Share

Stories 28 Februari 2024

Kondisi Korban Perang Israel-Hamas Memburuk, Inggris Minta Gencatan Senjata

Kelompok perempuan dan anak-anak menjadi pihak yang paling terdampak akibat perang Israel-Hamas

Context.id, JAKARTA - Perang antara Hamas dan Israel di jalur Gaza sudah berlangsung hampir 5 bulan dan belum ada tanda-tanda akan selesai.  Dari catatan Kementerian Kesehatan Palestina, korban jiwa akibat perang itu mencapai 29,878 orang.  

Banyaknya korban jiwa dari perang itu membuat beberapa negara-negara melakukan banding dan mengeluarkan resolusi di PBB agar gencatan senjata segera dilakukan. Namun semua usaha itu gagal karena Amerika Serikat selalu mem-veto resolusi tersebut.

Perwakilan Inggris untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Barbara Woodward dalam UN Security Council Meeting on Food Security Risk in Gaza menyatakan tingkat kelaparan di Gaza berada di level bencana.

Lebih sedihnya lagi, kelompok yang paling parah terdampak dari perang ini adalah perempuan dan anak-anak. 

“Rekan-rekan, kita menjadi saksi dari situasi yang menyedihkan di Gaza yang semakin hari semakin memburuk. Di Rafah, orang berdesakan di dalam tenda-tenda kecil. Itu bagi yang beruntung dapat. Itu pun tanpa makanan, air bersih dan kebersihan yang memadai” ujarnya dalam UN Security Council Meeting, Selasa (27/02).



Barbara mencatat 3 hal yang harus dilakukan agar kejadian pelarangan akses organisasi kemanusiaan untuk memberikan bantuan seperti yang terjadi di Gaza Utara bisa dihindari. 

Pertama, kata Barbara, semua pihak harus segera menghentikan pertempuran. Hal ini sangat penting untuk memasukkan bantuan dan membebaskan para sandera serta menyepakati gencatan senjata yang berkelanjutan dan permanen. 

“Kedua, kami mendesak Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza, dan memfasilitasi distribusi di seluruh jalur tersebut. Ribuan truk tertahan di Mesir dan Yordania, yang berisi makanan, tenda dan kebutuhan lainnya” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa jika kunci dari semua ini adalah meningkatkan kecepatan dan kapasitas operasi penyaringan bantuan, termasuk di Kerem-Shalom dan Nitzana agar bantuan ini dapat menjangkau mereka yang membutuhkannya sesegera mungkin. 

“Kami membutuhkan lebih banyak penyeberangan yang dibuka lebih lama, termasuk Kerem-Shalom. Kami membutuhkan akses tanpa hambatan untuk bantuan yang datang dari Yordania; kami membutuhkan pembukaan penuh Pelabuhan Ashdod” imbuhnya.

Menurutnya, pengiriman lewat udara tidak dapat menggantikan ketepatan pengiriman lewat darat. Para relawan kemanusiaan, lanjut Barbara, membutuhkan akses yang aman dan tanpa hambatan ke wilayah Utara. 

Barbara juga mendesak Israel untuk melanjutkan pasokan air dan listrik, yang sangat penting untuk produksi makanan dan air minum yang aman. Selain itu aktivitas komersial juga perlu dimulai kembali. 

“Ketiga, PBB dan mitra kemanusiaan membutuhkan perlindungan yang lebih besar dan akses terhadap alat-alat yang dibutuhkan untuk menyelesaikan misi mereka. Ini termasuk kendaraan lapis baja, peralatan komunikasi, alat pelindung diri, dan visa,” katanya. 

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 28 Februari 2024

Kondisi Korban Perang Israel-Hamas Memburuk, Inggris Minta Gencatan Senjata

Kelompok perempuan dan anak-anak menjadi pihak yang paling terdampak akibat perang Israel-Hamas

Context.id, JAKARTA - Perang antara Hamas dan Israel di jalur Gaza sudah berlangsung hampir 5 bulan dan belum ada tanda-tanda akan selesai.  Dari catatan Kementerian Kesehatan Palestina, korban jiwa akibat perang itu mencapai 29,878 orang.  

