Share

Home Stories

Stories 06 Februari 2024

Akademisi Bilang Beban Utang Negara Mengkhawatirkan

Pemerintahan baru di Indonesia akan menanggung beban utang yang ditinggalkan oleh rezim Joko Widodo.

Ilustrasi Utang Negara - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Pemerintahan baru di Indonesia akan menanggung beban utang yang ditinggalkan oleh rezim Joko Widodo.

Akademisi Universitas Paramadina, Handi Risza mengatakan bahwa instrumen utang digunakan untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dia menuturkan, Indonesia harus belajar dari pengalaman negara lain yang gagal mengelola utang seperti Yunani, Argentina, Venezuela, Ekuador, dan Sri Lanka.

Padahal beberapa negara di Amerika Latin seperti Venezuela, tuturnya, mempunyai sumber daya minyak bumi yang memadai, tapi ternyata gagal dalam menata utang tersebut.

“Srilanka juga mengalami kegagalan dalam pengelolaan utang hingga harus menyerahkan Pelabuhan Hambatota senilai US$1,1 triliun kepada China,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Masalah APBN, Utang dan Tax Ratio Rendah, Senin (5/2/2024).



Menurutnya, kasus Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga mengkhawatirkan karena terjadi peningkatan biaya signifikan dari semula US$7 miliar kemudian menjadi US$11 miliar.

Karena konsorsium di Indonesia juga tidak mampu membiayai KA cepat itu, sama seperti kasus Srilanka, lalu China meminta kepada pemerintah RI untuk menjaminkan APBN Indonesia untuk proyek KA Cepat Jakarta – Bandung.

“Jika tidak hati-hati, maka kasus Pelabuhan Hambatota di Srilanka khawatir terjadi juga di Indonesia,” tuturnya.

Indonesia, tuturnya perlu melihat kisah sukses beberapa negara yang mampu mengelola utangnya seperti Jepang, Korea dan China.

Ketiga negara itu tercatat berhasil secara efektif memanfaatkan utang yang dilakukan oleh pemerintahnya secara efektif untuk pembangunan SDM, industri berbasis teknologi dan infrastruktur yang mampu menciptakan nilai tambah bagi perekonomiannya.

Lanjutnya, kunci utama pengelolaan utang oleh ketiga negara tersebut adalah penegakan hukum yang kuat, budaya malu untuk melakukan penyimpangan keuangan negara, dan pengendalian fiskal yang ketat terhadap utang.

“Pemerintah ketiga negara tersebut berhasil mengelola utangnya baik dalam jangka pendek dan jangka Panjang dengan melibatkan warga negara dalam membeli surat utang negara, sehingga tidak tergantung kepada pinjaman asing,” ucapnya.

Dia melihat, tren penambahan pokok dan bunga utang Indonesia, seperti besar pasak daripada tiang sehingga menutup pembiayaan negara terpaksa dengan berutang.

Dia memaparkan, selama 2014-2023, utang pemerintah pusat menunjukkan tren kenaikan yang signifikan, puncaknya terjadi pada 2020-2023.

Pertumbuhan utang walaupun berfluktuatif tetapi menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahunnya, menunjukkan trend penurunan tahun 2021-2023.

Ketika Presiden SBY mewariskan utang negara kepada Jokowi sebesar Rp2608,7 triliun. Namun 8-9 bulan sebelum masa akhir pemerintahan Jokowi, posisi utang Indonesia telah mencapai angka Rp8,041 triliun atau naik 4 kali lipat dalam 10 tahun terakhir.

Utang, katanya juga, menjadi beban dan tanggungan APBN pada setiap tahun. Ada anggaran untuk biaya cicilan pokok dan bunga utang setiap tahun.

Pada 2023 angka bunga utang plus pokok yang harus dibayar telah mendekati Rp500 triliun, sebuah angka beban negara yang amat besar.

“Neraca APBN Rp3.000 triliun, sebanyak Rp500 triliunnya dibelanjakan untuk cicilan pokok dan utang. Sehingga wajar saja balance budget negara tidak kunjung positif, karena penarikan utang baru sebagian besar digunakan untuk menutupi pembiayaan-pembiayaan utang yang sedang berjalan,” paparnya.

