Minyak Goreng Berpolemik: Pedagang Tahan Suplai, Negara Tahan Harga
Pemerintah dan pengusaha ritel belum ada titik temu soal kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan rakyat atau Minyakita.
Context.id, JAKARTA – ‘Adu urat’ menyoal harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng subsidi atau Minyakita antara pemerintah dan pelaku usaha belum menemukan titik tengah.
Permintaan pebisnis agar HET segera dinaikkan kemungkinan tidak segera terakomodasi dan berpotensi memicu kelangkaan suplai.
Saat ini, pelaku usaha menahan suplai minyak goreng sembari menanti penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) menghindari risiko jual rugi.
Hal ini dilakukan mengantisipasi lonjakan permintaan saat bulan Ramadan yang tinggal menghitung pekan.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, risiko jual rugi ini muncul setelah pelaku usaha mempertimbangkan sejumlah komponen pengeluaran, mulai dari biaya pengilangan, aktivitas perkebunan, ongkos produksi, dan lain-lain.
BACA JUGA
“Sementara itu, HET belum berubah. Jadi, banyak yang menahan suplai untuk menghindari jual rugi. [Kami] menunggu momen HET minyak goreng naik. Pemerintah sudah memberikan sinyal akan menaikkan harga,” kata Roy kepada Bisnis saat ditemui di kantornya di Jakarta, pekan lalu.
Sesuai dengan Permendag No. 41/2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Kemasan Rakyat, HET minyak goreng kemasan Rp14.000/liter.
Sementara Permendag No. 11/2022 tentang Penetapan Harga Tertinggi Eceran Minyak Goreng Curah, ditetapkan HET Rp14.000/liter atau Rp15.500/liter.
Namun, apabila mengacu kepada data terbaru Kementerian Perdagangan (Kemendag), upaya tahan suplai minyak goreng ini sepertinya belum memberikan efek terhadap persediaan barang di pasar saat ini.
Sepanjang Januari 2024, Kemendag mencatat total penyaluran minyak goreng kemasan dan curah dalam kerangka domestic market obligation (DMO) mencapai 189.217 ton.
Jauh di atas rata-rata penyaluran bulanan sebesar 97.000 ton.
Dengan komposisi, penyaluran Minyakita sebanyak 79.538 ton atau 42,04% dari total DMO, dan minyak goreng curah sebanyak 109.679 ton atau 57,96% dari total DMO.
Bahkan, angka penyaluran minyak goreng kemasan Minyakita berada di atas target 40% yang dipatok pemerintah, dan naik sekitar 4% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati demikian, keterbatasan suplai barang yang biasanya bermuara pada pola lama para spekulan yang kerap menaikkan harga menjelang bulan puasa tampaknya perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Kondisi ini, sudah diwanti-wanti pelaku usaha.
“Permintaan akan cenderung naik mendekati bulan puasa pada Maret 2024. Biasanya, para spekulan akhirnya menaikkan harga sebelum bulan puasa akibat suplai barang terbatas,” kata Roy.
Dia pun berharap pemerintah menaikkan HET minyak goreng rakyat. Selain dapat meng-cover margin ongkos tenaga kerja, listrik, pemasaran, dan lain-lain, sudah ada desakan menaikkan harga jual minyak goreng dari produsen.
Walaupun begitu, pelaku ritel tidak menafikan konsekuensi bahwa kenaikan harga minyak goreng akan menimbulkan dampak bagi masyarakat.
Termasuk dampaknya terhadap daya beli dan inflasi. “Apalagi minyak goreng ini kan bahan pokok,” ujar Roy.
Sementara itu, koordinasi lintas kementerian/lembaga (K/L) mengusulkan tidak dilakukan perubahan HET minyak goreng sampai dengan Hari Raya Idulfitri 2024.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, pemerintah tidak mau gegabah memutuskan perubahan HET.
Rencana Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahwa HET naik dari Rp14.000/liter menjadi Rp15.000/liter sesudah Pemilu 2024, kata Isy, belum pasti.
“Tidak mudah untuk memutuskan. Banyak pertimbangan. Kami harus menghitung beberapa hal. Tidak hanya sekedar harga CPO, tapi juga angka inflasi, beban yang dipikul pengusaha untuk cost DMO, dan banyak hal lain,” kata Isy saat ditemui di kantornya, pekan lalu.
Kendati demikian, sambungnya, pemerintah yakin persediaan minyak goreng rakyat aman hingga Idulfitri.
Isy mengungkapkan kementerian sudah berkoordinasi dengan dinas-dinas perdagangan di pemerintahan daerah untuk melakukan pengawasan intensif jika terjadi kelangkaan di pasar.
“Kami berkoordinasi dengan dinas perdagangan pemda untuk memonitor secara intens kalau ada kelangkaan di pasar. Kalau ada yang menahan stok karena spekulasi harga, akan dikenakan pasal penimbunan,” jelas Isy.
Pasal yang dimaksud diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Selain itu, sambungnya, target DMO reguler yang ditetapkan pemerintah masih di atas angka konsumsi minyak goreng per kapita, yakni di kisaran 237.000 ton/bulan hingga 239.000 ton/bulan. Adapun, target DMO reguler yang ditetapkan pemerintah adalah 300.000 ton/bulan.
“Jadi, barang beredar sampai dengan lebaran insyaallah aman,” katanya.
