Rokok, Aborsi, dan Alat Kontrasepsi dalam PP Kesehatan
Penetapan aturan pelaksana UU Kesehatan diharapkan dapat memperkuat pemerintah merekonstruksi sistem kesehatan menjadi lebih tangguh
Context.id, JAKARTA - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang UU Kesehatan. Jokowi menandatangani beleid itu pada Jumat (26/7/2024).
Melansir Bisnis, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan munculnya PP Nomor 28 Tahun 2024 merupakan tanda keseriusan pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat Indonesia.
Selain itu, Budi menambahkan bahwa penetapan aturan pelaksana UU Kesehatan ini dapat memperkuat pemerintah untuk merekonstruksi sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia.
Dalam PP tersebut menjelaskan peraturan teknis yang dimuat dalam 1.172 pasal meliputi pelaksanaan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, penyelenggaraan tenaga medis dan tenaga kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan teknik perbekalan kesehatan serta daya tahan kefarmasian alat kesehatan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan mencakup 22 aspek layanan. Beberapa di antaranya yaitu kesehatan ibu, bayi dan anak, remaja, dewasa, lansia, dan penyandang disabilitas, kesehatan reproduksi, kesehatan gizi, kesehatan jiwa, pengentasan penyakit menular dan tidak menular.
BACA JUGA
Namun setidaknya ada tiga aspek dalam PP Nomor 28 tahun 2024 yang menuai beragam respon di masyarakat. Tiga aspek tersebut meliputi rokok, aborsi, dan alat kontrasepsi.
Rokok
Dalam beleid tersebut terdapat larangan untuk menjual produk tembakau atau rokok secara eceran. Aturan ini termaktub dalam Pasal 434 ayat 1 huruf c yang berbunyi “Setiap Orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.”
Selain itu, pada huruf e di pasal yang sama menyebut bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Tujuan pelaksanaan pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik dalam PP Kesehatan ini di antaranya untuk menurunkan prevalensi perokok, mencegah perokok pemula, dan menurunkan angka kesakitan serta kematian akibat dampak merokok.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10–18 tahun.
Namun langkah pemerintah soal larangan penjualan rokok eceran ini dibarengi dengan fenomena downtrading rokok.
Saat ini terjadi perubahan pola konsumsi ketika masyarakat memilih rokok di golongan bawah dengan harga lebih murah. Hal ini disebabkan oleh kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sejak 2022.
Aborsi
PP Nomor 28 Tahun 2024 memperbolehkan praktik aborsi secara bersyarat. Dalam pasal 116 mengatakan bahwa setiap orang boleh melakukan aborsi atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
Indikasi kedaruratan medis ini mencakup kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan kondisi Kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Sementara kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian dan keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Aturan ini disambut baik oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Komnas Perempuan berharap aturan ini mempercepat pengadaan dan menguatkan akses layanan dalam rangka memastikan pemenuhan hak atas pemulihan bagi perempuan korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan.
Komnas Perempuan sendiri mencatat, terdapat 103 korban perkosaan berakibat kehamilan yang melaporkan kasusnya langsung kasusnya ke Komnas perempuan sejak 2018 hingga 2023.
Alat Kontrasepsi
Dalam mengupayakan kesehatan sistem reproduksi, terdapat aturan terkait dengan penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar.
Dalam Pasal 103 Poin 4 Huruf e, disebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi yang dimaksud paling sedikit meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Namun seperti yang ditulis Bisnis, alat kontrasepsi hanya diberikan untuk remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan saat calon ibu belum siap karena masalah kesehatan atau ekonomi hingga umur yang aman untuk hamil.
Bahkan aturan ini menuai respon negatif dari Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin. Dia geram karena PP Nomor 28 tahun 2024 hanya menyorot aspek kesehatan.
