Bahaya AI dalam Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)
Profesional yang sering ikut andil dalam aktivitas publik seperti aktivis, jurnalis, peneliti, musisi dan aktor rentan mengalami KBGO
Context.id, JAKARTA - Masifnya arus teknologi informasi nyatanya memunculkan modus atau cara-cara baru kekerasan seksual alias kekerasan gender berbasis online (KGBO). Serupa dengan tindakan di dunia nyata, KGBO dijembatani oleh perangkat teknologi dengan niatan melecehkan korban.
Dikutip dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet), beberapa kegiatan dapat diasosiasikan dengan kekerasan gender berbasis online seperti pelanggaran privasi (doxing dan memanipulasi data pribadi), pengawasan dan pemantauan (menguntit atau stalking, memantau pergerakkan secara offline atau online, menggunakan spyware tanpa persetujuan).
Selain itu ada pula perusakan reputasi atau kredibilitas (mencuri identitas, membuat konten palsu, membuat dan berbagi data pribadi yang salah), pelecehan (online harassment) ancaman langsung kekerasan seksual atau fisik, konten online yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual).
Ada juga ancaman dan kekerasan langsung (pemerasan seksual, perdagangan perempuan melalui teknologi, peniruan yang mengakibatkan serangan fisik), dan serta serangan yang ditargetkan ke komunitas tertentu.
Menurut riset Association for Progressive Communications (APC), terdapat tiga orang yang berisiko mengalami KBGO.
BACA JUGA
Pertama, seseorang yang terikat dalam hubungan intim. Kedua, profesional yang sering ikut andil dalam aktivitas publik (aktivis, jurnalis, penulis, peneliti, musisi, aktor, dan lain-lain). Ketiga, korban penyerangan fisik.
Terlebih, masifnya teknologi saat ini termasuk hadirnya artificial intelligence atau AI, membuat peluang terjadinya KBGO semakin terbuka. Salah satu penyalahgunaan AI adalah penggunaan teknologi pengganti wajah atau deep fake.
Deep fake adalah salah satu bentuk manipulasi digital yang dapat menempel wajah seseorang ke dalam foto atau video asli.
Penggunaan deep fake ini seringkali disalahgunakan dengan tujuan bejat. Sebagai contoh adalah foto manipulasi penyanyi terkenal Taylor Swift dengan unsur pornografi yang tersebar di platform X Januari lalu.
Data SAFEnet menemukan per September 2023, terdapat sekitar 647 aduan terkait KBGO. Terbanyak adalah ancaman penyebaran konten intim non-konsensual (NCII) dengan 236 kasus.
Sementara menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, selama 2022, jumlah aduan yang diterima terhadap kasus KBGO di ranah personal sebanyak 821 kasus. Untuk di ranah publik, jumlah aduannya sebanyak 876 kasus.
Dampak yang dialami oleh masing-masing korban KBGO ini pun berbeda-beda. Dilansir dari hypeabis, terdapat beberapa dampak yang serius seperti kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri.
Selain itu, akibat utama dari KBGO adalah adanya masyarakat yang memposisikan perempuan tidak lagi merasa aman secara online atau offline.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Bahaya AI dalam Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)
Profesional yang sering ikut andil dalam aktivitas publik seperti aktivis, jurnalis, peneliti, musisi dan aktor rentan mengalami KBGO
Context.id, JAKARTA - Masifnya arus teknologi informasi nyatanya memunculkan modus atau cara-cara baru kekerasan seksual alias kekerasan gender berbasis online (KGBO). Serupa dengan tindakan di dunia nyata, KGBO dijembatani oleh perangkat teknologi dengan niatan melecehkan korban.
Dikutip dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet), beberapa kegiatan dapat diasosiasikan dengan kekerasan gender berbasis online seperti pelanggaran privasi (doxing dan memanipulasi data pribadi), pengawasan dan pemantauan (menguntit atau stalking, memantau pergerakkan secara offline atau online, menggunakan spyware tanpa persetujuan).
Selain itu ada pula perusakan reputasi atau kredibilitas (mencuri identitas, membuat konten palsu, membuat dan berbagi data pribadi yang salah), pelecehan (online harassment) ancaman langsung kekerasan seksual atau fisik, konten online yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual).
Ada juga ancaman dan kekerasan langsung (pemerasan seksual, perdagangan perempuan melalui teknologi, peniruan yang mengakibatkan serangan fisik), dan serta serangan yang ditargetkan ke komunitas tertentu.
Menurut riset Association for Progressive Communications (APC), terdapat tiga orang yang berisiko mengalami KBGO.
BACA JUGA
Pertama, seseorang yang terikat dalam hubungan intim. Kedua, profesional yang sering ikut andil dalam aktivitas publik (aktivis, jurnalis, penulis, peneliti, musisi, aktor, dan lain-lain). Ketiga, korban penyerangan fisik.
Terlebih, masifnya teknologi saat ini termasuk hadirnya artificial intelligence atau AI, membuat peluang terjadinya KBGO semakin terbuka. Salah satu penyalahgunaan AI adalah penggunaan teknologi pengganti wajah atau deep fake.
Deep fake adalah salah satu bentuk manipulasi digital yang dapat menempel wajah seseorang ke dalam foto atau video asli.
Penggunaan deep fake ini seringkali disalahgunakan dengan tujuan bejat. Sebagai contoh adalah foto manipulasi penyanyi terkenal Taylor Swift dengan unsur pornografi yang tersebar di platform X Januari lalu.
Data SAFEnet menemukan per September 2023, terdapat sekitar 647 aduan terkait KBGO. Terbanyak adalah ancaman penyebaran konten intim non-konsensual (NCII) dengan 236 kasus.
Sementara menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, selama 2022, jumlah aduan yang diterima terhadap kasus KBGO di ranah personal sebanyak 821 kasus. Untuk di ranah publik, jumlah aduannya sebanyak 876 kasus.
Dampak yang dialami oleh masing-masing korban KBGO ini pun berbeda-beda. Dilansir dari hypeabis, terdapat beberapa dampak yang serius seperti kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri.
Selain itu, akibat utama dari KBGO adalah adanya masyarakat yang memposisikan perempuan tidak lagi merasa aman secara online atau offline.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES