Share

Home Stories

Stories 19 Maret 2024

Bagaimana Cara Astronot Berpuasa di Luar Angkasa?

Astronot bisa menggunakan zona waktu yang digunakan oleh stasiun luar angkasa yaitu UTC atau disebut juga GMT dan juga zona waktu Mekah

Ilustrasi Puasa di Luar Angkasa - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Bulan suci Ramadan menjadi salah satu momen sakral bagi umat muslim di seluruh dunia untuk melaksanakan ibadah puasa.

Sebagai ibadah yang wajib bagi umat muslim, puasa tetap dijalankan meskipun sedang melakukan pekerjaan atau aktivitas apapun.

Lantas, bagaimana para astronot muslim yang tengah bekerja di luar angkasa melaksanakan ibadah puasa?

Menteri Negara Urusan Pemuda Uni Emirat Arab (UAE) yang sekaligus menjadi salah satu astronot pertama UAE, Sultan Al Neyadi membagikan ceritanya melaksanakan ibadah puasa di luar angkasa.

Neyadi menjadi salah seorang kru dari misi perjalanan luar angkasa UAE yang bertugas di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selama 6 bulan.



Sepanjang enam bulan yang dihabiskan, Neyadi melewati masa bulan Ramadan yang mewajibkan dirinya untuk melaksanakan ibadah puasa.

Melansir Nationalnews, Neyadi mengungkapkan kesenangannya menjalankan ibadah puasa di stasiun luar angkasa. 

Ia menyebut, meskipun berat untuk melakukan puasa tetapi memiliki kemudahan karena masuk sebagai kategori musafir.

“Sepanjang enam bulan, kami melewati saat-saat yang sangat menyenangkan seperti Idul Fitri dan Ramadan. Saya masuk dalam definisi musafir, sebenarnya saya bisa berbuka dan itu tidak wajib (berpuasa),” ujarnya bercerita.

Neyadi mengungkapkan untuk melakukan ibadah puasa dan salat di luar angkasa, astronot biasanya memiliki dua pilihan zona waktu yang dapat diikuti.

Astronot bisa menggunakan zona waktu yang digunakan oleh stasiun luar angkasa yaitu UTC atau disebut juga GMT. Selain itu, astronot juga dapat melaksanakan ibadah dengan mengikuti zona waktu Mekkah.

Neyadi juga mengatakan bahwa puasa menjadi tantangan tersendiri ketika melaksanakan misi, tetapi keselamatan kru dan keberhasilan misi tetap menjadi keutamaan bagi dirinya dan tim.

“Sebenarnya puasa itu tidak wajib jika sedang tidak enak badan. Makan makanan yang cukup diperbolehkan. Karena jika kekurangan makanan, nutrisi atau dehidrasi dapat membahayakan misi, atau mungkin membahayakan anggota kru lainnya.”

Makanan yang digunakan untuk sahur dan berbuka puasa pun adalah makanan stok berupa berbagai menu yang tersedia di stasiun luar angkasa.

Neyadi juga menyebut keseimbangan gizi dan asupan makanan ketika sahur dan berbuka sangatlah penting agar astronot tetap bisa menjalankan misi meskipun sedang berpuasa

Astronot Muslim Pertama
Sultan Al Neyadi bukanlah astronot muslim pertama yang menghabiskan masa Ramadan di luar angkasa.

Astronot muslim pertama yang berpuasa di luar angkasa adalah Pangeran Sultan bin Salman yang berasal dari Arab Saudi.

Pangeran Salman berpuasa ketika menerbangkan pesawat ulang-alik AS Discovery pada 1985 silam, di hari terakhir bulan Ramadan.

Dalam bukunya yang berjudul Seven Days in Space, ia menceritakan tantangan fisik yang sangat berat ketika melakukan puasa.

Hal ini dikarenakan penerbangan menuju luar angkasa dan aktivitas yang dilakukan di sana sangatlah menguras kemampuan fisik astronot.

“Sekarang saya merasa sangat lelah, mungkin karena kurang tidur, tidak berbobot, dan kehilangan cairan tubuh. Saya benar-benar dehidrasi dan kesulitan bergerak,” tulis Pangeran Salman dalam bukunya.

Namun, pengalaman pangeran Salman saat itu mendunia berkat foto yang diambil ketika ia melihat bulan sabit atau hilal Idul Fitri secara langsung saat di luar angkasa

Penulis: Ridho Danu



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 19 Maret 2024

Bagaimana Cara Astronot Berpuasa di Luar Angkasa?

Astronot bisa menggunakan zona waktu yang digunakan oleh stasiun luar angkasa yaitu UTC atau disebut juga GMT dan juga zona waktu Mekah

Ilustrasi Puasa di Luar Angkasa - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Bulan suci Ramadan menjadi salah satu momen sakral bagi umat muslim di seluruh dunia untuk melaksanakan ibadah puasa.

