Share

Home Stories

Stories 11 Juli 2024

Kisah di Balik Kalender Hijriah Global Tunggal

Muhammadiyah mengusulkan kalender pemersatu umat Islam di dunia

Ilustrasi melihat bulan untuk menentukan tanggal puasa atau hari raya/Muhammadiyah

Context.id, JAKARTA - Organisasi Muhammadiyah menginisiasi kalender hijriah global tunggal (KHGT) agar umat Islam sedunia memiliki kalender yang seragam.

Inisiatif visioner ini juga sebagai bentuk respons terhadap kebutuhan akan kepastian dan ketepatan dalam pelaksanaan ibadah yang bersifat global.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Maskufa mengatakan, sejak 1932 hingga pertengahan 2024, Muhammadiyah telah dikenal sebagai penganut mazhab Hisab Hakiki Wujudul Hilal dalam menyusun kalender Hijriahnya.

Metode ini, tuturnya, meskipun telah memberikan banyak kontribusi, masih bersifat lokal dan terbatas pada wilayah Indonesia.

Masalah yang muncul, terutama dalam pelaksanaan ibadah yang waktunya terkait dengan lokasi geografis tertentu, seperti puasa Arafah, memunculkan kebutuhan akan kalender yang lebih universal.



“Upaya pergerseran ke KHGT ini merupakan lompatan ijtihad Muhammadiyah dalam menjawab kebutuhan akan kepastian dan ketepatan tanggal-tanggal pelaksanaan ibadah yang bersifat global,” ucapnya dalam situs resmi Muhammadiyah seperti dikutip, Kamis (11/7/2024).

Dia melanjutkan,  2007 menjadi titik awal perubahan besar. Muhammadiyah menyelenggarakan simposium internasional tentang kalender hijriah.

Kehadiran Muhammadiyah dalam Muktamar Kalender Islam Global di Turki memperkuat dukungan dari mayoritas pakar falak dan astronomi untuk penerapan Kalender Islam Globa.

Menurutnya, motivasi Muhammadiyah untuk menerapkan KHGT tercermin jelas dalam Putusan Muktamar ke-47 pada 2015 di Makassar.

Perbedaan dalam memulai ibadah puasa dan hari raya yang disebabkan oleh metode penentuan awal bulan yang masih lokal menjadi perhatian utama.

Selain itu, ibadah yang terkait dengan tempat geografis yang berbeda, seperti puasa Arafah, menekankan pentingnya kalender yang seragam.

Muhammadiyah melihat urgensi untuk menyatukan kalender Hijriah secara internasional. Unifikasi kalender ini tidak hanya memberikan kepastian dalam pelaksanaan ibadah tetapi juga menjadi acuan dalam berbagai aspek muamalah.

Penerapan KHGT, terangnya, memerlukan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, menjadikannya langkah yang inovatif dan berwawasan ke depan.

Salah satu prinsip utama dari KHGT ini adalah kesatuan matlak, dengan syarat imkan rukyat, yaitu ketinggian hilal minimal 5 derajat dan sudut elongasi minimal 8 derajat di belahan bumi mana pun.

Pemilihan KHGT Muhammadiyah didasarkan pada pandangan bahwa konsep ini ideal untuk mewujudkan Kalender Islam yang dapat menyatukan umat.

“Konsep ini dianggap ideal untuk mewujudkan Kalender Islam pemersatu. Pilihan ini juga didasarkan pada semangat keterbukaan, kebersamaan, dan pencerahan peradaban agar Islam menjadi rahmat bagi alam semesta,” pungkasnya.

Seperti diketahui, di Indonesia, penentuan puasa Ramadan atau hari besar Islam lainnya seringkali tidak seragam. Hal itu terlihat dalam setiap sidang Isbat. 

Pasalnya, tiap ormas Islam memiliki metodenya sendiri dalam menentukan jatuhnya hari puasa atau hari raya Islam, baik itu melalui metode hisab maupun rukyat. 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 11 Juli 2024

Kisah di Balik Kalender Hijriah Global Tunggal

Muhammadiyah mengusulkan kalender pemersatu umat Islam di dunia

Ilustrasi melihat bulan untuk menentukan tanggal puasa atau hari raya/Muhammadiyah

Context.id, JAKARTA - Organisasi Muhammadiyah menginisiasi kalender hijriah global tunggal (KHGT) agar umat Islam sedunia memiliki kalender yang seragam.

Inisiatif visioner ini juga sebagai bentuk respons terhadap kebutuhan akan kepastian dan ketepatan dalam pelaksanaan ibadah yang bersifat global.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Maskufa mengatakan, sejak 1932 hingga pertengahan 2024, Muhammadiyah telah dikenal sebagai penganut mazhab Hisab Hakiki Wujudul Hilal dalam menyusun kalender Hijriahnya.

Metode ini, tuturnya, meskipun telah memberikan banyak kontribusi, masih bersifat lokal dan terbatas pada wilayah Indonesia.

Masalah yang muncul, terutama dalam pelaksanaan ibadah yang waktunya terkait dengan lokasi geografis tertentu, seperti puasa Arafah, memunculkan kebutuhan akan kalender yang lebih universal.



“Upaya pergerseran ke KHGT ini merupakan lompatan ijtihad Muhammadiyah dalam menjawab kebutuhan akan kepastian dan ketepatan tanggal-tanggal pelaksanaan ibadah yang bersifat global,” ucapnya dalam situs resmi Muhammadiyah seperti dikutip, Kamis (11/7/2024).

Dia melanjutkan,  2007 menjadi titik awal perubahan besar. Muhammadiyah menyelenggarakan simposium internasional tentang kalender hijriah.

Kehadiran Muhammadiyah dalam Muktamar Kalender Islam Global di Turki memperkuat dukungan dari mayoritas pakar falak dan astronomi untuk penerapan Kalender Islam Globa.

Menurutnya, motivasi Muhammadiyah untuk menerapkan KHGT tercermin jelas dalam Putusan Muktamar ke-47 pada 2015 di Makassar.

Perbedaan dalam memulai ibadah puasa dan hari raya yang disebabkan oleh metode penentuan awal bulan yang masih lokal menjadi perhatian utama.

Selain itu, ibadah yang terkait dengan tempat geografis yang berbeda, seperti puasa Arafah, menekankan pentingnya kalender yang seragam.

Muhammadiyah melihat urgensi untuk menyatukan kalender Hijriah secara internasional. Unifikasi kalender ini tidak hanya memberikan kepastian dalam pelaksanaan ibadah tetapi juga menjadi acuan dalam berbagai aspek muamalah.

Penerapan KHGT, terangnya, memerlukan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, menjadikannya langkah yang inovatif dan berwawasan ke depan.

Salah satu prinsip utama dari KHGT ini adalah kesatuan matlak, dengan syarat imkan rukyat, yaitu ketinggian hilal minimal 5 derajat dan sudut elongasi minimal 8 derajat di belahan bumi mana pun.

Pemilihan KHGT Muhammadiyah didasarkan pada pandangan bahwa konsep ini ideal untuk mewujudkan Kalender Islam yang dapat menyatukan umat.

“Konsep ini dianggap ideal untuk mewujudkan Kalender Islam pemersatu. Pilihan ini juga didasarkan pada semangat keterbukaan, kebersamaan, dan pencerahan peradaban agar Islam menjadi rahmat bagi alam semesta,” pungkasnya.

Seperti diketahui, di Indonesia, penentuan puasa Ramadan atau hari besar Islam lainnya seringkali tidak seragam. Hal itu terlihat dalam setiap sidang Isbat. 

Pasalnya, tiap ormas Islam memiliki metodenya sendiri dalam menentukan jatuhnya hari puasa atau hari raya Islam, baik itu melalui metode hisab maupun rukyat. 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Ketika Google AI Jadi Penata Gaya Kostum Pribadi

Bosan menebak-nebak apakah jaket baru itu bakal cocok dengan bentuk badanmu? Google punya jawabannya dan jawabannya bukan coba-coba, tapi algoritma.

Renita Sukma . 22 May 2025

Bioskop Tua dan Jejak Politik yang Tak Pernah Usai

Bagi Yosep Anggi Noen, gedung bioskop bukan sekadar tempat memutar film, tapi ruang yang menjadi saksi propaganda rezim dan ruang tarik ulur suara ...

Renita Sukma . 21 May 2025

Netflix, Iklan dan Ilusi Tanpa Jeda

Netflix punya visi untuk membuat iklan tidak terlihat seperti pariwara melainkan berbaur dalam serial atau film yang sedang ditonton

Noviarizal Fernandez . 20 May 2025

Gen Z Lawan Krisis Iklim, Suara Nina dari Gresik

Aktivis muda Aeshnina Azzahra atau Nina lantang mengkritik produsen dan pemerintah soal krisis iklim dan sampah plastik di Indonesia

Renita Sukma . 20 May 2025