Remaja, Hati-hati Curhat Secara Daring!
Mengapa remaja menceritakan rahasia mereka kepada orang asing secara daring?
Context.id, JAKARTA - Berbagai penelitian dan pengawasan menampilkan kekerasan dan mengungkapkan berbasis online atau dunia maya semakin meningkat. Hal ini dapat dipahami karena semakin banyaknya waktu yang dihabiskan di depan layar, ditambah dengan stres dan kecemasan yang dirasakan sebagian besar orang.
Media sosial telah mempengaruhi banyak remaja. Berbagai penelitian mendukung fakta media sosial menyebabkan gejala depresi pada remaja atau semua orang secara umum.
Sebuah penelitian yang dilakukan di University of Pennsylvania di AS menyetujui penggunaan media sosial yang cukup intens meningkatkan rasa kesetaraan dan depresi. Cyberbullying dan harapan yang tidak realistis alias sulit dipenuhi juga berkontribusi terhadap depresi atau kecemasan yang lebih parah pada remaja.
Masalah ini bermula dari media sosial yang menjadi pengungsi bagi para remaja yang merasa kurang perhatian atau mendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia nyata.
Kini, remaja biasanya berteman dengan orang asing secara berani, berbagi gambar eksplisit tentang diri mereka, dan menjalin ikatan yang erat dengan seseorang yang belum pernah mereka temui secara langsung.
BACA JUGA
Kenyataan ini mungkin membingungkan orang tua mereka.
Namun, yang sering gagal dipahami orang dewasa adalah dalam beberapa dekade terakhir, kita melihat seberapa sering remaja membina hubungan yang mendalam dengan orang asing secara berani dan tercengang melihat seberapa sering kepercayaan mereka dijadikan senjata untuk melakukan kekerasan.
Akibatnya, anak-anak remaja terutama perempuan rentan terjerat sextortion . Secara definisi, sextortion adalah pemerasan yang mencakup ancaman untuk menyakiti, mempermalukan, atau merugikan korban jika mereka tidak memenuhi tuntutan seksual pelaku.
Pelaku pun dapat memeras uang dari korban dengan ancaman akan menyebarkan konten seksual pribadi milik korban.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga belum lama ini mengatakan anak-anak remaja di Asean rentan terkena ancaman kekerasan termasuk sextortion.
Dalam lanskap digital yang berkembang pesat saat ini, anak-anak adalah populasi yang paling rentan menghadapi risiko tinggi di ranah berani, seperti eksploitasi dan pemahaman.
“Ancaman kekerasan di ranah bold tidak hanya terjadi di Indonesia tapi berbagai negara Asean juga menghadapi permasalahan yang memprihatinkan dengan maraknya mengungkap seksual anak, yang disiarkan secara langsung. Kawasan Asean menjadi pusat global kasus mengungkapkan seksual anak,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta pada Kamis (26/9).
Hasil penelitian Disrupting Harm dari UNICEF pada tahun 2022 menunjukkan antara 1 hingga sampai 20% anak-anak yang menggunakan internet di enam negara Asean telah mengalami beberapa bentuk eksploitasi seksual online dan memikirkan seksual online selama periode 12 bulan penelitian.
Hal yang lebih memprihatinkan lanjut Bintang, maraknya pelecehan seksual anak yang disiarkan langsung dan kawasan Asean telah menjadi pusat global kegiatan mengerikan tersebut. Untuk itu, diperlukan komitmen besar untuk melindungi anak-anak dalam segala aspek, termasuk lingkungan digital.
“Para pelaku menggunakan platform pembayaran online (daring) untuk mendanai dan mengendalikan kejahatan mereka. Mereka menargetkan anak-anak melalui promosi dan penipuan, atau bahkan memaksa mereka untuk memproduksi konten yang dibuat sendiri. Kondisi ini harus segera direspon dengan cepat dan terkoordinasi dengan baik,” ujarnya.
Bintang menilai, Indonesia harus memperkuat kerangka hukum dan memprioritaskan literasi digital dalam sistem pendidikan, sementara di tingkat regional, kolaborasi antara negara anggota Asean bersama dengan mitra global perlu dilakukan.
“Semua itu menjadi kunci untuk mengembangkan kebijakan yang kuat, yang melindungi hak dan keselamatan anak-anak di semua lingkungan digital dan menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap anak,” ucapnya.
Menekan media sosial
Tentu saja, tanpa platform media sosial untuk memfasilitasi hubungan ini, hubungan tersebut tidak akan ada dalam skala yang sama.
Ambil contoh Instagram, yang sering menjadi media untuk melakukan kekerasan seksual secara online setelah bertahun-tahun didesak soal keamanan daring, baru beberapa minggu lalu akhirnya menjadikan akun remaja sebagai akun pribadi secara default dan membatasi pesan pribadi untuk akun tersebut.
