Risiko Bunuh Diri Pada Dokter Wanita Capai 76%
Dalam A History of Physician Suicide in America, dokter merupakan salah satu dari beberapa kelompok pekerjaan yang mempunyai risiko kematian akibat bunuh diri yang tinggi
Context.id, JAKARTA - Tindakan bunuh diri merupakan tragedi yang dapat mempengaruhi keluarga, kerabat, bahkan negara serta berdampak panjang bagi orang-orang yang ditinggalkan. Belum lama ini, di Indonesia ramai soal dokter yang juga mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang bunuh diri.
Dokter Aulia mahasiswi PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegor, Jawa Tengah meninggal pada malam 12 Agustus 2024 di kamar kosnya, Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang. Ia meninggal diduga karena bunuh diri akibat bullying. Dugaan tersebut ramai dibicarakan di media sosial X.
Merujuk dari laporan badan kesehatan dunia (WHO), setiap tahunnya sebanyak 703.000 orang melakukan bunuh diri. Bunuh diri menjadi penyebab kematian keempat pada kelompok berusia 15–29 tahun secara global di tahun 2019.
Fenomena ini terjadi di semua wilayah dunia dan tidak terbatas pada negara dengan berpendapatan tinggi. Pada 2019, lebih dari 77% kasus bunuh diri secara global terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kasus bunuh diri terjadi secara impulsif yang disebabkan ketidakmampuan dalam mengatasi tekanan hidup, konflik kekerasan dan pelecehan, penyakit kronis, dan lain sebagainya.
BACA JUGA
Diperkirakan sekitar 20% kasus bunuh diri global dilakukan dengan cara menenggak racun. Metode lainnya dengan cara gantung diri atau menembak dengan senjata api.
Dalam A History of Physician Suicide in America, dokter merupakan salah satu dari beberapa kelompok pekerjaan yang mempunyai risiko kematian akibat bunuh diri yang tinggi.
Hal ini selaras dengan sebuah studi terbaru yang mengungkapkan bahwa dokter wanita mempunyai risiko bunuh diri lebih tinggi dibanding populasi umum sebesar 76%.
Studi yang diterbitkan dalam The BMJ berjudul “Suicide Rates among Physicians Compared with the General Population in Studies from 20 Countries: Gender Stratified Systematic Review and Meta-analysis” mencantumkan bukti analisis yang dilakukan di 20 negara terkait risiko bunuh diri pada dokter wanita.
Studi tersebut menyatakan meskipun angka bunuh diri di kalangan dokter menurun dari waktu ke waktu dan terdapat risiko yang bervariasi di berbagai negara. Hasilnya menyoroti perlunya penelitian dan upaya pencegahan yang berkelanjutan.
Perkiraan sebelumnya, satu dokter meninggal karena bunuh diri setiap hari di Amerika Serikat, dan sekitar satu orang dokter bunuh diri setiap 10 hari di Inggris. Namun ada ketidakkonsistenan bukti soal tingkat bunuh diri di kalangan dokter di berbagai negara.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Wina di Austria menganalisis hasil studi observasi yang terbit dari tahun 1960 sampai 2024, untuk membandingkan tingkat bunuh diri di antara dokter dengan masyarakat umum.
Para peneliti menganalisis 39 studi dari 20 negara. Hasilnya, tidak ditemukan peningkatan risiko bunuh diri pada dokter pria dibanding dengan masyarakat umum. Namun, risiko bunuh diri pada dokter wanita secara signifikan lebih tinggi sebesar 76% dari masyarakat umum.
Walaupun tidak ditemukan peningkatan risiko bunuh diri pada dokter pria, dalam analisis data terpisah mengungkap bahwa dokter pria mempunyai risiko bunuh diri yang lebih tinggi akibat status sosial-ekonomi dibanding kelompok profesional lainnya.
Analisis terhadap 10 studi terbaru yang dibandingkan dengan studi lama pun menunjukkan adanya penurunan tingkat bunuh diri dari waktu ke waktu baik pada dokter pria maupun wanita.
Kontributor: Fadlan Priatna
Catatan:
Jika Anda atau orang di sekitar Anda membutuhkan layanan konsultasi psikologi, berikut beberapa layanan yang bisa dijadikan referensi:
Hotline Kesehatan Mental dan Pencegahan Bunuh Diri: +62 811 3855 472 (L.I.S.A).
Daftar penyedia layanan konseling daring bisa dilihat di sini.
Daftar puskesmas dan rumah sakit penyedia layanan kesehatan mental di Jabodetabek bisa dilihat di sini.
