Share

Stories 08 Agustus 2024

Fenomena Gagal Ginjal Anak, Pelayanan Kesehatan Ginjal Anak Belum Merata?

RSCM menjadi satu-satunya rumah sakit yang mempunyai unit cuci darah atau hemodialisis dan poliklinik ginjal khusus anak

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso/Rizki Ghazali- @Bisniscom

Context.id, JAKARTA - Beberapa waktu ke belakang, sempat dihebohkan soal kasus cuci darah yang terjadi pada anak-anak.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut ada 60 anak yang sedang melakukan cuci darah akibat gagal ginjal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. 

Selain itu, menurut data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penyakit gagal ginjal anak di Provinsi DKI Jakarta pada 2023 sebanyak 439 kasus.

Maraknya kasus cuci darah pada anak, ditanggapi oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso.

Menurutnya, kasus cuci darah pada anak yang menuai sorotan di media sosial disebabkan oleh terpusatnya unit yang menangani kasus tersebut. 



Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) menjadi satu-satunya rumah sakit yang mempunyai unit cuci darah atau hemodialisis dan poliklinik ginjal khusus anak. 

RSCM juga dijadikan rujukan oleh rumah sakit di daerah untuk dilakukan tindakan cuci darah. Sementara di rumah sakit lain, terjadi penggabungan pelayanan cuci darah antara anak dan dewasa.

Dalam melihat fenomena kasus cuci darah pada anak, Piprim yang mewakili IDAI mengatakan bahwa pihaknya belum mendapat laporan dari pakar ginjal perihal lonjakan kasus yang signifikan khususnya pasien yang harus cuci darah. 

Meski begitu, IDAI mengadakan rapat koordinasi dengan pakar ginjal di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi. 

Kasus cuci darah pada anak bermula dari gangguan ginjal. Piprim menyebut, gangguan ginjal yang terjadi pada anak kecil umumnya diakibatkan anatomi ginjal yang tidak normal (ukurannya kecil, terdapat kista, dan struktur yang tidak sempurna) saat anak tersebut lahir. 

Ketidaksempurnaan anatomi yang dapat bertahan hingga usia tertentu dapat mengganggu fungsi ginjal sebagai sistem ekskresi yang pada akhirnya harus melakukan cuci darah. 

Namun untuk gangguan ginjal pada usia yang lebih besar seperti remaja dapat disebabkan oleh hal lain semacam autoimun, lupus, sindrom nefrotik, dan gangguan gaya hidup. 

Gangguan ginjal sendiri terbagi dalam beberapa stadium. Pada gangguan ginjal tahap awal, penanganannya masih dilakukan secara konservatif seperti pemberian obat. 

Namun, jika sudah masuk gangguan ginjal tahap akhir, fungsi ginjal akan semakin menurun. Jika tidak dilakukan cuci darah, akan menimbulkan keracunan uremia yang berbahaya. 

Untuk mengetahui gejala pada gangguan ginjal pada anak, menurut dr. Piprim, hal tersebut bisa dilihat melalui urine. Apabila penyebab gangguan ginjalnya adalah sindrom nefrotik, urin akan terlihat keruh. 

Hal ini disebabkan oleh kebocoran protein yang menyebabkan tekanan onkotik terganggu sehingga cairan masuk ke rongga-rongga yang tidak semestinya terisi. Selain itu, gangguan ginjal bisa dilihat jika di dalam urin terdapat darah samar. 

Tak hanya itu, gangguan ginjal tahap awal juga bisa bersumber dari infeksi saluran kemih dengan gejala seperti demam dan urin ditumbuhi bakteri setelah dilakukan tes.

Tetapi, gaya hidup juga dapat mempengaruhi gangguan ginjal tahap awal. 

Piprim berujar bahwa saat ini adalah era penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup atau new lifestyle disease dengan berbagai penyakit tidak menular seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes. 

Untuk meningkatkan derajat kesehatan, diperlukan upaya promotif preventif yang biayanya lebih murah dibanding jika sudah terkena penyakit tidak menular tersebut.

Gaya hidup sehat perlu diutamakan. Jika berbicara mengenai ginjal, Piprim membagi tujuh langkah agar ginjal selalu sehat. Pertama, rutin mengonsumsi air putih.

Kedua, menghindari minuman manis atau minuman dengan pemanis. 

Ketiga, olahraga sebanyak 3–4 kali seminggu supaya membuat aliran darah lancar yang bagus untuk kesehatan jantung, membuang racun, dan sel-sel imun terdistribusi dengan bagus.

Keempat, menurunkan tingkat obesitas yang menjadi biang kerok penyakit ginjal. 

Kelima, mengontrol obat-obatan. Konsumsi obat tanpa indikasi secara kronik dapat berpotensi merusak ginjal. Keenam, memperhatikan konsumsi garam.

Ketujuh, rajin melakukan check-up dimulai dari usia sekolah. Penyakit ginjal seringkali muncul tanpa pengawasan.  

Fenomena Minuman Manis
Gangguan ginjal yang disebabkan oleh gaya hidup ini dapat berupa kegemaran dalam mengonsumsi minuman manis.

Piprim sendiri prihatin dengan maraknya aneka ragam minuman manis yang sangat mudah didapatkan di minimarket dengan harga yang murah. 

Belum lagi, minuman di pinggir jalan yang dijual dengan pemanis High Fructose Corn Syrup. Menurutnya daya rusak pemanis ini lebih tinggi dari gula. 

Upaya pencegahan terhadap maraknya minuman manis ini dapat dimulai dari hulunya yaitu orang tua. Para orang tua harus membiasakan diri minum air putih supaya kebiasaan itu diikuti anak-anaknya. 

Piprim menilai bahwa anak tidak akan bisa diajari hidup sehat apabila orang tuanya tidak menerapkan pola hidup sehat. 

Orang tua seharusnya menjadi role model gaya hidup sehat bagi anak-anaknya. Beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua yaitu membatasi penggunaan gawai dengan menyiapkan aktivitas di luar rumah untuk anak. 

Hal ini bertujuan untuk mendorong anak agar aktif sehingga aktivitas yang optimal dapat menyehatkan tubuhnya. Selain itu, menjaga pola makan dan pola tidur agar menghasilkan kondisi fisik dan mental yang baik. 

Merebaknya kasus cuci darah pada anak menjadi perhatian tersendiri bagi Piprim. Menurutnya, anak mempunyai hak untuk mendapatkan pengobatan yang maksimal.

Sayangnya, semua rumah sakit belum menyediakan pelayanan khusus untuk anak. 

IDAI sendiri mengimbau agar pemerintah bisa menyediakan unit-unit khusus anak di rumah sakit selain RSCM.

Hal ini bertujuan agar jika sewaktu-waktu terdapat kebutuhan pelayanan, penanganannya bisa dilakukan lebih cepat. Selain itu diperlukan kombinasi strategi seperti menggunakan telemedicine. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 08 Agustus 2024

Fenomena Gagal Ginjal Anak, Pelayanan Kesehatan Ginjal Anak Belum Merata?

RSCM menjadi satu-satunya rumah sakit yang mempunyai unit cuci darah atau hemodialisis dan poliklinik ginjal khusus anak

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso/Rizki Ghazali- @Bisniscom

Context.id, JAKARTA - Beberapa waktu ke belakang, sempat dihebohkan soal kasus cuci darah yang terjadi pada anak-anak.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut ada 60 anak yang sedang melakukan cuci darah akibat gagal ginjal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. 

Selain itu, menurut data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penyakit gagal ginjal anak di Provinsi DKI Jakarta pada 2023 sebanyak 439 kasus.

Maraknya kasus cuci darah pada anak, ditanggapi oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso.

Menurutnya, kasus cuci darah pada anak yang menuai sorotan di media sosial disebabkan oleh terpusatnya unit yang menangani kasus tersebut. 



Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) menjadi satu-satunya rumah sakit yang mempunyai unit cuci darah atau hemodialisis dan poliklinik ginjal khusus anak. 

RSCM juga dijadikan rujukan oleh rumah sakit di daerah untuk dilakukan tindakan cuci darah. Sementara di rumah sakit lain, terjadi penggabungan pelayanan cuci darah antara anak dan dewasa.

Dalam melihat fenomena kasus cuci darah pada anak, Piprim yang mewakili IDAI mengatakan bahwa pihaknya belum mendapat laporan dari pakar ginjal perihal lonjakan kasus yang signifikan khususnya pasien yang harus cuci darah. 

Meski begitu, IDAI mengadakan rapat koordinasi dengan pakar ginjal di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi. 

Kasus cuci darah pada anak bermula dari gangguan ginjal. Piprim menyebut, gangguan ginjal yang terjadi pada anak kecil umumnya diakibatkan anatomi ginjal yang tidak normal (ukurannya kecil, terdapat kista, dan struktur yang tidak sempurna) saat anak tersebut lahir. 

Ketidaksempurnaan anatomi yang dapat bertahan hingga usia tertentu dapat mengganggu fungsi ginjal sebagai sistem ekskresi yang pada akhirnya harus melakukan cuci darah. 

Namun untuk gangguan ginjal pada usia yang lebih besar seperti remaja dapat disebabkan oleh hal lain semacam autoimun, lupus, sindrom nefrotik, dan gangguan gaya hidup. 

Gangguan ginjal sendiri terbagi dalam beberapa stadium. Pada gangguan ginjal tahap awal, penanganannya masih dilakukan secara konservatif seperti pemberian obat. 

Namun, jika sudah masuk gangguan ginjal tahap akhir, fungsi ginjal akan semakin menurun. Jika tidak dilakukan cuci darah, akan menimbulkan keracunan uremia yang berbahaya. 

Untuk mengetahui gejala pada gangguan ginjal pada anak, menurut dr. Piprim, hal tersebut bisa dilihat melalui urine. Apabila penyebab gangguan ginjalnya adalah sindrom nefrotik, urin akan terlihat keruh. 