Hal inilah yang membuat kita yakin perusahaan teknologi masih harus diatur oleh pemerintah. Tentunya masih ada jaringan daring yang luas tempat para predator dapat dengan mudah berkomunikasi dan merayu anak-anak, sebagian besar tidak terhalang oleh langkah-langkah keamanan yang lemah.
Masalahnya, remaja tampaknya meremehkan bahaya ini atau menerimanya sebagai bagian dari kehidupan daring mereka. Melansir Mashable, sebagian besar remaja global yang disurvei pada 2023 mengatakan mereka memberi tahu kenalannya sesuatu atau rahasial yang belum pernah mereka bagikan kepada siapa pun sebelumnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Thorn, sebuah organisasi nirlaba yang membangun teknologi untuk melindungi anak-anak dari pelecehan seksual, para remaja dari seluruh dunia yang disurvei mengatakan curhat kepada seseorang yang mereka yakini sebagai orang dewasa dan tidak atau baru mereka kenal adalah hal biasa.
Artinya banyak responden yang tentunya remaja melihat hubungan daring dengan orang dewasa sebagai hal yang normal.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kesepian dan kecemasan meningkat serta orang tua terlalu memanjakan atau menekan anak-anak mereka hingga mereka berada dalam kondisi yang bisa dibilang rapuh menjadi salah satu penyebab.
Banyak anak yang kehilangan kesempatan penting untuk membuat pilihan yang membangun rasa percaya diri. Parahnya lagi, mereka terpapar konten-konten dari selebgram atau influencer yang terkadang menampilkan gaya hidup mewah dan bebas hampir setiap hari selama 24 jam.
Akhirnya, mereka merasa menemukan ketenangan dan jawaban tentang segala kegalauan di media sosial.
Tentunya tidak ada cara mudah untuk mengatasi masalah remaja yang menggunakan internet untuk mencari hubungan yang memuaskan dan menyenangkan namun seringkali menjadi sesuatu yang sangat mengerikan di belakangnya.
Bagi remaja yang tengah mencari hubungan yang bermakna atau teman curhat lebih baik mengandalkan teman sebaya dan orang dewasa yang tepercaya daripada menggunakan internet yang bagaikan dunia antah berantah.
Namun tentunya pemerintah bersama kelompok masyarakat yang peduli dengan keamanan dare harus memiliki upaya kolektif untuk mengatur perusahaan teknologi dan platform media sosial untuk menjadikan internet sebagai tempat yang jauh lebih aman bagi remaja untuk saling terhubung.
RELATED ARTICLES
Remaja, Hati-hati Curhat Secara Daring!
Mengapa remaja menceritakan rahasia mereka kepada orang asing secara daring?
Context.id, JAKARTA - Berbagai penelitian dan pengawasan menampilkan kekerasan dan mengungkapkan berbasis online atau dunia maya semakin meningkat. Hal ini dapat dipahami karena semakin banyaknya waktu yang dihabiskan di depan layar, ditambah dengan stres dan kecemasan yang dirasakan sebagian besar orang.
Media sosial telah mempengaruhi banyak remaja. Berbagai penelitian mendukung fakta media sosial menyebabkan gejala depresi pada remaja atau semua orang secara umum.
Sebuah penelitian yang dilakukan di University of Pennsylvania di AS menyetujui penggunaan media sosial yang cukup intens meningkatkan rasa kesetaraan dan depresi. Cyberbullying dan harapan yang tidak realistis alias sulit dipenuhi juga berkontribusi terhadap depresi atau kecemasan yang lebih parah pada remaja.
Masalah ini bermula dari media sosial yang menjadi pengungsi bagi para remaja yang merasa kurang perhatian atau mendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia nyata.
Kini, remaja biasanya berteman dengan orang asing secara berani, berbagi gambar eksplisit tentang diri mereka, dan menjalin ikatan yang erat dengan seseorang yang belum pernah mereka temui secara langsung.
BACA JUGA
Kenyataan ini mungkin membingungkan orang tua mereka.
Namun, yang sering gagal dipahami orang dewasa adalah dalam beberapa dekade terakhir, kita melihat seberapa sering remaja membina hubungan yang mendalam dengan orang asing secara berani dan tercengang melihat seberapa sering kepercayaan mereka dijadikan senjata untuk melakukan kekerasan.
Akibatnya, anak-anak remaja terutama perempuan rentan terjerat sextortion . Secara definisi, sextortion adalah pemerasan yang mencakup ancaman untuk menyakiti, mempermalukan, atau merugikan korban jika mereka tidak memenuhi tuntutan seksual pelaku.
Pelaku pun dapat memeras uang dari korban dengan ancaman akan menyebarkan konten seksual pribadi milik korban.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga belum lama ini mengatakan anak-anak remaja di Asean rentan terkena ancaman kekerasan termasuk sextortion.
Dalam lanskap digital yang berkembang pesat saat ini, anak-anak adalah populasi yang paling rentan menghadapi risiko tinggi di ranah berani, seperti eksploitasi dan pemahaman.
