Bisakah Kita Mengubah Sampah Jadi Sumber Energi?
Sekitar 34% sampah di Indonesia masih belum terkelola dengan baik.
Tahun lalu, ada sekitar 21,88 juta ton sampah atau setara dengan berat 118 ribu paus biru yang dihasilkan masyarakat Indonesia. Sampah-sampah inipun kemudian berakhir di TPA atau tempat pembuangan akhir, yang selanjutnya diproses dan dikembalikan ke lingkungan secara aman dengan cara mengubah karakteristik, komposisi, serta volume sampah.
Sayangnya, volume sampah yang dihasilkan tiap harinya tidak diimbangi dengan penambahan TPA. Alhasil, sekitar 34% sampah di Indonesia masih belum terkelola dengan baik. Oleh karena itu, sebenarnya banyak pihak pihak telah mencari jalan keluar dan salah satunya adalah dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku penghasil energi.
Jadi, Sampah organik dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan air dalam boiler, yang kemudian uap panas itu dapat digunakan untuk memutar generator agar dapat menghasilkan listrik yang kemudian disebut sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Adapun pemanfaatan sampah ini cukup menjanjikan, karena 100.000 ton sampah energinya sebanding dengan 10.000 ton batu bara.
Enggak heran kalau pemanfaatan ini banyak yang menyebutnya menjadi double solution permasalahan lingkungan sekaligus energi. Namun, mengapa ketiga solusi ini masih belum didorong sebagai program yang masif. Bahkan sampai Mei 2021, hanya ada satu PLTSa yang sudah beroperasi secara komersial.
Jadi, walaupun energi sampah ini memiliki segudang peluang dan dampak positif, tapi ternyata ada saja hambatannya.
Contohnya, selama ini pembangunan PLTSa masih ditentang oleh masyarakat dan sejumlah aktivis, karena dampak negatif akibat timbunan sampah ke lingkungan masih dipertanyakan. Selain itu, biaya produksi PLTSa yang dikeluarkan tidak sesuai dengan tipping feenya, alhasil nanti harga jual listrik jadi mahal.
RELATED ARTICLES
Bisakah Kita Mengubah Sampah Jadi Sumber Energi?
Sekitar 34% sampah di Indonesia masih belum terkelola dengan baik.
Tahun lalu, ada sekitar 21,88 juta ton sampah atau setara dengan berat 118 ribu paus biru yang dihasilkan masyarakat Indonesia. Sampah-sampah inipun kemudian berakhir di TPA atau tempat pembuangan akhir, yang selanjutnya diproses dan dikembalikan ke lingkungan secara aman dengan cara mengubah karakteristik, komposisi, serta volume sampah.
Sayangnya, volume sampah yang dihasilkan tiap harinya tidak diimbangi dengan penambahan TPA. Alhasil, sekitar 34% sampah di Indonesia masih belum terkelola dengan baik. Oleh karena itu, sebenarnya banyak pihak pihak telah mencari jalan keluar dan salah satunya adalah dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku penghasil energi.
Jadi, Sampah organik dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan air dalam boiler, yang kemudian uap panas itu dapat digunakan untuk memutar generator agar dapat menghasilkan listrik yang kemudian disebut sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Adapun pemanfaatan sampah ini cukup menjanjikan, karena 100.000 ton sampah energinya sebanding dengan 10.000 ton batu bara.
Enggak heran kalau pemanfaatan ini banyak yang menyebutnya menjadi double solution permasalahan lingkungan sekaligus energi. Namun, mengapa ketiga solusi ini masih belum didorong sebagai program yang masif. Bahkan sampai Mei 2021, hanya ada satu PLTSa yang sudah beroperasi secara komersial.
Jadi, walaupun energi sampah ini memiliki segudang peluang dan dampak positif, tapi ternyata ada saja hambatannya.
Contohnya, selama ini pembangunan PLTSa masih ditentang oleh masyarakat dan sejumlah aktivis, karena dampak negatif akibat timbunan sampah ke lingkungan masih dipertanyakan. Selain itu, biaya produksi PLTSa yang dikeluarkan tidak sesuai dengan tipping feenya, alhasil nanti harga jual listrik jadi mahal.
POPULAR
RELATED ARTICLES