Share

Home Stories

Stories 30 Juli 2024

Pink Tax, Menaikkan Harga di Produk Wanita

Perbedaan harga pada produk-produk keseharian ini juga terjadi karena perbedaan jenis kelamin

Ilustrasi Pink Tax/Blog LSE

Context.id, JAKARTA - Produk keseharian yang umum dijumpai di berbagai toko swalayan umumnya mempunyai harga yang bervariasi. Perbedaan harga ini bisa saja bergantung pada jenis produk yang dijual. 

Namun perbedaan harga pada produk-produk keseharian ini juga terjadi karena perbedaan jenis kelamin. Hal ini biasanya disebut dengan istilah Pink Tax. Melansir Investopedia, Pink Tax terjadi saat sebuah perusahaan menaikkan harga untuk produk atau jasa yang ditawarkan untuk perempuan. 

Hal ini dapat dianggap sebagai diskriminasi harga terhadap gender yang dilakukan perusahaan. Sebuah riset mengenai Pink Tax dilakukan oleh Departemen Urusan Konsumen Kota New York atau New York City Department of Consumer Affairs. 

Pada 2015, riset ini meliputi 794 produk yang diniagakan untuk pelanggan di berbagai usia. Riset tersebut menemukan bahwa rata-rata produk wanita dijual dengan harga yang lebih tinggi. 

Riset yang dilakukan terhadap berbagai kategori produk ini menemukan bahwa wanita membayar 7% lebih mahal untuk mainan dan aksesoris. Lalu, kategori pakaian anak-anak, wanita harus merogoh kocek lebih dalam sebesar 4%. 



Untuk kategori pakaian orang dewasa, 8% lebih mahal harus dibayar oleh wanita. Kemudian, biaya untuk membeli produk perawatan pribadi dinaikkan menjadi 13%. Untuk produk perawatan kesehatan dan rumah, wanita membayar 8% lebih mahal. 

Selain di New York, riset serupa juga pernah dilakukan di wilayah California. Komite Senat California tentang Kehakiman dan Komite Senat tentang Perempuan, Pekerjaan & Keluarga menyebut, pada 2020, wanita di California harus membayar sekitar US$2.381 lebih banyak dibanding pria untuk barang dan jasa serupa dalam setahun.

Jumlah tersebut dapat bertambah mencapai US$188.000 sepanjang hidup seorang wanita.

Tak hanya di Amerika, fenomena serupa juga terjadi di Inggris. Perusahaan spesialis pajak Rift menemukan kenaikan harga pada produk wanita di negara tiga singa tersebut. 

Hasilnya ditemukan pisau cukur wanita dijual lebih mahal 6,28%. Lalu deodoran wanita dibanderol 10,63% lebih mahal. Selain itu, pelembab wanita dijual dengan harga 34,28% lebih mahal. 

Beberapa negara bagian di Amerika telah mengesahkan undang-undang yang melarang penetapan harga pada produk dan jasa yang bias gender. Tujuannya untuk mengatur agar disparitas harga yang tidak adil tidak terjadi lagi. 

Sebagai informasi, pada 1996, Gubernur California Pete Wilson menetapkan undang-undang pencabutan pajak berdasarkan gender tahun 1995 yang mengharuskan perusahaan menaruh harga yang sama kepada perempuan dan laki-laki. 

Undang-undang ini secara khusus ditujukan pada layanan seperti potong rambut, cuci kering, perubahan pakaian, perbaikan mobil, dan layanan lainnya. 

Lalu pada 1998, Walikota New York Rudy Giuliani menandatangani undang-undang yang mencegah pengusaha seperti pangkas rambut dan penatu pakaian membedakan harga berdasarkan jenis kelamin. Dari undang-undang ini, memungkinkan Departemen Urusan Konsumen melakukan denda kepada pelanggar. 

Menurut data PBB, wanita di seluruh dunia mendapatkan gaji 24% lebih rendah dibanding laki-laki, angka ini sama dengan US$5 triliun. Jika ditambah dengan Pink Tax, kondisi ini justru malah semakin memperlebar jarak kemampuan ekonomi antara perempuan dan laki-laki.  

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Home Stories

Stories 30 Juli 2024

Pink Tax, Menaikkan Harga di Produk Wanita

Perbedaan harga pada produk-produk keseharian ini juga terjadi karena perbedaan jenis kelamin

Ilustrasi Pink Tax/Blog LSE

Context.id, JAKARTA - Produk keseharian yang umum dijumpai di berbagai toko swalayan umumnya mempunyai harga yang bervariasi. Perbedaan harga ini bisa saja bergantung pada jenis produk yang dijual. 

Namun perbedaan harga pada produk-produk keseharian ini juga terjadi karena perbedaan jenis kelamin. Hal ini biasanya disebut dengan istilah Pink Tax. Melansir Investopedia, Pink Tax terjadi saat sebuah perusahaan menaikkan harga untuk produk atau jasa yang ditawarkan untuk perempuan. 

Hal ini dapat dianggap sebagai diskriminasi harga terhadap gender yang dilakukan perusahaan. Sebuah riset mengenai Pink Tax dilakukan oleh Departemen Urusan Konsumen Kota New York atau New York City Department of Consumer Affairs. 

Pada 2015, riset ini meliputi 794 produk yang diniagakan untuk pelanggan di berbagai usia. Riset tersebut menemukan bahwa rata-rata produk wanita dijual dengan harga yang lebih tinggi. 

Riset yang dilakukan terhadap berbagai kategori produk ini menemukan bahwa wanita membayar 7% lebih mahal untuk mainan dan aksesoris. Lalu, kategori pakaian anak-anak, wanita harus merogoh kocek lebih dalam sebesar 4%. 



Untuk kategori pakaian orang dewasa, 8% lebih mahal harus dibayar oleh wanita. Kemudian, biaya untuk membeli produk perawatan pribadi dinaikkan menjadi 13%. Untuk produk perawatan kesehatan dan rumah, wanita membayar 8% lebih mahal. 

Selain di New York, riset serupa juga pernah dilakukan di wilayah California. Komite Senat California tentang Kehakiman dan Komite Senat tentang Perempuan, Pekerjaan & Keluarga menyebut, pada 2020, wanita di California harus membayar sekitar US$2.381 lebih banyak dibanding pria untuk barang dan jasa serupa dalam setahun.

Jumlah tersebut dapat bertambah mencapai US$188.000 sepanjang hidup seorang wanita.

Tak hanya di Amerika, fenomena serupa juga terjadi di Inggris. Perusahaan spesialis pajak Rift menemukan kenaikan harga pada produk wanita di negara tiga singa tersebut. 

Hasilnya ditemukan pisau cukur wanita dijual lebih mahal 6,28%. Lalu deodoran wanita dibanderol 10,63% lebih mahal. Selain itu, pelembab wanita dijual dengan harga 34,28% lebih mahal. 

Beberapa negara bagian di Amerika telah mengesahkan undang-undang yang melarang penetapan harga pada produk dan jasa yang bias gender. Tujuannya untuk mengatur agar disparitas harga yang tidak adil tidak terjadi lagi. 

Sebagai informasi, pada 1996, Gubernur California Pete Wilson menetapkan undang-undang pencabutan pajak berdasarkan gender tahun 1995 yang mengharuskan perusahaan menaruh harga yang sama kepada perempuan dan laki-laki. 

Undang-undang ini secara khusus ditujukan pada layanan seperti potong rambut, cuci kering, perubahan pakaian, perbaikan mobil, dan layanan lainnya. 

Lalu pada 1998, Walikota New York Rudy Giuliani menandatangani undang-undang yang mencegah pengusaha seperti pangkas rambut dan penatu pakaian membedakan harga berdasarkan jenis kelamin. Dari undang-undang ini, memungkinkan Departemen Urusan Konsumen melakukan denda kepada pelanggar. 

Menurut data PBB, wanita di seluruh dunia mendapatkan gaji 24% lebih rendah dibanding laki-laki, angka ini sama dengan US$5 triliun. Jika ditambah dengan Pink Tax, kondisi ini justru malah semakin memperlebar jarak kemampuan ekonomi antara perempuan dan laki-laki.  

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Konidin X Nobrands Luncurkan Sepatu Kekinian untuk Generasi Aktif

Konidin gandeng Nobrands luncurkan sepatu edisi terbatas \"The Unstoppable Step \" 14 April 2025, dorong semangat generasi muda terus maju tanpa batas

Media Digital . 17 April 2025

Bagaimana Efek Tarif Trump ke Pekerja Muda?

Tarif resiprokal atau tarif Trump tidak hanya berdampak pada pengusaha, namun juga pekerja muda. Seperti apa?

Renita Sukma . 16 April 2025

Trump Mau AI Ditenagai Batu Bara Indah dan Bersih, Apa Bisa?

Di mata Trump dan Amerika, batu bara adalah energi bersih yang ramah lingkungan

Noviarizal Fernandez . 15 April 2025

Google Gemini Kini Bisa Ubah Dokumen Jadi Podcast

Gemini bakal membacakan isi artikel atau laporan kamu, lengkap dengan intonasi ala penyiar podcast

Noviarizal Fernandez . 14 April 2025