Share

Home Stories

Stories 18 April 2024

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Memicu Depresi, Kenapa?

Data Kemenkes RI per Maret 2024 mencatat sebanyak 22,4 % atau sekitar 2.716 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi akibat PPDS.

Context.id, JAKARTA - Mayoritas calon dokter di Indonesia mengalami depresi saat mengikuti pendidikan program spesialis atau yang dikenal dengan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Berdasarkan data terbaru Kementerian Kesehatan RI per Maret 2024, sebanyak 22,4 % atau sekitar 2.716 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi akibat PPDS. 

Angka tersebut didapatkan dengan 0,6% mengalami depresi berat hingga memiliki keinginan untuk bunuh diri. Pada persentase tersebut, pendidikan spesialis anak meraih angka tertinggi yaitu sebanyak 381 orang.  

Bahkan, sebanyak 3,3% atau sekitar 399 calon dokter spesialis memiliki keinginan untuk melukai diri hingga bunuh diri melalui cara apapun. 

Dilansir Antara, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa depresi tersebut disebabkan oleh beban yang besar untuk mengemban pendidikan bersamaan dengan melayani rumah sakit. 



"Banyak yang mengatakan bahwa PPDS memiliki beban yang cukup besar. Beban besar itu yang menjadi kemungkinan peserta PPDS yang belajar dan melayani di rumah sakit vertikal berisiko mengalami depresi," ujar Khofifah.

Kejadian tersebut dapat menjadi evaluasi bagi sistem pendidikan di setiap rumah sakit. Dukungan yang penuh dari rumah sakit, keluarga, dan pemerintah sangatlah penting agar selama melaksanakan proses pendidikan dapat memberikan perhatian kepada para calon dokter spesialis.

Dekan FKKMK UGM, Yodi Mahendradhata menyarankan untuk melakukan pengurangan kemungkinan kegiatan terjadinya tindakan yang tidak sesuai dalam mekanisme pendidikan yang dapat memberikan pengaruh negatif. 

"Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi potensi penyimpangan aktivitas dalam mekanisme pendidikan yang berakibat pada kesehatan fisik dan mental mahasiswa," ucapnya. 

Menurut Yodi, PPDS seharusnya dapat membantu para calon dokter spesialis untuk berkembang dan meningkatkan kualitas pendidikannya tanpa menghiraukan kesehatan dan kesejahteraan para calon dokter tersebut. 

Kesehatan mental yang baik tersebut dapat dilakukan melalui pengaturan jam kerja yang kurang dari 80 jam per minggu, pemberian edukasi penanggulangan gejala-gejala depresi, hingga penyediaan layanan psikolog bagi seluruh mahasiswa calon dokter spesialis.

Penulis: Diandra Zahra



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Home Stories

Stories 18 April 2024

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Memicu Depresi, Kenapa?

Data Kemenkes RI per Maret 2024 mencatat sebanyak 22,4 % atau sekitar 2.716 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi akibat PPDS.

Context.id, JAKARTA - Mayoritas calon dokter di Indonesia mengalami depresi saat mengikuti pendidikan program spesialis atau yang dikenal dengan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Berdasarkan data terbaru Kementerian Kesehatan RI per Maret 2024, sebanyak 22,4 % atau sekitar 2.716 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi akibat PPDS. 

Angka tersebut didapatkan dengan 0,6% mengalami depresi berat hingga memiliki keinginan untuk bunuh diri. Pada persentase tersebut, pendidikan spesialis anak meraih angka tertinggi yaitu sebanyak 381 orang.  

Bahkan, sebanyak 3,3% atau sekitar 399 calon dokter spesialis memiliki keinginan untuk melukai diri hingga bunuh diri melalui cara apapun. 

Dilansir Antara, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa depresi tersebut disebabkan oleh beban yang besar untuk mengemban pendidikan bersamaan dengan melayani rumah sakit. 



"Banyak yang mengatakan bahwa PPDS memiliki beban yang cukup besar. Beban besar itu yang menjadi kemungkinan peserta PPDS yang belajar dan melayani di rumah sakit vertikal berisiko mengalami depresi," ujar Khofifah.

Kejadian tersebut dapat menjadi evaluasi bagi sistem pendidikan di setiap rumah sakit. Dukungan yang penuh dari rumah sakit, keluarga, dan pemerintah sangatlah penting agar selama melaksanakan proses pendidikan dapat memberikan perhatian kepada para calon dokter spesialis.

Dekan FKKMK UGM, Yodi Mahendradhata menyarankan untuk melakukan pengurangan kemungkinan kegiatan terjadinya tindakan yang tidak sesuai dalam mekanisme pendidikan yang dapat memberikan pengaruh negatif. 

"Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi potensi penyimpangan aktivitas dalam mekanisme pendidikan yang berakibat pada kesehatan fisik dan mental mahasiswa," ucapnya. 

Menurut Yodi, PPDS seharusnya dapat membantu para calon dokter spesialis untuk berkembang dan meningkatkan kualitas pendidikannya tanpa menghiraukan kesehatan dan kesejahteraan para calon dokter tersebut. 

Kesehatan mental yang baik tersebut dapat dilakukan melalui pengaturan jam kerja yang kurang dari 80 jam per minggu, pemberian edukasi penanggulangan gejala-gejala depresi, hingga penyediaan layanan psikolog bagi seluruh mahasiswa calon dokter spesialis.

Penulis: Diandra Zahra



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Konidin X Nobrands Luncurkan Sepatu Kekinian untuk Generasi Aktif

Konidin gandeng Nobrands luncurkan sepatu edisi terbatas \"The Unstoppable Step \" 14 April 2025, dorong semangat generasi muda terus maju tanpa batas

Media Digital . 17 April 2025

Bagaimana Efek Tarif Trump ke Pekerja Muda?

Tarif resiprokal atau tarif Trump tidak hanya berdampak pada pengusaha, namun juga pekerja muda. Seperti apa?

Renita Sukma . 16 April 2025

Trump Mau AI Ditenagai Batu Bara Indah dan Bersih, Apa Bisa?

Di mata Trump dan Amerika, batu bara adalah energi bersih yang ramah lingkungan

Noviarizal Fernandez . 15 April 2025

Google Gemini Kini Bisa Ubah Dokumen Jadi Podcast

Gemini bakal membacakan isi artikel atau laporan kamu, lengkap dengan intonasi ala penyiar podcast

Noviarizal Fernandez . 14 April 2025