Risiko Skema Kredit Chanelling Bank dan Pinjol
OJK soroti potensi risiko berupa penurunan nilai aset keuangan
Context.id, JAKARTA - Skema kredit channeling yang dilakukan oleh bank digital, berkerja sama dengan platform pinjaman online memiliki dampak yang cukup signifikan, salah satunya potensi keuntungan.
Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan risiko yang mengintai dari kerja sama tesebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan secara industri, pembiayaan perbankan dengan lembaga keuangan nonbank swasta seperti pinjol tergolong rendah, porsinya hanya berkisar 4%-5%.
"Penyesuaian porsi pendanaan kepada masing-masing golongan debitur tentunya juga dilakukan bergantung kepada permintaan kredit dari golongan debitur dimaksud, dengan mempertimbangkan banyak faktor seperti prioritas penyaluran kredit bank, risiko debitur, serta potensi keuntungan," kata Dian seperti dikutip dari Bisnis, Selasa (18/6/2024).
Adapun, kredit yang tercatat dalam channeling umumnya berskema executing, yang artinya risiko akibat kegagalan pembayaran oleh debitur menjadi tanggungan pihak pinjol.
Sementara risiko yang dihadapi bank ada pada kemampuan pinjol membayar ke bank dana yang sudah diguyurkan kepada debitur.
BACA JUGA
"Ada risiko internal dan eksternal. Internalnya, diperlukan penguatan untuk mempertajam kapabilitas credit scoring yang dimiliki. Sementara sisi eksternal, ekonomi global masih volatil dan fenomena suku bunga tinggi berimplikasi terhadap penurunan nilai aset keuangan," ujarnya.
Kondisi ini menuntut perbankan yang bermitra dengan perusahaan fintech untuk mempertimbangkan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat dan inovasi dalam teknologi untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi operasional.
Demi mengantisipasi risiko dalam skema channeling bersama fintech lending, penting bagi bank untuk memiliki pemahaman yang baik atas proses bisnis mitra, memilih mitra yang tepat dan mematuhi regulasi yang berlaku, serta menerapkan skema mitigasi risiko yang memadai.
OJK mencatat ada 15 pinjol yang memiliki tingkat wanprestasi (TWP) 90 atau kredit macet di atas 5%. Untuk diketahui, OJK menetapkan batas maksimal TWP90 atau kredit macet pinjol pada level 5%.
Adapun, saat ini jumlah penyelenggara P2P lending berizin dan diawasi OJK terdapat 100 pinjol. Secara industri, per April 2024 TWP90 turun menjadi 2,79% dari 2,94% pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, di tengah kondisi tersebut, sejumlah bank digital berencana untuk mengurangi porsi kredit channeling mereka.
Tercatat, sejumlah bank digital menggaet pinjol dalam menyalurkan kreditnya kepada debitur. Seperti PT Bank Seabank Indonesia alias Seabank misalnya berkerja sama dengan pinjol sebagai mitra, di antaranya AdaKami, Rupiah Cepat, hingga EasyCash.
Lalu PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) juga menjalankan skema channeling dengan belasan mitra dan PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) menggandeng kredit channeling dengan pinjol bermasalah Investree.
RELATED ARTICLES
Risiko Skema Kredit Chanelling Bank dan Pinjol
OJK soroti potensi risiko berupa penurunan nilai aset keuangan
Context.id, JAKARTA - Skema kredit channeling yang dilakukan oleh bank digital, berkerja sama dengan platform pinjaman online memiliki dampak yang cukup signifikan, salah satunya potensi keuntungan.
Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan risiko yang mengintai dari kerja sama tesebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan secara industri, pembiayaan perbankan dengan lembaga keuangan nonbank swasta seperti pinjol tergolong rendah, porsinya hanya berkisar 4%-5%.
"Penyesuaian porsi pendanaan kepada masing-masing golongan debitur tentunya juga dilakukan bergantung kepada permintaan kredit dari golongan debitur dimaksud, dengan mempertimbangkan banyak faktor seperti prioritas penyaluran kredit bank, risiko debitur, serta potensi keuntungan," kata Dian seperti dikutip dari Bisnis, Selasa (18/6/2024).
Adapun, kredit yang tercatat dalam channeling umumnya berskema executing, yang artinya risiko akibat kegagalan pembayaran oleh debitur menjadi tanggungan pihak pinjol.
Sementara risiko yang dihadapi bank ada pada kemampuan pinjol membayar ke bank dana yang sudah diguyurkan kepada debitur.
BACA JUGA
"Ada risiko internal dan eksternal. Internalnya, diperlukan penguatan untuk mempertajam kapabilitas credit scoring yang dimiliki. Sementara sisi eksternal, ekonomi global masih volatil dan fenomena suku bunga tinggi berimplikasi terhadap penurunan nilai aset keuangan," ujarnya.
Kondisi ini menuntut perbankan yang bermitra dengan perusahaan fintech untuk mempertimbangkan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat dan inovasi dalam teknologi untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi operasional.
Demi mengantisipasi risiko dalam skema channeling bersama fintech lending, penting bagi bank untuk memiliki pemahaman yang baik atas proses bisnis mitra, memilih mitra yang tepat dan mematuhi regulasi yang berlaku, serta menerapkan skema mitigasi risiko yang memadai.
OJK mencatat ada 15 pinjol yang memiliki tingkat wanprestasi (TWP) 90 atau kredit macet di atas 5%. Untuk diketahui, OJK menetapkan batas maksimal TWP90 atau kredit macet pinjol pada level 5%.
Adapun, saat ini jumlah penyelenggara P2P lending berizin dan diawasi OJK terdapat 100 pinjol. Secara industri, per April 2024 TWP90 turun menjadi 2,79% dari 2,94% pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, di tengah kondisi tersebut, sejumlah bank digital berencana untuk mengurangi porsi kredit channeling mereka.
Tercatat, sejumlah bank digital menggaet pinjol dalam menyalurkan kreditnya kepada debitur. Seperti PT Bank Seabank Indonesia alias Seabank misalnya berkerja sama dengan pinjol sebagai mitra, di antaranya AdaKami, Rupiah Cepat, hingga EasyCash.
Lalu PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) juga menjalankan skema channeling dengan belasan mitra dan PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) menggandeng kredit channeling dengan pinjol bermasalah Investree.
POPULAR
RELATED ARTICLES