Pada intinya, menurutnya, beban utang yang sedang ditanggung oleh APBN pokok dan bunga lebih kurang Rp500 triliun tiap tahun, dapat disebut sangat membebani APBN.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 06 Februari 2024

Akademisi Bilang Beban Utang Negara Mengkhawatirkan

Pemerintahan baru di Indonesia akan menanggung beban utang yang ditinggalkan oleh rezim Joko Widodo.

Ilustrasi Utang Negara - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Pemerintahan baru di Indonesia akan menanggung beban utang yang ditinggalkan oleh rezim Joko Widodo.

Akademisi Universitas Paramadina, Handi Risza mengatakan bahwa instrumen utang digunakan untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dia menuturkan, Indonesia harus belajar dari pengalaman negara lain yang gagal mengelola utang seperti Yunani, Argentina, Venezuela, Ekuador, dan Sri Lanka.

Padahal beberapa negara di Amerika Latin seperti Venezuela, tuturnya, mempunyai sumber daya minyak bumi yang memadai, tapi ternyata gagal dalam menata utang tersebut.

“Srilanka juga mengalami kegagalan dalam pengelolaan utang hingga harus menyerahkan Pelabuhan Hambatota senilai US$1,1 triliun kepada China,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Masalah APBN, Utang dan Tax Ratio Rendah, Senin (5/2/2024).



Menurutnya, kasus Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga mengkhawatirkan karena terjadi peningkatan biaya signifikan dari semula US$7 miliar kemudian menjadi US$11 miliar.

Karena konsorsium di Indonesia juga tidak mampu membiayai KA cepat itu, sama seperti kasus Srilanka, lalu China meminta kepada pemerintah RI untuk menjaminkan APBN Indonesia untuk proyek KA Cepat Jakarta – Bandung.

“Jika tidak hati-hati, maka kasus Pelabuhan Hambatota di Srilanka khawatir terjadi juga di Indonesia,” tuturnya.

Indonesia, tuturnya perlu melihat kisah sukses beberapa negara yang mampu mengelola utangnya seperti Jepang, Korea dan China.

Ketiga negara itu tercatat berhasil secara efektif memanfaatkan utang yang dilakukan oleh pemerintahnya secara efektif untuk pembangunan SDM, industri berbasis teknologi dan infrastruktur yang mampu menciptakan nilai tambah bagi perekonomiannya.

Lanjutnya, kunci utama pengelolaan utang oleh ketiga negara tersebut adalah penegakan hukum yang kuat, budaya malu untuk melakukan penyimpangan keuangan negara, dan pengendalian fiskal yang ketat terhadap utang.

“Pemerintah ketiga negara tersebut berhasil mengelola utangnya baik dalam jangka pendek dan jangka Panjang dengan melibatkan warga negara dalam membeli surat utang negara, sehingga tidak tergantung kepada pinjaman asing,” ucapnya.

Dia melihat, tren penambahan pokok dan bunga utang Indonesia, seperti besar pasak daripada tiang sehingga menutup pembiayaan negara terpaksa dengan berutang.

Dia memaparkan, selama 2014-2023, utang pemerintah pusat menunjukkan tren kenaikan yang signifikan, puncaknya terjadi pada 2020-2023.

Pertumbuhan utang walaupun berfluktuatif tetapi menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahunnya, menunjukkan trend penurunan tahun 2021-2023.

Ketika Presiden SBY mewariskan utang negara kepada Jokowi sebesar Rp2608,7 triliun. Namun 8-9 bulan sebelum masa akhir pemerintahan Jokowi, posisi utang Indonesia telah mencapai angka Rp8,041 triliun atau naik 4 kali lipat dalam 10 tahun terakhir.

Utang, katanya juga, menjadi beban dan tanggungan APBN pada setiap tahun. Ada anggaran untuk biaya cicilan pokok dan bunga utang setiap tahun.

Pada 2023 angka bunga utang plus pokok yang harus dibayar telah mendekati Rp500 triliun, sebuah angka beban negara yang amat besar.

“Neraca APBN Rp3.000 triliun, sebanyak Rp500 triliunnya dibelanjakan untuk cicilan pokok dan utang. Sehingga wajar saja balance budget negara tidak kunjung positif, karena penarikan utang baru sebagian besar digunakan untuk menutupi pembiayaan-pembiayaan utang yang sedang berjalan,” paparnya.

Pada intinya, menurutnya, beban utang yang sedang ditanggung oleh APBN pokok dan bunga lebih kurang Rp500 triliun tiap tahun, dapat disebut sangat membebani APBN.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025