Pendidikan Indonesia Darurat Kasus Perundungan
Pendidikan di Indonesia sering diterpa kasus perundungan dan kekerasan yang seringkali melibatkan anak di bawah umur atau remaja.
Context.id, JAKARTA - Belum lama ini jagat sosmed Indonesia dihebohkan dengan kejadian bullying atau perundungan di Binus School International BSD yang melibatkan beberapa anak pesohor sebagai pelakunya.
Bukan kabar baru lagi jika pendidikan di Indonesia sering diterpa kasus perundungan dan kekerasan yang seringkali dilakukan oleh anak usia di bawah umur. Pasalnya kejadian seperti ini selalu berulang setiap tahunnya dan terus menunjukan angka-angka peningkatan.
Berdasarkan data asesmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di Tahun 2021 lalu menunjukan bahwa 24,4 persen peserta didik sangat berpotensi untuk mengalami insiden perundungan di sekolah.
BACA JUGA
Dalam asesmen yang dilakukan oleh Kemendikbud itu peserta survei diminta untuk memberikan kesaksian dari seberapa sering ia mengalami tiga hal: dipukul, ditendang atau didorong oleh siswa lain di sekolah; diancam oleh siswa lain; dan siswa lain mengambil atau merusak barang-barang miliknya.
Anak laki-laki lebih sering mendapatkan perundungan dalam bentuk kekerasan fisik, sedangkan perempuan lebih sering mengalami perundungan secara psikologis.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat, pada agustus 2023 lalu sebanyak 2.355 kasus masuk ke lembaga itu dengan angka tertinggi pada anak korban kekerasan seksual di 487 kasus, serta korban kekerasan fisik atau psikis sebanyak 236 kasus.
Tak jarang dari banyaknya kasus perundungan sang korban memang dibuat tak berdaya, membuatnya mengalami gangguan mental atau bahkan hingga sang korban meninggal dunia, sehingga kasus-kasus perundungan terkadang menguap begitu saja.
Pendidikan di Indonesia tampaknya memang masih menghadapi kasus perundungan yang cukup tinggi, menurut data United Nation International Children's Emergency Fund atau UNICEF lebih parah lagi.
Mereka menyatakan bahwa sekitar 41% siswa berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan lebih dari beberapa kali dalam kurun waktu satu bulan.
Lebih lanjut lagi, 2 dari 3 anak laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 13-17 tahun pun pernah mengalami kekerasan dalam hidup mereka.
Bahkan, Khofifah Indar Parawansa saat menjadi Mensos pernah mengatakan hampir 40% kasus bunuh diri di Indonesia disebabkan oleh perundungan.
Menurut UNICEF, perundungan merupakan bentuk perilaku dan bukan sebuah insiden yang terjadi sekali-kali.
Pelaku bully biasanya selalu berada di status sosial atau posisi yang lebih tinggi dari rekannya sehingga ia dapat menyalahgunakan posisinya.
Masih terjebaknya pendidikan nasional oleh persoalan perundungan tentu sangat menyedihkan. Di saat negara-negara lain berlomba-lomba meningkatkan kualitas pendidikan dengan riset dan kemampuan berpikir analitis, Indonesia masih saja direpotkan oleh persoalan kekerasan di dunia pendidikannya.
Bahkan menurut survei yang dilakukan oleh PISA dari 78 negara, Indonesia menempati urutan ke 5 dengan peringkat kasus bully terbanyak di dunia sebesar 41,1% yang mengalahkan negara-negara asia lainnya seperti Kamboja, Vietnam dan Nepal serta jauh di atas rata-rata negara anggota OECD lainnya.
Selain melakukan perundungan kekerasan, 22% murid lain juga menghancurkan barang korban, 14% diancam oleh murid lain, 22% diejek oleh murid lainnya dan 20% menyebarkan rumor yang tidak baik kepada korban perundungan.
Pada 2023 lalu, berdasarkan hasil survei WHO mengenai perundungan di negara Asia Tenggara. Indonesia memimpin kasus perundungan terbanyak dengan total 100 kasus selama satu tahun, disusul oleh Filipina dengan 95 kasus dan Malaysia di 84 kasus dalam satu tahun.
Penulis: Candra Soemirat
RELATED ARTICLES
Pendidikan Indonesia Darurat Kasus Perundungan
Pendidikan di Indonesia sering diterpa kasus perundungan dan kekerasan yang seringkali melibatkan anak di bawah umur atau remaja.
Context.id, JAKARTA - Belum lama ini jagat sosmed Indonesia dihebohkan dengan kejadian bullying atau perundungan di Binus School International BSD yang melibatkan beberapa anak pesohor sebagai pelakunya.
Bukan kabar baru lagi jika pendidikan di Indonesia sering diterpa kasus perundungan dan kekerasan yang seringkali dilakukan oleh anak usia di bawah umur. Pasalnya kejadian seperti ini selalu berulang setiap tahunnya dan terus menunjukan angka-angka peningkatan.
Berdasarkan data asesmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di Tahun 2021 lalu menunjukan bahwa 24,4 persen peserta didik sangat berpotensi untuk mengalami insiden perundungan di sekolah.
BACA JUGA
Dalam asesmen yang dilakukan oleh Kemendikbud itu peserta survei diminta untuk memberikan kesaksian dari seberapa sering ia mengalami tiga hal: dipukul, ditendang atau didorong oleh siswa lain di sekolah; diancam oleh siswa lain; dan siswa lain mengambil atau merusak barang-barang miliknya.
Anak laki-laki lebih sering mendapatkan perundungan dalam bentuk kekerasan fisik, sedangkan perempuan lebih sering mengalami perundungan secara psikologis.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat, pada agustus 2023 lalu sebanyak 2.355 kasus masuk ke lembaga itu dengan angka tertinggi pada anak korban kekerasan seksual di 487 kasus, serta korban kekerasan fisik atau psikis sebanyak 236 kasus.
Tak jarang dari banyaknya kasus perundungan sang korban memang dibuat tak berdaya, membuatnya mengalami gangguan mental atau bahkan hingga sang korban meninggal dunia, sehingga kasus-kasus perundungan terkadang menguap begitu saja.
Pendidikan di Indonesia tampaknya memang masih menghadapi kasus perundungan yang cukup tinggi, menurut data United Nation International Children's Emergency Fund atau UNICEF lebih parah lagi.
Mereka menyatakan bahwa sekitar 41% siswa berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan lebih dari beberapa kali dalam kurun waktu satu bulan.
Lebih lanjut lagi, 2 dari 3 anak laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 13-17 tahun pun pernah mengalami kekerasan dalam hidup mereka.
Bahkan, Khofifah Indar Parawansa saat menjadi Mensos pernah mengatakan hampir 40% kasus bunuh diri di Indonesia disebabkan oleh perundungan.
Menurut UNICEF, perundungan merupakan bentuk perilaku dan bukan sebuah insiden yang terjadi sekali-kali.
Pelaku bully biasanya selalu berada di status sosial atau posisi yang lebih tinggi dari rekannya sehingga ia dapat menyalahgunakan posisinya.
Masih terjebaknya pendidikan nasional oleh persoalan perundungan tentu sangat menyedihkan. Di saat negara-negara lain berlomba-lomba meningkatkan kualitas pendidikan dengan riset dan kemampuan berpikir analitis, Indonesia masih saja direpotkan oleh persoalan kekerasan di dunia pendidikannya.
Bahkan menurut survei yang dilakukan oleh PISA dari 78 negara, Indonesia menempati urutan ke 5 dengan peringkat kasus bully terbanyak di dunia sebesar 41,1% yang mengalahkan negara-negara asia lainnya seperti Kamboja, Vietnam dan Nepal serta jauh di atas rata-rata negara anggota OECD lainnya.
Selain melakukan perundungan kekerasan, 22% murid lain juga menghancurkan barang korban, 14% diancam oleh murid lain, 22% diejek oleh murid lainnya dan 20% menyebarkan rumor yang tidak baik kepada korban perundungan.
Pada 2023 lalu, berdasarkan hasil survei WHO mengenai perundungan di negara Asia Tenggara. Indonesia memimpin kasus perundungan terbanyak dengan total 100 kasus selama satu tahun, disusul oleh Filipina dengan 95 kasus dan Malaysia di 84 kasus dalam satu tahun.
Penulis: Candra Soemirat
POPULAR
RELATED ARTICLES