Share

Home Stories

Stories 21 Juni 2024

Apartheid Gender Versi Taliban, Masuk Kategori Kejahatan Kemanusiaan?

Taliban melarang para gadis remaja bersekolah, para pegawai perempuan dilarang untuk bekerja dan para wanita dipaksa menikah dengan pria tua

Perempuan Afghanistan melakukan protes/ Reuters

Context.id, JAKARTA - Pelapor Khusus PBB yang bertanggung jawab untuk memantau HAM di Afghanistan yaitu Richard Bennett menyatakan kepada Dewan HAM PBB bahwa Taliban telah melakukan pelanggaran yang sistematis terhadap hak perempuan.

“Taliban harus bertanggung jawab atas pelanggaran hak-hak perempuan di Afghanistan melalui ‘apartheid gender-nya’ dan ini harus dikodifikasikan sebagai kejahatan di bawah hukum internasional,” kata Bennett, seperti dikutip dari The Independent, Jumat, (21/6).

Pasalnya, menurut Bennet sudah 1000 hari lamanya kelompok ekstrimis tersebut melarang para gadis remaja untuk bersekolah, para pegawai perempuan dilarang untuk bekerja dan para wanita dipaksa menikah dengan pria tua, membuat HAM di sana mencapai titik terendahnya.

Bennett menegaskan kepada Dewan HAM PBB bahwa otoritas Taliban dan sistem penindasannya telah merugikan perempuan dan anak perempuan, yang mana seharusnya kejadian ini ‘mengejutkan hati nurani kemanusiaan’.

Meskipun demikian, bias gender atau ‘apartheid gender’ ini belum dikodifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, tetapi Bennett mengatakan bahwa frasa tersebut paling akurat untuk menunjukkan penindasan yang dilembagakan Taliban.



“Kodifikasi apartheid gender sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan akan mencerminkan statusnya sebagai kejahatan yang mengejutkan hati nurani kemanusiaan dan melanggar jus cogens, norma wajib hukum internasional,” pungkas Bennett.

Tak hanya itu, pemantau HAM PBB untuk Afghanistan itu juga menyerukan mekanisme internasional untuk meminta pertanggungjawaban Taliban atas kerugian terhadap perempuan yang telah dilembagakan tersebut.

“Mencakup penggunaan mekanisme akuntabilitas internasional seperti Pengadilan Kriminal Internasional dan Pengadilan Keadilan Internasional serta mengejar kasus di tingkat nasional dibawah prinsip yurisdiksi universal,” ujar Bennett.

Bahkan Bennett juga meminta kepada PBB dan negara-negara anggotanya untuk tidak mengecualikan perempuan dan aktivis masyarakat sipil dari pembicaraan Doha yang akan datang dan tetap berkomitmen pada kebijakan luar negeri feminis. 

Mengingat putaran ketiga pembicaraan Doha, yang dimaksudkan untuk menetapkan arah keterlibatan internasional dengan Afghanistan, dijadwalkan akan diadakan pada akhir bulan ini untuk mencari pengakuan internasional Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan.

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Context.id

Stories 21 Juni 2024

Apartheid Gender Versi Taliban, Masuk Kategori Kejahatan Kemanusiaan?

Taliban melarang para gadis remaja bersekolah, para pegawai perempuan dilarang untuk bekerja dan para wanita dipaksa menikah dengan pria tua

Perempuan Afghanistan melakukan protes/ Reuters

Context.id, JAKARTA - Pelapor Khusus PBB yang bertanggung jawab untuk memantau HAM di Afghanistan yaitu Richard Bennett menyatakan kepada Dewan HAM PBB bahwa Taliban telah melakukan pelanggaran yang sistematis terhadap hak perempuan.

“Taliban harus bertanggung jawab atas pelanggaran hak-hak perempuan di Afghanistan melalui ‘apartheid gender-nya’ dan ini harus dikodifikasikan sebagai kejahatan di bawah hukum internasional,” kata Bennett, seperti dikutip dari The Independent, Jumat, (21/6).

Pasalnya, menurut Bennet sudah 1000 hari lamanya kelompok ekstrimis tersebut melarang para gadis remaja untuk bersekolah, para pegawai perempuan dilarang untuk bekerja dan para wanita dipaksa menikah dengan pria tua, membuat HAM di sana mencapai titik terendahnya.

Bennett menegaskan kepada Dewan HAM PBB bahwa otoritas Taliban dan sistem penindasannya telah merugikan perempuan dan anak perempuan, yang mana seharusnya kejadian ini ‘mengejutkan hati nurani kemanusiaan’.

Meskipun demikian, bias gender atau ‘apartheid gender’ ini belum dikodifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, tetapi Bennett mengatakan bahwa frasa tersebut paling akurat untuk menunjukkan penindasan yang dilembagakan Taliban.



“Kodifikasi apartheid gender sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan akan mencerminkan statusnya sebagai kejahatan yang mengejutkan hati nurani kemanusiaan dan melanggar jus cogens, norma wajib hukum internasional,” pungkas Bennett.

Tak hanya itu, pemantau HAM PBB untuk Afghanistan itu juga menyerukan mekanisme internasional untuk meminta pertanggungjawaban Taliban atas kerugian terhadap perempuan yang telah dilembagakan tersebut.

“Mencakup penggunaan mekanisme akuntabilitas internasional seperti Pengadilan Kriminal Internasional dan Pengadilan Keadilan Internasional serta mengejar kasus di tingkat nasional dibawah prinsip yurisdiksi universal,” ujar Bennett.

Bahkan Bennett juga meminta kepada PBB dan negara-negara anggotanya untuk tidak mengecualikan perempuan dan aktivis masyarakat sipil dari pembicaraan Doha yang akan datang dan tetap berkomitmen pada kebijakan luar negeri feminis. 

Mengingat putaran ketiga pembicaraan Doha, yang dimaksudkan untuk menetapkan arah keterlibatan internasional dengan Afghanistan, dijadwalkan akan diadakan pada akhir bulan ini untuk mencari pengakuan internasional Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan.

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Context.id


RELATED ARTICLES

Vietnam Blokir Telegram, Antara Keamanan Negara dan Sensor Digital

Pemerintah Vietnam kembali menjadi sorotan setelah memerintahkan pemblokiran Telegram yang sangat populer di negara komunis itu

Renita Sukma . 03 June 2025

Gara-gara Konklaf UMKM Roma Raih Keuntungan Besar

Peziarah dan turis habiskan dana sampai 600 Juta Euro saat berkunjung ke Roma

Noviarizal Fernandez . 03 June 2025

Berapa Banyak Energi yang Sebenarnya Digunakan AI?

Model AI berbeda dengan komputer biasa karena membutuhkan daya gigantik untuk belajar dan mengolah miliaran informasi demi menghasilkan respons cerdas

Renita Sukma . 03 June 2025

Diplomasi Budaya Indonesia-Kazakhstan dalam Balutan Viscose

Diplomasi budaya Kazakhstan bersinar dalam mini fashion show dengan koleksi eksklusif desainer visioner, Aida Kaumenova.

Helen Angelia . 02 June 2025