Banyaknya korban jiwa dari perang itu membuat beberapa negara-negara melakukan banding dan mengeluarkan resolusi di PBB agar gencatan senjata segera dilakukan. Namun semua usaha itu gagal karena Amerika Serikat selalu mem-veto resolusi tersebut.

Perwakilan Inggris untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Barbara Woodward dalam UN Security Council Meeting on Food Security Risk in Gaza menyatakan tingkat kelaparan di Gaza berada di level bencana.

Lebih sedihnya lagi, kelompok yang paling parah terdampak dari perang ini adalah perempuan dan anak-anak. 

“Rekan-rekan, kita menjadi saksi dari situasi yang menyedihkan di Gaza yang semakin hari semakin memburuk. Di Rafah, orang berdesakan di dalam tenda-tenda kecil. Itu bagi yang beruntung dapat. Itu pun tanpa makanan, air bersih dan kebersihan yang memadai” ujarnya dalam UN Security Council Meeting, Selasa (27/02).



Barbara mencatat 3 hal yang harus dilakukan agar kejadian pelarangan akses organisasi kemanusiaan untuk memberikan bantuan seperti yang terjadi di Gaza Utara bisa dihindari. 

Pertama, kata Barbara, semua pihak harus segera menghentikan pertempuran. Hal ini sangat penting untuk memasukkan bantuan dan membebaskan para sandera serta menyepakati gencatan senjata yang berkelanjutan dan permanen. 

“Kedua, kami mendesak Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza, dan memfasilitasi distribusi di seluruh jalur tersebut. Ribuan truk tertahan di Mesir dan Yordania, yang berisi makanan, tenda dan kebutuhan lainnya” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa jika kunci dari semua ini adalah meningkatkan kecepatan dan kapasitas operasi penyaringan bantuan, termasuk di Kerem-Shalom dan Nitzana agar bantuan ini dapat menjangkau mereka yang membutuhkannya sesegera mungkin. 

“Kami membutuhkan lebih banyak penyeberangan yang dibuka lebih lama, termasuk Kerem-Shalom. Kami membutuhkan akses tanpa hambatan untuk bantuan yang datang dari Yordania; kami membutuhkan pembukaan penuh Pelabuhan Ashdod” imbuhnya.

Menurutnya, pengiriman lewat udara tidak dapat menggantikan ketepatan pengiriman lewat darat. Para relawan kemanusiaan, lanjut Barbara, membutuhkan akses yang aman dan tanpa hambatan ke wilayah Utara. 

Barbara juga mendesak Israel untuk melanjutkan pasokan air dan listrik, yang sangat penting untuk produksi makanan dan air minum yang aman. Selain itu aktivitas komersial juga perlu dimulai kembali. 

“Ketiga, PBB dan mitra kemanusiaan membutuhkan perlindungan yang lebih besar dan akses terhadap alat-alat yang dibutuhkan untuk menyelesaikan misi mereka. Ini termasuk kendaraan lapis baja, peralatan komunikasi, alat pelindung diri, dan visa,” katanya. 

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Inovasi Kesehatan Mental: Mengobati Depresi Melalui Aplikasi Digital

Aplikasi Rejoyn menawarkan solusi inovatif untuk mengobati depresi dengan latihan emosional yang \"mereset \" sirkuit otak

Context.id . 30 October 2024

Lewat Pertukaran Pelajar, Hubungan Indonesia-Kazakhstan Makin Erat

Hubungan Indonesia-Kazakhstan semakin erat melalui acara \"Kazakhstan-Indonesia Friendship Society\" dan program pertukaran pelajar untuk generasi ...

Helen Angelia . 30 October 2024

Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman

Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...

Context.id . 29 October 2024

Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih

Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung

Context.id . 29 October 2024