Sebagai ibadah yang wajib bagi umat muslim, puasa tetap dijalankan meskipun sedang melakukan pekerjaan atau aktivitas apapun.

Lantas, bagaimana para astronot muslim yang tengah bekerja di luar angkasa melaksanakan ibadah puasa?

Menteri Negara Urusan Pemuda Uni Emirat Arab (UAE) yang sekaligus menjadi salah satu astronot pertama UAE, Sultan Al Neyadi membagikan ceritanya melaksanakan ibadah puasa di luar angkasa.

Neyadi menjadi salah seorang kru dari misi perjalanan luar angkasa UAE yang bertugas di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selama 6 bulan.



Sepanjang enam bulan yang dihabiskan, Neyadi melewati masa bulan Ramadan yang mewajibkan dirinya untuk melaksanakan ibadah puasa.

Melansir Nationalnews, Neyadi mengungkapkan kesenangannya menjalankan ibadah puasa di stasiun luar angkasa. 

Ia menyebut, meskipun berat untuk melakukan puasa tetapi memiliki kemudahan karena masuk sebagai kategori musafir.

“Sepanjang enam bulan, kami melewati saat-saat yang sangat menyenangkan seperti Idul Fitri dan Ramadan. Saya masuk dalam definisi musafir, sebenarnya saya bisa berbuka dan itu tidak wajib (berpuasa),” ujarnya bercerita.

Neyadi mengungkapkan untuk melakukan ibadah puasa dan salat di luar angkasa, astronot biasanya memiliki dua pilihan zona waktu yang dapat diikuti.

Astronot bisa menggunakan zona waktu yang digunakan oleh stasiun luar angkasa yaitu UTC atau disebut juga GMT. Selain itu, astronot juga dapat melaksanakan ibadah dengan mengikuti zona waktu Mekkah.

Neyadi juga mengatakan bahwa puasa menjadi tantangan tersendiri ketika melaksanakan misi, tetapi keselamatan kru dan keberhasilan misi tetap menjadi keutamaan bagi dirinya dan tim.

“Sebenarnya puasa itu tidak wajib jika sedang tidak enak badan. Makan makanan yang cukup diperbolehkan. Karena jika kekurangan makanan, nutrisi atau dehidrasi dapat membahayakan misi, atau mungkin membahayakan anggota kru lainnya.”

Makanan yang digunakan untuk sahur dan berbuka puasa pun adalah makanan stok berupa berbagai menu yang tersedia di stasiun luar angkasa.

Neyadi juga menyebut keseimbangan gizi dan asupan makanan ketika sahur dan berbuka sangatlah penting agar astronot tetap bisa menjalankan misi meskipun sedang berpuasa

Astronot Muslim Pertama
Sultan Al Neyadi bukanlah astronot muslim pertama yang menghabiskan masa Ramadan di luar angkasa.

Astronot muslim pertama yang berpuasa di luar angkasa adalah Pangeran Sultan bin Salman yang berasal dari Arab Saudi.

Pangeran Salman berpuasa ketika menerbangkan pesawat ulang-alik AS Discovery pada 1985 silam, di hari terakhir bulan Ramadan.

Dalam bukunya yang berjudul Seven Days in Space, ia menceritakan tantangan fisik yang sangat berat ketika melakukan puasa.

Hal ini dikarenakan penerbangan menuju luar angkasa dan aktivitas yang dilakukan di sana sangatlah menguras kemampuan fisik astronot.

“Sekarang saya merasa sangat lelah, mungkin karena kurang tidur, tidak berbobot, dan kehilangan cairan tubuh. Saya benar-benar dehidrasi dan kesulitan bergerak,” tulis Pangeran Salman dalam bukunya.

Namun, pengalaman pangeran Salman saat itu mendunia berkat foto yang diambil ketika ia melihat bulan sabit atau hilal Idul Fitri secara langsung saat di luar angkasa

Penulis: Ridho Danu



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Google VEO 3, AI yang Bisa Bikin Video dari Teks

Bayangkan kamu cukup menulis cerita dan dalam hitungan menit, video sinematik pun tercipta

Renita Sukma . 30 May 2025

Dua Dekade Marjin Kiri, Bernapas di Sela-Sela Penjegalan dan Pasar Buku

Penerbit Marjin Kiri bertahan hingga usia dua puluh tahun. Bertarung melawan modal besar hingga keengganan membaca buku serius

Renita Sukma . 28 May 2025

Bahasa Inggris, Tiket ke Panggung Global

Keinginan masyarakat Indonesia untuk menembus dunia kerja dan pendidikan global terus meningkat. Namun satu hal mendasar justru tertinggal, kemamp ...

Renita Sukma . 27 May 2025

Soeharto Tetap Membayangi Meskipun Sudah 27 Tahun Lengser

Dua puluh tujuh tahun setelah Soeharto mengakhiri 32 tahun kekuasaannya, Indonesia kembali bergulat dengan warisan Orde Baru

Renita Sukma . 26 May 2025