Ma’ruf mengatakan bahwa dalam PP tersebut seharusnya dilakukan kajian mendalam dari lingkup keagamaan terkait sistem reproduksi.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Rokok, Aborsi, dan Alat Kontrasepsi dalam PP Kesehatan
Penetapan aturan pelaksana UU Kesehatan diharapkan dapat memperkuat pemerintah merekonstruksi sistem kesehatan menjadi lebih tangguh
Context.id, JAKARTA - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang UU Kesehatan. Jokowi menandatangani beleid itu pada Jumat (26/7/2024).
Melansir Bisnis, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan munculnya PP Nomor 28 Tahun 2024 merupakan tanda keseriusan pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat Indonesia.
Selain itu, Budi menambahkan bahwa penetapan aturan pelaksana UU Kesehatan ini dapat memperkuat pemerintah untuk merekonstruksi sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia.
Dalam PP tersebut menjelaskan peraturan teknis yang dimuat dalam 1.172 pasal meliputi pelaksanaan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, penyelenggaraan tenaga medis dan tenaga kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan teknik perbekalan kesehatan serta daya tahan kefarmasian alat kesehatan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan mencakup 22 aspek layanan. Beberapa di antaranya yaitu kesehatan ibu, bayi dan anak, remaja, dewasa, lansia, dan penyandang disabilitas, kesehatan reproduksi, kesehatan gizi, kesehatan jiwa, pengentasan penyakit menular dan tidak menular.
BACA JUGA
Namun setidaknya ada tiga aspek dalam PP Nomor 28 tahun 2024 yang menuai beragam respon di masyarakat. Tiga aspek tersebut meliputi rokok, aborsi, dan alat kontrasepsi.
Rokok
Dalam beleid tersebut terdapat larangan untuk menjual produk tembakau atau rokok secara eceran. Aturan ini termaktub dalam Pasal 434 ayat 1 huruf c yang berbunyi “Setiap Orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.”
Selain itu, pada huruf e di pasal yang sama menyebut bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Tujuan pelaksanaan pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik dalam PP Kesehatan ini di antaranya untuk menurunkan prevalensi perokok, mencegah perokok pemula, dan menurunkan angka kesakitan serta kematian akibat dampak merokok.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10–18 tahun.
Namun langkah pemerintah soal larangan penjualan rokok eceran ini dibarengi dengan fenomena downtrading rokok.
Saat ini terjadi perubahan pola konsumsi ketika masyarakat memilih rokok di golongan bawah dengan harga lebih murah. Hal ini disebabkan oleh kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sejak 2022.
Aborsi
PP Nomor 28 Tahun 2024 memperbolehkan praktik aborsi secara bersyarat. Dalam pasal 116 mengatakan bahwa setiap orang boleh melakukan aborsi atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
Indikasi kedaruratan medis ini mencakup kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan kondisi Kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Sementara kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian dan keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Aturan ini disambut baik oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Komnas Perempuan berharap aturan ini mempercepat pengadaan dan menguatkan akses layanan dalam rangka memastikan pemenuhan hak atas pemulihan bagi perempuan korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan.
Komnas Perempuan sendiri mencatat, terdapat 103 korban perkosaan berakibat kehamilan yang melaporkan kasusnya langsung kasusnya ke Komnas perempuan sejak 2018 hingga 2023.
Alat Kontrasepsi
Dalam mengupayakan kesehatan sistem reproduksi, terdapat aturan terkait dengan penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar.
Dalam Pasal 103 Poin 4 Huruf e, disebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi yang dimaksud paling sedikit meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Namun seperti yang ditulis Bisnis, alat kontrasepsi hanya diberikan untuk remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan saat calon ibu belum siap karena masalah kesehatan atau ekonomi hingga umur yang aman untuk hamil.
Bahkan aturan ini menuai respon negatif dari Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin. Dia geram karena PP Nomor 28 tahun 2024 hanya menyorot aspek kesehatan.
Ma’ruf mengatakan bahwa dalam PP tersebut seharusnya dilakukan kajian mendalam dari lingkup keagamaan terkait sistem reproduksi.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES