Share

Stories 27 Juni 2024

Jangan Sembarangan Lakukan Doxing, Bisa Terjerat Hukum

Doxing termasuk kejahatan siber untuk mengintimidasi korban yang disasar dan pelakunya bisa dijerat secara hukum

Ilustrasi pelaku doxxing/ Rizki Al Ghazali

Context.id, JAKARTA - Jurnalis Bisnis Indonesia, Ni Luh Anggela mendapat perlakukan buruk atau lebih tepatnya tindakan doxing yang dilakukan akun Instagram @greschinov saat sedang menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya. 

Pelaku yang dikenal sebagai selebgram sekaligus penjual buku tentang Palestina membagikan data pribadi korban di akun Instagram miliknya yang berpengikut lebih dari 100 ribu. 

Dalam unggahan tersebut, ia mengunggah informasi yang memuat foto serta nama lengkap Ni Luh Anggela selaku korban. Ia juga menuliskan narasi bahwa korban telah membuat produk jurnalistik dengan data yang dimanipulasi.

Pelaku menyerang korban karena dianggap menulis artikel yang tidak benar mengenai data kenaikan nilai impor produk dari Israel ke Indonesia. Artikel yang mengulas nilai impor Indonesia yang besar dari Israel itu terbit pada 20 Juni 2024 di laman Bisnis.com.

Sementara pelaku Greschinov mengunggah sebuah unggahan pada 25 Juni 2024, yang isinya mempertanyakan artikel tersebut. Unggahan tersebut terdiri dari lima buah konten berisi tangkapan layar disertai narasi yang dibuatnya. 



Dia mempertanyakan kebenaran isi berita yang dibuat oleh korban. Hal itu lantaran ia tak dapat menemukan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang ditulis dalam artikel tersebut. 

Pada akhirnya, pelaku menuding data yang digunakan tidak valid, sembari melampirkan tangkapan layar dari laman media sosial korban.

Bersama dengan tangkapan layar laman media sosial korban, pelaku menyematkan kesimpulan bahwa belum ada data impor Israel bulan Mei 2024 dari BPS, sehingga per 25/06 belum bisa dibuatkan laporan perbandingannya.

Pelaku yang tidak punya latar belakangan jurnalistik tidak paham bagaimana jurnalis menjalankan kerja jurnalistik, termasuk bagaimana cara mendapatkan atau mengulik data yang sangat sulit untuk didapatkan atau belum secara resmi dirilis.  

Bukannya mencari tahu atau bertanya secara baik-baik, pelaku malah melakukan tindakan doxing bahkan menuding jurnalis dan juga medianya pro-Israel dan merekayasa data. 

Belakangan, pelaku menghapus unggahan tersebut pada 26 Juni 2024 sore, tanpa ada penjelasan di akun instagramnya. AJI Jakarta menilai doxing yang dilakukan pelaku merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap jurnalis yang dilindungi Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. 

Tindakan yang dilakukan @Greschinov ini bisa dibilang doxing. Tapi apa sih sebenarnya doxing itu?

Apa itu Doxing?
Merujuk definis yang dibuat Cambridge Dictionary, istilah doxing atau dikenal pula dengan doxxing merupakan akronim dari dropping documents. Awalnya, doxing digunakan untuk menggambarkan tindakan peretas dalam hal pengumpulan informasi pribadi seseorang.

 

Dox atau doxing adalah tindakan menemukan atau menerbitkan informasi pribadi seseorang di internet tanpa izin mereka, terutama dengan cara yang mengungkapkan nama, alamat, dan lain-lain.

Namun, dalam konteks saat ini, sebagaimana diterangkan SAFEnet, doxing lebih dari sekadar membuka data diri seseorang dan membagikannya di ruang publik tanpa persetujuan yang bersangkutan. 

SAFEnet juga menjelaskan perilaku tersebut termasuk bentuk pelanggaran hak privasi dan masuk dalam bentuk perisakan daring.

Lalu tulisan Armando dan Soeskandi dalam Bureaucracy Journal menerangkan doxing sebagai salah satu kejahatan siber untuk mengintimidasi korban yang disasar. 

Adapun tujuan utama doxing, antara lain sebagai bahan lelucon, membungkam seseorang, dan lain sebagainya. 

Jerat Hukum Doxing
Lalu, apakah doxing termasuk kejahatan dan bisa dipidanakan? 

Pada intinya, perilaku doxing tidak dapat dibenarkan atas alasan apapun. Pasal doxing secara tersirat dapat ditemukan dalam Pasal 26 ayat (1) UU ITE jo. UU 19/2016. 

Pasal itu menerangkan bahwa kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU ITE jo. UU 19/2016 menerangkan bahwa dalam pemanfaatan teknologi informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights).

Kemudian, apabila terjadi penggunaan data pribadi tanpa izin sebagaimana yang dilakukan pelaku doxing, ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU ITE jo. UU 19/2016 menerangkan bahwa korban dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.

Dalam UU PDP, pasal doxing diatur dalam Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU PDP. Ketentuan Pasal 67 ayat (1) UU PDP menerangkan tentang jerat hukum orang yang melakukan doxing, yakni tertulis:

"Bahwa orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar rupiah."

Kemudian, ketentuan Pasal 67 ayat (2) UU PDP menerangkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 27 Juni 2024

Jangan Sembarangan Lakukan Doxing, Bisa Terjerat Hukum

Doxing termasuk kejahatan siber untuk mengintimidasi korban yang disasar dan pelakunya bisa dijerat secara hukum

Ilustrasi pelaku doxxing/ Rizki Al Ghazali

Context.id, JAKARTA - Jurnalis Bisnis Indonesia, Ni Luh Anggela mendapat perlakukan buruk atau lebih tepatnya tindakan doxing yang dilakukan akun Instagram @greschinov saat sedang menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya. 

Pelaku yang dikenal sebagai selebgram sekaligus penjual buku tentang Palestina membagikan data pribadi korban di akun Instagram miliknya yang berpengikut lebih dari 100 ribu. 

Dalam unggahan tersebut, ia mengunggah informasi yang memuat foto serta nama lengkap Ni Luh Anggela selaku korban. Ia juga menuliskan narasi bahwa korban telah membuat produk jurnalistik dengan data yang dimanipulasi.

Pelaku menyerang korban karena dianggap menulis artikel yang tidak benar mengenai data kenaikan nilai impor produk dari Israel ke Indonesia. Artikel yang mengulas nilai impor Indonesia yang besar dari Israel itu terbit pada 20 Juni 2024 di laman Bisnis.com.

Sementara pelaku Greschinov mengunggah sebuah unggahan pada 25 Juni 2024, yang isinya mempertanyakan artikel tersebut. Unggahan tersebut terdiri dari lima buah konten berisi tangkapan layar disertai narasi yang dibuatnya. 



Dia mempertanyakan kebenaran isi berita yang dibuat oleh korban. Hal itu lantaran ia tak dapat menemukan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang ditulis dalam artikel tersebut. 

Pada akhirnya, pelaku menuding data yang digunakan tidak valid, sembari melampirkan tangkapan layar dari laman media sosial korban.

Bersama dengan tangkapan layar laman media sosial korban, pelaku menyematkan kesimpulan bahwa belum ada data impor Israel bulan Mei 2024 dari BPS, sehingga per 25/06 belum bisa dibuatkan laporan perbandingannya.

Pelaku yang tidak punya latar belakangan jurnalistik tidak paham bagaimana jurnalis menjalankan kerja jurnalistik, termasuk bagaimana cara mendapatkan atau mengulik data yang sangat sulit untuk didapatkan atau belum secara resmi dirilis.  

Bukannya mencari tahu atau bertanya secara baik-baik, pelaku malah melakukan tindakan doxing bahkan menuding jurnalis dan juga medianya pro-Israel dan merekayasa data. 

Belakangan, pelaku menghapus unggahan tersebut pada 26 Juni 2024 sore, tanpa ada penjelasan di akun instagramnya. AJI Jakarta menilai doxing yang dilakukan pelaku merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap jurnalis yang dilindungi Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. 

Tindakan yang dilakukan @Greschinov ini bisa dibilang doxing. Tapi apa sih sebenarnya doxing itu?

Apa itu Doxing?
Merujuk definis yang dibuat Cambridge Dictionary, istilah doxing atau dikenal pula dengan doxxing merupakan akronim dari dropping documents. Awalnya, doxing digunakan untuk menggambarkan tindakan peretas dalam hal pengumpulan informasi pribadi seseorang.

 

Dox atau doxing adalah tindakan menemukan atau menerbitkan informasi pribadi seseorang di internet tanpa izin mereka, terutama dengan cara yang mengungkapkan nama, alamat, dan lain-lain.

Namun, dalam konteks saat ini, sebagaimana diterangkan SAFEnet, doxing lebih dari sekadar membuka data diri seseorang dan membagikannya di ruang publik tanpa persetujuan yang bersangkutan. 

SAFEnet juga menjelaskan perilaku tersebut termasuk bentuk pelanggaran hak privasi dan masuk dalam bentuk perisakan daring.

Lalu tulisan Armando dan Soeskandi dalam Bureaucracy Journal menerangkan doxing sebagai salah satu kejahatan siber untuk mengintimidasi korban yang disasar. 

Adapun tujuan utama doxing, antara lain sebagai bahan lelucon, membungkam seseorang, dan lain sebagainya. 

Jerat Hukum Doxing
Lalu, apakah doxing termasuk kejahatan dan bisa dipidanakan? 

Pada intinya, perilaku doxing tidak dapat dibenarkan atas alasan apapun. Pasal doxing secara tersirat dapat ditemukan dalam Pasal 26 ayat (1) UU ITE jo. UU 19/2016. 

Pasal itu menerangkan bahwa kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU ITE jo. UU 19/2016 menerangkan bahwa dalam pemanfaatan teknologi informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights).

Kemudian, apabila terjadi penggunaan data pribadi tanpa izin sebagaimana yang dilakukan pelaku doxing, ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU ITE jo. UU 19/2016 menerangkan bahwa korban dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.

Dalam UU PDP, pasal doxing diatur dalam Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU PDP. Ketentuan Pasal 67 ayat (1) UU PDP menerangkan tentang jerat hukum orang yang melakukan doxing, yakni tertulis:

"Bahwa orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar rupiah."

Kemudian, ketentuan Pasal 67 ayat (2) UU PDP menerangkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Inovasi Kesehatan Mental: Mengobati Depresi Melalui Aplikasi Digital

Aplikasi Rejoyn menawarkan solusi inovatif untuk mengobati depresi dengan latihan emosional yang \"mereset \" sirkuit otak

Context.id . 30 October 2024

Lewat Pertukaran Pelajar, Hubungan Indonesia-Kazakhstan Makin Erat

Hubungan Indonesia-Kazakhstan semakin erat melalui acara \"Kazakhstan-Indonesia Friendship Society\" dan program pertukaran pelajar untuk generasi ...

Helen Angelia . 30 October 2024

Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman

Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...

Context.id . 29 October 2024

Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih

Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung

Context.id . 29 October 2024