“Ancaman kekerasan di ranah bold tidak hanya terjadi di Indonesia tapi berbagai negara Asean juga menghadapi permasalahan yang memprihatinkan dengan maraknya mengungkap seksual anak, yang disiarkan secara langsung. Kawasan Asean menjadi pusat global kasus mengungkapkan seksual anak,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta pada Kamis (26/9).
Hasil penelitian Disrupting Harm dari UNICEF pada tahun 2022 menunjukkan antara 1 hingga sampai 20% anak-anak yang menggunakan internet di enam negara Asean telah mengalami beberapa bentuk eksploitasi seksual online dan memikirkan seksual online selama periode 12 bulan penelitian.
Hal yang lebih memprihatinkan lanjut Bintang, maraknya pelecehan seksual anak yang disiarkan langsung dan kawasan Asean telah menjadi pusat global kegiatan mengerikan tersebut. Untuk itu, diperlukan komitmen besar untuk melindungi anak-anak dalam segala aspek, termasuk lingkungan digital.
“Para pelaku menggunakan platform pembayaran online (daring) untuk mendanai dan mengendalikan kejahatan mereka. Mereka menargetkan anak-anak melalui promosi dan penipuan, atau bahkan memaksa mereka untuk memproduksi konten yang dibuat sendiri. Kondisi ini harus segera direspon dengan cepat dan terkoordinasi dengan baik,” ujarnya.
Bintang menilai, Indonesia harus memperkuat kerangka hukum dan memprioritaskan literasi digital dalam sistem pendidikan, sementara di tingkat regional, kolaborasi antara negara anggota Asean bersama dengan mitra global perlu dilakukan.
“Semua itu menjadi kunci untuk mengembangkan kebijakan yang kuat, yang melindungi hak dan keselamatan anak-anak di semua lingkungan digital dan menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap anak,” ucapnya.
Menekan media sosial
Tentu saja, tanpa platform media sosial untuk memfasilitasi hubungan ini, hubungan tersebut tidak akan ada dalam skala yang sama.
Ambil contoh Instagram, yang sering menjadi media untuk melakukan kekerasan seksual secara online setelah bertahun-tahun didesak soal keamanan daring, baru beberapa minggu lalu akhirnya menjadikan akun remaja sebagai akun pribadi secara default dan membatasi pesan pribadi untuk akun tersebut.
Hal inilah yang membuat kita yakin perusahaan teknologi masih harus diatur oleh pemerintah. Tentunya masih ada jaringan daring yang luas tempat para predator dapat dengan mudah berkomunikasi dan merayu anak-anak, sebagian besar tidak terhalang oleh langkah-langkah keamanan yang lemah.
Masalahnya, remaja tampaknya meremehkan bahaya ini atau menerimanya sebagai bagian dari kehidupan daring mereka. Melansir Mashable, sebagian besar remaja global yang disurvei pada 2023 mengatakan mereka memberi tahu kenalannya sesuatu atau rahasial yang belum pernah mereka bagikan kepada siapa pun sebelumnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Thorn, sebuah organisasi nirlaba yang membangun teknologi untuk melindungi anak-anak dari pelecehan seksual, para remaja dari seluruh dunia yang disurvei mengatakan curhat kepada seseorang yang mereka yakini sebagai orang dewasa dan tidak atau baru mereka kenal adalah hal biasa.
Artinya banyak responden yang tentunya remaja melihat hubungan daring dengan orang dewasa sebagai hal yang normal.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kesepian dan kecemasan meningkat serta orang tua terlalu memanjakan atau menekan anak-anak mereka hingga mereka berada dalam kondisi yang bisa dibilang rapuh menjadi salah satu penyebab.
Banyak anak yang kehilangan kesempatan penting untuk membuat pilihan yang membangun rasa percaya diri. Parahnya lagi, mereka terpapar konten-konten dari selebgram atau influencer yang terkadang menampilkan gaya hidup mewah dan bebas hampir setiap hari selama 24 jam.
Akhirnya, mereka merasa menemukan ketenangan dan jawaban tentang segala kegalauan di media sosial.
Tentunya tidak ada cara mudah untuk mengatasi masalah remaja yang menggunakan internet untuk mencari hubungan yang memuaskan dan menyenangkan namun seringkali menjadi sesuatu yang sangat mengerikan di belakangnya.
Bagi remaja yang tengah mencari hubungan yang bermakna atau teman curhat lebih baik mengandalkan teman sebaya dan orang dewasa yang tepercaya daripada menggunakan internet yang bagaikan dunia antah berantah.
Namun tentunya pemerintah bersama kelompok masyarakat yang peduli dengan keamanan dare harus memiliki upaya kolektif untuk mengatur perusahaan teknologi dan platform media sosial untuk menjadikan internet sebagai tempat yang jauh lebih aman bagi remaja untuk saling terhubung.
POPULAR
RELATED ARTICLES