Stories - 05 February 2024

Politik Bansos Senantiasa Menemani Jokowi

Selama 10 tahun, Jokowi menggelontorkan anggaran bansos yang sangat jumbo. Totalnya mencapai 4 ribu triliun rupiah. Apakah anggaran jumbo itu menurunkan angka kemiskinan?

Context.id, JAKARTA  – Kebijakan Presiden Joko Widodo terkait pembagian bantuan sosial jelang Pemilu kembali mendapat sorotan. Pasalnya Jokowi menganggarkan alokasi untuk perlindungan sosial sebesar Rp496,8 triliun pada APBN 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah akan melanjutkan program bantuan pangan hingga Juni 2024 dan bantuan langsung tunai hingga Maret 2024.

Program ini menggantikan program bansos El Nino yang telah dijalankan pada akhir 2023. Kini BLT El Nino berganti nama menjadi BLT mitigasi risiko pangan.  

“Bantuan langsung tunai dengan judul mitigasi risiko pangan untuk 3 bulan dan itu akan dievaluasi 3 bulan lagi dan 3 bulan pertama nanti diberikan sekitar bulan Februari yang besarnya Rp200.000 per bulan,” kata Airlangga.

Jokowi pun angkat bicara terkait alasan pemerintah gencar menyalurkan berbagai bansos ke masyarakat. Menurut Presiden Ke-7 RI itu, fenomena iklim El Nino telah memberikan dampak pada terganggunya suplai beras di dunia.



“[Kenaikan harga beras] bukan hanya di Indonesia saja. Jadi, kami ingin memperkuat daya beli rakyat yang di bawah, dan itu sudah dilakukan misalnya bantuan pangan beras itu sudah sejak September, BLT itu karena ada EL Nino kemarau panjang, sehingga juga ini untuk memperkuat daya beli masyarakat sehingga diperlukan,” kata Jokowi

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, Pemerintah telah menggelontorkan anggaran jumbo hampir Rp4.000 trilun untuk belanja perlindungan sosial (perlinsos), termasuk bansos, dalam 10 tahun terakhir. Tercatat anggaran perlindungan sosial di APBN 2014-2023 sebesar Rp3.664,4 triliun.

Dengan ditambahkannya anggaran perlindungan sosial pada APBN 2024 sebesar Rp496,8 triliun, maka total yang akan dibelanjakan pemerintah untuk pos ini akan mencapai Rp4.161,2 triliun hingga 2024. Rp4 ribu triliun, angka yang fantastis.

Lantas bagaimana realisasi anggaran perlindungan sosial?
 
Di mulai pada tahun 2014 yang merupakan periode transisi dari pemerintahan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Joko Widodo. Anggaran perlindungan sosial pada 2014 terealisasi sebesar Rp484,1 triliun.

Setahun berikutnya, anggaran perlindungan sosial dipangkas hingga 43% menjadi Rp276,2 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Beberapa program perlinsos yang berjalan, diantaranya program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Jaminan Kesehatan Nasional atau Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Pada tahun 2016, anggaran perlindungan sosial terealisasi sebesar Rp215 triliun, kembali turun sebesar 22,1% dari tahun 2015.

Peningkatan drastis anggaran belanja sosial terjadi pada 2020 untuk menangani dampak dari pandemi Covid-19, khususnya menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah atau rentan.

Didukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) realisasi anggaran perlindungan sosial mencapai Rp498 triliun atau naik hingga 61,5% secara tahunan.

Realisasi anggaran perlinsos kemudian mengalami penurunan meski tidak drastis, masing-masing sebesar 6% menjadi Rp468,2 triliun pada 2021. Pada 2022 mengalami penurunan 1,6% menjadi Rp460,6 triliun. Dan setahun jelang berakhirnya kepemimpinan Jokowi mengalami penurunan 3,7% menjadi Rp443,5 triliun.

Jika menilik semangat dari penyaluran perlindungan sosial untuk melindungi daya beli masyarakat agar secara berangsur dapat lepas dari tingkat ekonomi rendah. Apakah penyaluran perlindungan sosial tersebut berdampak pada menurunnya tingkat kemiskinan?

Berdasarkan data dari Badan Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang atau turun 0,18% dibandingkan Maret 2022.
Jika dibandingkan pada masa awal pemerintahan Jokowi pada periode pertama, jumlah penduduk miskin mencapai 24,78 juta orang atau mengalami kenaikan 0,14% dibandingkan Maret 2022.

Disparitas ketimpangan kemiskinan antara wilayah perkotaan dan perdesaan masih lebar. Tingkat penduduk miskin juga mengalami kenaikan pada periode kedua pemerintahan Jokowi. Pada September 2019 presentase penduduk miskin mencapai 9,22% sementara pada Maret 2023 mengalami kenaikan menjadi 9,36%.

Begitu juga dengan tingkat ketimpangan yang ditunjukkan oleh nilai rasio gini mengalami peningkatan. Pada September 2019 gini ratio perkotaan dan pedesaan mencapai 0,380 poin sementara pada Maret 2023 mengalami pengingkatan mencapai 0,388 poin.


Penulis : Ririn oktaviani

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024