Penulis: Rahmad Fauzan (RFA)
RELATED ARTICLES
Minyak Goreng Berpolemik: Pedagang Tahan Suplai, Negara Tahan Harga
Pemerintah dan pengusaha ritel belum ada titik temu soal kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan rakyat atau Minyakita.
Context.id, JAKARTA – ‘Adu urat’ menyoal harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng subsidi atau Minyakita antara pemerintah dan pelaku usaha belum menemukan titik tengah.
Permintaan pebisnis agar HET segera dinaikkan kemungkinan tidak segera terakomodasi dan berpotensi memicu kelangkaan suplai.
Saat ini, pelaku usaha menahan suplai minyak goreng sembari menanti penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) menghindari risiko jual rugi.
Hal ini dilakukan mengantisipasi lonjakan permintaan saat bulan Ramadan yang tinggal menghitung pekan.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, risiko jual rugi ini muncul setelah pelaku usaha mempertimbangkan sejumlah komponen pengeluaran, mulai dari biaya pengilangan, aktivitas perkebunan, ongkos produksi, dan lain-lain.
BACA JUGA
“Sementara itu, HET belum berubah. Jadi, banyak yang menahan suplai untuk menghindari jual rugi. [Kami] menunggu momen HET minyak goreng naik. Pemerintah sudah memberikan sinyal akan menaikkan harga,” kata Roy kepada Bisnis saat ditemui di kantornya di Jakarta, pekan lalu.
Sesuai dengan Permendag No. 41/2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Kemasan Rakyat, HET minyak goreng kemasan Rp14.000/liter.
Sementara Permendag No. 11/2022 tentang Penetapan Harga Tertinggi Eceran Minyak Goreng Curah, ditetapkan HET Rp14.000/liter atau Rp15.500/liter.
Namun, apabila mengacu kepada data terbaru Kementerian Perdagangan (Kemendag), upaya tahan suplai minyak goreng ini sepertinya belum memberikan efek terhadap persediaan barang di pasar saat ini.
Sepanjang Januari 2024, Kemendag mencatat total penyaluran minyak goreng kemasan dan curah dalam kerangka domestic market obligation (DMO) mencapai 189.217 ton.
Jauh di atas rata-rata penyaluran bulanan sebesar 97.000 ton.
Dengan komposisi, penyaluran Minyakita sebanyak 79.538 ton atau 42,04% dari total DMO, dan minyak goreng curah sebanyak 109.679 ton atau 57,96% dari total DMO.
Bahkan, angka penyaluran minyak goreng kemasan Minyakita berada di atas target 40% yang dipatok pemerintah, dan naik sekitar 4% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati demikian, keterbatasan suplai barang yang biasanya bermuara pada pola lama para spekulan yang kerap menaikkan harga menjelang bulan puasa tampaknya perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Kondisi ini, sudah diwanti-wanti pelaku usaha.
“Permintaan akan cenderung naik mendekati bulan puasa pada Maret 2024. Biasanya, para spekulan akhirnya menaikkan harga sebelum bulan puasa akibat suplai barang terbatas,” kata Roy.
Dia pun berharap pemerintah menaikkan HET minyak goreng rakyat. Selain dapat meng-cover margin ongkos tenaga kerja, listrik, pemasaran, dan lain-lain, sudah ada desakan menaikkan harga jual minyak goreng dari produsen.
Walaupun begitu, pelaku ritel tidak menafikan konsekuensi bahwa kenaikan harga minyak goreng akan menimbulkan dampak bagi masyarakat.
Termasuk dampaknya terhadap daya beli dan inflasi. “Apalagi minyak goreng ini kan bahan pokok,” ujar Roy.
Sementara itu, koordinasi lintas kementerian/lembaga (K/L) mengusulkan tidak dilakukan perubahan HET minyak goreng sampai dengan Hari Raya Idulfitri 2024.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, pemerintah tidak mau gegabah memutuskan perubahan HET.
Rencana Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahwa HET naik dari Rp14.000/liter menjadi Rp15.000/liter sesudah Pemilu 2024, kata Isy, belum pasti.
“Tidak mudah untuk memutuskan. Banyak pertimbangan. Kami harus menghitung beberapa hal. Tidak hanya sekedar harga CPO, tapi juga angka inflasi, beban yang dipikul pengusaha untuk cost DMO, dan banyak hal lain,” kata Isy saat ditemui di kantornya, pekan lalu.
Kendati demikian, sambungnya, pemerintah yakin persediaan minyak goreng rakyat aman hingga Idulfitri.
Isy mengungkapkan kementerian sudah berkoordinasi dengan dinas-dinas perdagangan di pemerintahan daerah untuk melakukan pengawasan intensif jika terjadi kelangkaan di pasar.
“Kami berkoordinasi dengan dinas perdagangan pemda untuk memonitor secara intens kalau ada kelangkaan di pasar. Kalau ada yang menahan stok karena spekulasi harga, akan dikenakan pasal penimbunan,” jelas Isy.
Pasal yang dimaksud diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Selain itu, sambungnya, target DMO reguler yang ditetapkan pemerintah masih di atas angka konsumsi minyak goreng per kapita, yakni di kisaran 237.000 ton/bulan hingga 239.000 ton/bulan. Adapun, target DMO reguler yang ditetapkan pemerintah adalah 300.000 ton/bulan.
“Jadi, barang beredar sampai dengan lebaran insyaallah aman,” katanya.
Penulis: Rahmad Fauzan (RFA)
POPULAR
RELATED ARTICLES