Berantas Kejahatan Siber, Malaysia Terapkan Lisensi Medsos dan Pesan Instan
Regulasi membantu melawan peningkatan kejahatan di dunia maya seperti penipuan, cyber bullying, dan kejahatan seksual pada anak.
Context.id, JAKARTA - Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) yang bernaung di bawah Menteri Komunikasi Malaysia akan memberlakukan lisensi bagi platform media sosial dan perpesanan. Imbauan yang dikeluarkan pada 27 Juli 2024 ini akan berlaku secara efektif per tanggal 1 Januari 2025.
Melansir The Strait Times, pemberlakuan lisensi ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan daring yang aman bagi pengguna. Selain itu, regulasi tersebut akan membantu melawan peningkatan kejahatan di dunia maya seperti penipuan, cyber bullying, dan kejahatan seksual pada anak.
Platform media sosial dan perpesanan seperti Meta (Facebook, Instagram, dan WhatsApp), Google (Youtube dan Google Chat), TikTok, Telegram, dan X harus mengajukan lisensi dari pemerintah mulai 1 Agustus 2024.
Selama ini, platform tersebut tidak perlu melakukan perizinan dari pemerintah.
Rencana pemerintah Malaysia melisensikan platform media sosial dan perpesanan ini dianggap sebagai campur tangan pemerintah untuk mengawasi platform atau melakukan sensor secara ketat.
BACA JUGA
Bahkan, apabila platform tidak kunjung memperoleh lisensi setelah 1 Januari 2025, maka akan ada dianggap sebagai pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia.
Jika terbukti melanggar dan tidak mematuhi regulasi yang dibuat, seperti yang ditulis Nikkei Asia, platform akan dikenai denda hingga RM500 ribu (Rp 1,7 miliar).
Pemberlakuan lisensi ini menuai banyak protes dari berbagai pihak. The Asia Internet Coalition (AIC), asosiasi perdagangan yang dibentuk dalam menangani isu kebijakan publik dan pengembangan ekonomi internet di kawasan Asia Pasifik, mengatakan bahwa aturan tersebut akan menghambat inovasi dan membebani sektor bisnis.
AIC melayangkan tiga pucuk surat untuk Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Surat pertama menyebut bahwa regulasi ini tidak dapat diterapkan. Lalu, AIC merilis surat kedua dan ketiga.
Grab, salah satu anggota AIC kemudian menyatakan pihaknya tidak akan terdampak regulasi tersebut karena tidak dikelompokkan sebagai platform yang perlu dilisensikan.
Dalam menanggapi kritik soal pemberlakuan lisensi, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia mengatakan ada lebih dari 70 persen permintaan penghapusan konten yang merujuk perjudian dan penipuan daring.
Malaysia sendiri sudah lama melawan penyebaran konten berbahaya di media sosial. MCMC menerima lebih dari 3400 pengaduan soal ujaran kebencian di tahun 2020–2023.
Dalam periode sama, uang sebesar RM3,2 miliar hilang akibat penipuan daring. Perjudian juga diprediksi merugikan Departemen Keuangan sebesar RM2 miliar dalam pendapatan pajak setiap tahunnya.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Berantas Kejahatan Siber, Malaysia Terapkan Lisensi Medsos dan Pesan Instan
Regulasi membantu melawan peningkatan kejahatan di dunia maya seperti penipuan, cyber bullying, dan kejahatan seksual pada anak.
Context.id, JAKARTA - Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) yang bernaung di bawah Menteri Komunikasi Malaysia akan memberlakukan lisensi bagi platform media sosial dan perpesanan. Imbauan yang dikeluarkan pada 27 Juli 2024 ini akan berlaku secara efektif per tanggal 1 Januari 2025.
Melansir The Strait Times, pemberlakuan lisensi ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan daring yang aman bagi pengguna. Selain itu, regulasi tersebut akan membantu melawan peningkatan kejahatan di dunia maya seperti penipuan, cyber bullying, dan kejahatan seksual pada anak.
Platform media sosial dan perpesanan seperti Meta (Facebook, Instagram, dan WhatsApp), Google (Youtube dan Google Chat), TikTok, Telegram, dan X harus mengajukan lisensi dari pemerintah mulai 1 Agustus 2024.
Selama ini, platform tersebut tidak perlu melakukan perizinan dari pemerintah.
Rencana pemerintah Malaysia melisensikan platform media sosial dan perpesanan ini dianggap sebagai campur tangan pemerintah untuk mengawasi platform atau melakukan sensor secara ketat.
BACA JUGA
Bahkan, apabila platform tidak kunjung memperoleh lisensi setelah 1 Januari 2025, maka akan ada dianggap sebagai pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia.
Jika terbukti melanggar dan tidak mematuhi regulasi yang dibuat, seperti yang ditulis Nikkei Asia, platform akan dikenai denda hingga RM500 ribu (Rp 1,7 miliar).
Pemberlakuan lisensi ini menuai banyak protes dari berbagai pihak. The Asia Internet Coalition (AIC), asosiasi perdagangan yang dibentuk dalam menangani isu kebijakan publik dan pengembangan ekonomi internet di kawasan Asia Pasifik, mengatakan bahwa aturan tersebut akan menghambat inovasi dan membebani sektor bisnis.
AIC melayangkan tiga pucuk surat untuk Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Surat pertama menyebut bahwa regulasi ini tidak dapat diterapkan. Lalu, AIC merilis surat kedua dan ketiga.
Grab, salah satu anggota AIC kemudian menyatakan pihaknya tidak akan terdampak regulasi tersebut karena tidak dikelompokkan sebagai platform yang perlu dilisensikan.
Dalam menanggapi kritik soal pemberlakuan lisensi, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia mengatakan ada lebih dari 70 persen permintaan penghapusan konten yang merujuk perjudian dan penipuan daring.
Malaysia sendiri sudah lama melawan penyebaran konten berbahaya di media sosial. MCMC menerima lebih dari 3400 pengaduan soal ujaran kebencian di tahun 2020–2023.
Dalam periode sama, uang sebesar RM3,2 miliar hilang akibat penipuan daring. Perjudian juga diprediksi merugikan Departemen Keuangan sebesar RM2 miliar dalam pendapatan pajak setiap tahunnya.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES