Afghanistan Gempa, Pemimpin Taliban Minta Tolong Dunia
Afghanistan dilanda gempa bumi sebesar 5,9 skala richter yang berpusat di Kota Khost, dekat perbatasan Pakistan, Rabu (22/6/2022) dini hari.
Context.id, JAKARTA - Afghanistan dilanda gempa bumi bermagnitudo 5,9 yang berpusat di Kota Khost, dekat perbatasan Pakistan, Rabu (22/6/2022) dini hari.
Melansir dari Al Jazeera, korban jiwa akibat kejadian ini mencapai lebih dari 1000 orang, 1500 lainnya luka-luka, dan akan terus bertambah. Pasalnya, menurut Kepala Departemen Penerangan dan Kebudayaan di Partika, Muhammad Amin Huzaifa, masih banyak warga yang tertimbun puing.
Masalahnya, proses evakuasi korban gempa ini sangat sulit karena cuaca yang sedang hujan serta medan yang membahayakan. Diketahui, wilayah yang terdampak gempa merupakan daerah pegunungan dan desa terpencil yang jauh dari ibukota provinsi. Alhasil, akses ke lokasi bencana juga sulit terjangkau. “Hujan juga turun dan semua rumah hancur. Orang-orang masih terjebak di bawah reruntuhan,” ujar Amin kepada Al Jazeera.
Sekarang, pihak berwenang telah mengirim helikopter dan lembaga bantuan, seperti Komite Penyelamat Internasional serta tim medis untuk datang dan mengevakuasi korban. Namun, masih belum jelas apakah peralatan penyelamat yang berat dapat mencapai daerah tersebut.
“Pihak berwenang telah mengirim helikopter dan meminta lembaga bantuan untuk datang dan menyelamatkan orang-orang dari puing-puing. Namun, itu (lokasi gempa) daerah terpencil dan sulit terjangkau,” ujar wartawan Afghanistan, Ali M. Latifi.
Menurut pemimpin suku dari Provinsi Paktika, Yaqub Manzor, akibat sulitnya akses, para penyintas bahkan turut bergerak untuk membantu mengevakuasi korban. Diketahui, para warga mencari korban selamat dengan menggali dengan tangan kosong di antara puing-puing.
Krisis Bantuan
Akibat bencana ini, setidaknya 2000 rumah hancur, dimana rata-rata setiap rumah tangga memiliki tujuh atau delapan orang yang tinggal di dalamnya. Otomatis, bantuan makanan dan medis yang diperlukan akan cukup banyak.
Sayangnya sebelum terjadinya bencana, Afghanistan sedang mengalami krisis ekonomi, yang berakibat pada kurangnya akses pada kebutuhan dasar dan fasilitas medis. Pasalnya, sejak Taliban merebut kekuasaan di negara tersebut, kesejahteraan masyarakat menurun, banyak terjadi kelaparan, dan angka kemiskinan yang meningkat.
Bala bantuan dari negara lain pun terbatas, karena banyak pemerintah telah memberikan sanksi pada Afghanistan, khususnya pada sektor perbankan dan memotong bantuan pembangunan sejak Taliban berkuasa. Selain itu, hanya segelintir pesawat dan helikopter yang bisa terbang di daerah tersebut.
Oleh karena itu, pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada untuk pertama kalinya meminta masyarakat internasional dan organisasi kemanusiaan untuk membantu warganya yang terdampak gempa.
PBB dan Uni Eropa pun dengan cepat menawarkan bantuan. Tim penilai telah diarahkan ke Afghanistan untuk memantau situasi dan memberikan bantuan darurat kepada masyarakat dan komunitas terdampak.
“Tim penilai antar-lembaga telah dikerahkan ke sejumlah daerah yang terdampak,” tulis Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UNOCHA) di Afghanistan dikutip dari Al Jazeera.
RELATED ARTICLES
Afghanistan Gempa, Pemimpin Taliban Minta Tolong Dunia
Afghanistan dilanda gempa bumi sebesar 5,9 skala richter yang berpusat di Kota Khost, dekat perbatasan Pakistan, Rabu (22/6/2022) dini hari.
Context.id, JAKARTA - Afghanistan dilanda gempa bumi bermagnitudo 5,9 yang berpusat di Kota Khost, dekat perbatasan Pakistan, Rabu (22/6/2022) dini hari.
Melansir dari Al Jazeera, korban jiwa akibat kejadian ini mencapai lebih dari 1000 orang, 1500 lainnya luka-luka, dan akan terus bertambah. Pasalnya, menurut Kepala Departemen Penerangan dan Kebudayaan di Partika, Muhammad Amin Huzaifa, masih banyak warga yang tertimbun puing.
Masalahnya, proses evakuasi korban gempa ini sangat sulit karena cuaca yang sedang hujan serta medan yang membahayakan. Diketahui, wilayah yang terdampak gempa merupakan daerah pegunungan dan desa terpencil yang jauh dari ibukota provinsi. Alhasil, akses ke lokasi bencana juga sulit terjangkau. “Hujan juga turun dan semua rumah hancur. Orang-orang masih terjebak di bawah reruntuhan,” ujar Amin kepada Al Jazeera.
Sekarang, pihak berwenang telah mengirim helikopter dan lembaga bantuan, seperti Komite Penyelamat Internasional serta tim medis untuk datang dan mengevakuasi korban. Namun, masih belum jelas apakah peralatan penyelamat yang berat dapat mencapai daerah tersebut.
“Pihak berwenang telah mengirim helikopter dan meminta lembaga bantuan untuk datang dan menyelamatkan orang-orang dari puing-puing. Namun, itu (lokasi gempa) daerah terpencil dan sulit terjangkau,” ujar wartawan Afghanistan, Ali M. Latifi.
Menurut pemimpin suku dari Provinsi Paktika, Yaqub Manzor, akibat sulitnya akses, para penyintas bahkan turut bergerak untuk membantu mengevakuasi korban. Diketahui, para warga mencari korban selamat dengan menggali dengan tangan kosong di antara puing-puing.
Krisis Bantuan
Akibat bencana ini, setidaknya 2000 rumah hancur, dimana rata-rata setiap rumah tangga memiliki tujuh atau delapan orang yang tinggal di dalamnya. Otomatis, bantuan makanan dan medis yang diperlukan akan cukup banyak.
Sayangnya sebelum terjadinya bencana, Afghanistan sedang mengalami krisis ekonomi, yang berakibat pada kurangnya akses pada kebutuhan dasar dan fasilitas medis. Pasalnya, sejak Taliban merebut kekuasaan di negara tersebut, kesejahteraan masyarakat menurun, banyak terjadi kelaparan, dan angka kemiskinan yang meningkat.
Bala bantuan dari negara lain pun terbatas, karena banyak pemerintah telah memberikan sanksi pada Afghanistan, khususnya pada sektor perbankan dan memotong bantuan pembangunan sejak Taliban berkuasa. Selain itu, hanya segelintir pesawat dan helikopter yang bisa terbang di daerah tersebut.
Oleh karena itu, pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada untuk pertama kalinya meminta masyarakat internasional dan organisasi kemanusiaan untuk membantu warganya yang terdampak gempa.
PBB dan Uni Eropa pun dengan cepat menawarkan bantuan. Tim penilai telah diarahkan ke Afghanistan untuk memantau situasi dan memberikan bantuan darurat kepada masyarakat dan komunitas terdampak.
“Tim penilai antar-lembaga telah dikerahkan ke sejumlah daerah yang terdampak,” tulis Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UNOCHA) di Afghanistan dikutip dari Al Jazeera.
POPULAR
RELATED ARTICLES