RELATED ARTICLES
Risiko Bunuh Diri Pada Dokter Wanita Capai 76%
Dalam A History of Physician Suicide in America, dokter merupakan salah satu dari beberapa kelompok pekerjaan yang mempunyai risiko kematian akibat bunuh diri yang tinggi
Context.id, JAKARTA - Tindakan bunuh diri merupakan tragedi yang dapat mempengaruhi keluarga, kerabat, bahkan negara serta berdampak panjang bagi orang-orang yang ditinggalkan. Belum lama ini, di Indonesia ramai soal dokter yang juga mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang bunuh diri.
Dokter Aulia mahasiswi PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegor, Jawa Tengah meninggal pada malam 12 Agustus 2024 di kamar kosnya, Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang. Ia meninggal diduga karena bunuh diri akibat bullying. Dugaan tersebut ramai dibicarakan di media sosial X.
Merujuk dari laporan badan kesehatan dunia (WHO), setiap tahunnya sebanyak 703.000 orang melakukan bunuh diri. Bunuh diri menjadi penyebab kematian keempat pada kelompok berusia 15–29 tahun secara global di tahun 2019.
Fenomena ini terjadi di semua wilayah dunia dan tidak terbatas pada negara dengan berpendapatan tinggi. Pada 2019, lebih dari 77% kasus bunuh diri secara global terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kasus bunuh diri terjadi secara impulsif yang disebabkan ketidakmampuan dalam mengatasi tekanan hidup, konflik kekerasan dan pelecehan, penyakit kronis, dan lain sebagainya.
BACA JUGA
Diperkirakan sekitar 20% kasus bunuh diri global dilakukan dengan cara menenggak racun. Metode lainnya dengan cara gantung diri atau menembak dengan senjata api.
Dalam A History of Physician Suicide in America, dokter merupakan salah satu dari beberapa kelompok pekerjaan yang mempunyai risiko kematian akibat bunuh diri yang tinggi.
Hal ini selaras dengan sebuah studi terbaru yang mengungkapkan bahwa dokter wanita mempunyai risiko bunuh diri lebih tinggi dibanding populasi umum sebesar 76%.
Studi yang diterbitkan dalam The BMJ berjudul “Suicide Rates among Physicians Compared with the General Population in Studies from 20 Countries: Gender Stratified Systematic Review and Meta-analysis” mencantumkan bukti analisis yang dilakukan di 20 negara terkait risiko bunuh diri pada dokter wanita.
Studi tersebut menyatakan meskipun angka bunuh diri di kalangan dokter menurun dari waktu ke waktu dan terdapat risiko yang bervariasi di berbagai negara. Hasilnya menyoroti perlunya penelitian dan upaya pencegahan yang berkelanjutan.
Perkiraan sebelumnya, satu dokter meninggal karena bunuh diri setiap hari di Amerika Serikat, dan sekitar satu orang dokter bunuh diri setiap 10 hari di Inggris. Namun ada ketidakkonsistenan bukti soal tingkat bunuh diri di kalangan dokter di berbagai negara.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Wina di Austria menganalisis hasil studi observasi yang terbit dari tahun 1960 sampai 2024, untuk membandingkan tingkat bunuh diri di antara dokter dengan masyarakat umum.
Para peneliti menganalisis 39 studi dari 20 negara. Hasilnya, tidak ditemukan peningkatan risiko bunuh diri pada dokter pria dibanding dengan masyarakat umum. Namun, risiko bunuh diri pada dokter wanita secara signifikan lebih tinggi sebesar 76% dari masyarakat umum.
Walaupun tidak ditemukan peningkatan risiko bunuh diri pada dokter pria, dalam analisis data terpisah mengungkap bahwa dokter pria mempunyai risiko bunuh diri yang lebih tinggi akibat status sosial-ekonomi dibanding kelompok profesional lainnya.
Analisis terhadap 10 studi terbaru yang dibandingkan dengan studi lama pun menunjukkan adanya penurunan tingkat bunuh diri dari waktu ke waktu baik pada dokter pria maupun wanita.
Kontributor: Fadlan Priatna
Catatan:
Jika Anda atau orang di sekitar Anda membutuhkan layanan konsultasi psikologi, berikut beberapa layanan yang bisa dijadikan referensi:
Hotline Kesehatan Mental dan Pencegahan Bunuh Diri: +62 811 3855 472 (L.I.S.A).
Daftar penyedia layanan konseling daring bisa dilihat di sini.
Daftar puskesmas dan rumah sakit penyedia layanan kesehatan mental di Jabodetabek bisa dilihat di sini.
POPULAR
RELATED ARTICLES