Hal ini disebabkan oleh kebocoran protein yang menyebabkan tekanan onkotik terganggu sehingga cairan masuk ke rongga-rongga yang tidak semestinya terisi. Selain itu, gangguan ginjal bisa dilihat jika di dalam urin terdapat darah samar. 

Tak hanya itu, gangguan ginjal tahap awal juga bisa bersumber dari infeksi saluran kemih dengan gejala seperti demam dan urin ditumbuhi bakteri setelah dilakukan tes.

Tetapi, gaya hidup juga dapat mempengaruhi gangguan ginjal tahap awal. 

Piprim berujar bahwa saat ini adalah era penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup atau new lifestyle disease dengan berbagai penyakit tidak menular seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes. 

Untuk meningkatkan derajat kesehatan, diperlukan upaya promotif preventif yang biayanya lebih murah dibanding jika sudah terkena penyakit tidak menular tersebut.

Gaya hidup sehat perlu diutamakan. Jika berbicara mengenai ginjal, Piprim membagi tujuh langkah agar ginjal selalu sehat. Pertama, rutin mengonsumsi air putih.

Kedua, menghindari minuman manis atau minuman dengan pemanis. 

Ketiga, olahraga sebanyak 3–4 kali seminggu supaya membuat aliran darah lancar yang bagus untuk kesehatan jantung, membuang racun, dan sel-sel imun terdistribusi dengan bagus.

Keempat, menurunkan tingkat obesitas yang menjadi biang kerok penyakit ginjal. 

Kelima, mengontrol obat-obatan. Konsumsi obat tanpa indikasi secara kronik dapat berpotensi merusak ginjal. Keenam, memperhatikan konsumsi garam.

Ketujuh, rajin melakukan check-up dimulai dari usia sekolah. Penyakit ginjal seringkali muncul tanpa pengawasan.  

Fenomena Minuman Manis
Gangguan ginjal yang disebabkan oleh gaya hidup ini dapat berupa kegemaran dalam mengonsumsi minuman manis.

Piprim sendiri prihatin dengan maraknya aneka ragam minuman manis yang sangat mudah didapatkan di minimarket dengan harga yang murah. 

Belum lagi, minuman di pinggir jalan yang dijual dengan pemanis High Fructose Corn Syrup. Menurutnya daya rusak pemanis ini lebih tinggi dari gula. 

Upaya pencegahan terhadap maraknya minuman manis ini dapat dimulai dari hulunya yaitu orang tua. Para orang tua harus membiasakan diri minum air putih supaya kebiasaan itu diikuti anak-anaknya. 

Piprim menilai bahwa anak tidak akan bisa diajari hidup sehat apabila orang tuanya tidak menerapkan pola hidup sehat. 

Orang tua seharusnya menjadi role model gaya hidup sehat bagi anak-anaknya. Beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua yaitu membatasi penggunaan gawai dengan menyiapkan aktivitas di luar rumah untuk anak. 

Hal ini bertujuan untuk mendorong anak agar aktif sehingga aktivitas yang optimal dapat menyehatkan tubuhnya. Selain itu, menjaga pola makan dan pola tidur agar menghasilkan kondisi fisik dan mental yang baik. 

Merebaknya kasus cuci darah pada anak menjadi perhatian tersendiri bagi Piprim. Menurutnya, anak mempunyai hak untuk mendapatkan pengobatan yang maksimal.

Sayangnya, semua rumah sakit belum menyediakan pelayanan khusus untuk anak. 

IDAI sendiri mengimbau agar pemerintah bisa menyediakan unit-unit khusus anak di rumah sakit selain RSCM.

Hal ini bertujuan agar jika sewaktu-waktu terdapat kebutuhan pelayanan, penanganannya bisa dilakukan lebih cepat. Selain itu diperlukan kombinasi strategi seperti menggunakan telemedicine. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Haruskah Tetap Belajar Coding di Dunia AI?

Kamp pelatihan coding dulunya tampak seperti tiket emas menuju masa depan yang aman secara ekonomi. Namun, saat janji itu memudar, apa yang harus ...

Context.id . 25 November 2024

Menuju Pemulihan: Dua Ilmuwan Harvard Mencari Jalan Cepat Atasi Depresi

Depresi menjadi musuh yang sulit ditaklukkan karena pengobatannya butuh waktu panjang

Context.id . 24 November 2024

Hati-hati! Terlalu Banyak Duduk Rentan Terkena Serangan Jantung

Menurut penelitian terbaru meskipun kita rajin olahraga yang rutin jika tubuh tidak banyak bergerak dapat meningkatkan risiko gagal jantung hingga 60%

Context.id . 24 November 2024

Klaster AI Kempner Raih Predikat Superkomputer Hijau Tercepat di Dunia

Melalui peningkatan daya komputasi ini, kita dapat mempelajari lebih dalam bagaimana model generatif belajar untuk bernalar dan menyelesaikan tuga ...

Context.id . 23 November 2024