerusalem, dengan Masjid Al-Aqsa, merupakan tempat suci bagi umat Islam dan memiliki nilai historis bagi umat Kristen.
RELATED ARTICLES
Di Tengah Perang dan Pengungsian: Mengapa Warga Palestina Tak Mau Pergi?
Warga Palestina tetap bertahan di tengah perang karena keterikatan emosional terhadap tanah, identitas budaya, serta harapan akan masa depan yang lebih baik
Context.id, JAKARTA - Dalam kekacauan yang tak berujung, warga Palestina menunjukkan keteguhan yang luar biasa terhadap tanah air mereka. Meski terjebak dalam ketidakpastian dan kekerasan, banyak dari mereka menolak untuk meninggalkan wilayah yang terus memanas dan konflik tidak berujung itu.
Mungkin banyak orang di luar warga Palestina yang akan bertanya, mengapa mereka tidak pergi? Mengapa mereka tidak keluar, mengajukan suaka ke negara lain demi hidup yang lebih baik seperti yang dilakukan pengungsi dari negara Timur Tengah lainnya?
Pertanyaan yang pastinya banyak ditanyakan itu coba dijawab Ahmad Ibsais, warga AS yang juga keturunan Palestina sekaligus mahasiswa hukum di University Of Michigan Law School.
Dalam pandangan Ibsais, bagi warga Palestina, tempat yang mereka tinggali bukan hanya sekadar persoalan properti tapi juga rumah bagi nenek moyang mereka selama berabad-abad.
Pergi bukan hanya kehilangan tempat, tetapi juga kehilangan identitas dan warisan yang telah terjalin selama ini. Warga Palestina bersikukuh mempertahankannya meskipun ada ancaman dan kekerasan.
BACA JUGA
Ketahanan terhadap penindasan adalah simbol harapan bagi mereka.
Menurut Ibsais seperti dilansir dari Al Jazeera, Rabu (9/10) rakyat Palestina merasa keterikatan mereka dengan tanah ini adalah hal yang mendasar. Sejarah panjang yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan menciptakan ikatan emosional yang kuat.
Selama berabad-abad, kata Ibsais, Palestina telah menjadi pusat peradaban, dengan kota-kota seperti Yerusalem yang memiliki makna sejarah dan spiritual yang mendalam.
Yerusalem, sangat suci bukan hanya bagi umat Islam, tapi Kristen bahkan Yahudi sendiri dan itu menjadi simbol penting dalam identitas Palestina.
Akar diaspora
Sejak agresi militer Israel ke Palestina terutama di Gaza, ratusan diaspora Palestina di banyak negara termasuk di Amerika dan Eropa terus menggelar unjuk rasa sebagai bentuk solidaritas.
Bahkan seringkali aksi-aksi solidaritas itu diikuti dan diorganisir oleh mahasiswa atau warga yang bukan diaspora Palestina. Bahkan sempat ramai di kampus-kampus ternama baik di AS maupun Eropa yang menduduki kampus menolak agresi militer Israel.
Di Chicago, Rania, diaspora Palestina yang sedang studi mengatakan dirinya jauh secara fisik, tetapi Palestina selalu ada di hatinya. Meskipun ribuan kilometer terpisah dari tanah kelahiran mereka, warga diaspora Palestina di seluruh dunia tetap terhubung dengan akar mereka seperti ditulis Al Jazeera.
Omar, pemuda Palestina yang lahir di Brasil, mengekspresikan kerinduannya terhadap tanah yang tidak pernah ia lihat. "Kami adalah generasi yang merindukan tanah kami," katanya.
Setiap perayaan Hari Raya, dia mengundang teman-temannya untuk merasakan makanan tradisional dan mendengarkan cerita tentang Palestina yang diwariskan oleh orang tuanya. "Saya ingin mereka memahami dari mana saya berasal," tambahnya.
Sementara itu, Amina, seorang ibu yang tinggal di Kanada, mengajarkan anak-anaknya tentang sejarah Palestina. "Kita tidak bisa meninggalkan siapa kita," tegasnya. "Palestina akan selalu menjadi rumah kita, di mana pun kita berada."
Melansir Washington Post, survei yang mereka lakukan akhir 2023 lalu menunjukkan 82% responden dalam survei merasa lebih kuat dalam identitas mereka, meskipun berada dalam keadaan yang sangat menekan.
Alasan sejarah memainkan peran penting dalam keteguhan hati warga Palestina. Mereka melihat diri mereka sebagai penjaga warisan budaya dan sejarah yang kaya, dari zaman kuno hingga saat ini.
Pengusiran dan penjajahan selama beberapa dekade menjadi pengingat konstan akan pentingnya mempertahankan tanah yang telah menjadi saksi bisu dari perjalanan mereka dan identitas spiritual bangsa ini.
Agama juga merupakan faktor krusial dalam ikatan mereka dengan tanah Palestina. Kota Yerusalem, dengan Masjid Al-Aqsa, merupakan tempat suci bagi umat Islam dan memiliki nilai historis bagi umat Kristen.
POPULAR
RELATED ARTICLES