Mengenang 19 Tahun Tsunami Aceh
Setelah 19 tahun berlalu, peristiwa gempa bumi dan gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 masih tergambar jelas bagi seluruh masyarakat Aceh.
Context.id, JAKARTA - Peristiwa gempa dasyat yang disusul gelombang tsunami 19 tahun silam meluluhlantakkan Aceh. Ya, pada 26 Desember 2004 lalu, gempa bermagnitudo 9,3 melanda Aceh hingga mengakibatkan tsunami.
Sebelum terjadi tsunami, gempa bumi terjadi selama 10 menit yang berpusat di Samudra Hindia pada kedalaman 10 km di dasar laut.
Beberapa saat kemudian, tsunami datang menyapu daratan. Ketinggian air mencapai sekitar 30 hingga 51 meter.
Bencana besar tersebut mengakibatkan adanya korban jiwa yang cukup banyak. Pasalnya dalam waktu 30 menit, sapuan air laut menenggelamkan pesisir Aceh dengan kecepatan 100 meter per detik.
Setidaknya ada ribuan rumah dan bangunan pemerintah, serta jalanan rusak. Tsunami tersebut pun menyebabkan ribuan orang harus mengungsi.
Bahkan PBB mencatat setidaknya ada 170 ribu korban jiwa tewas dalam peristiwa tersebut. PBB menyebutkan bencana di Aceh pada 26 Desember 2004 lalu sebagai bencara kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.
Ahli mengatakan bahwa bencana di Aceh pada 2004 adalah gempa terbesar ke-5. Dampak gempa dan tsunami di Aceh itu pun disarakan beberapa negara lain.
BACA JUGA
Pada pemberitaan di tahun 2004, gempa dan tsunami Aceh pun menyebabkan negara lain seperti Teluk Bengali, India, Srilanka, dan Thailand mengalami dampak yang mengerikan.
Untuk mengenang peristiwa mahadahsyat itu, pada 2009 dibangun Museum Tsunami Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh.
Arsitek dari museum tersebut adalah Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. Dia mengingatkan kembali fungsi utama bangunan Museum Tsunami Aceh.
Bangunan tersebut bukan sekadar merekam peristiwa bencana alam yang begitu dahsyat pada masa itu, namun juga bermanfaat untuk evakuasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
"Jangan lupa fungsi utama gedung ini [Museum Tsunami Aceh] untuk penyelamatan," kata Ridwan Kamil.
Beberapa unsur penyelamatan yang terdapat pada bangunan itu, menurut dia, antara lain atapnya yang terbuat dari beton supaya kokoh dan banyak tangga yang tersusun sampai ke belakang bangunan.
Ridwan Kamil mengatakan ribuan orang bisa berlindung pada bangunan museum itu apabila terjadi bencana.
"Ini konsep bangunan yang responsif terhadap bencana," ujarnya.
Selain dua fitur evakuasi tersebut, Museum Tsunami Aceh juga memiliki ruang terbuka supaya pengunjung dapat memilih masuk ke dalam gedung atau di luar saja.
RELATED ARTICLES
Mengenang 19 Tahun Tsunami Aceh
Setelah 19 tahun berlalu, peristiwa gempa bumi dan gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 masih tergambar jelas bagi seluruh masyarakat Aceh.
Context.id, JAKARTA - Peristiwa gempa dasyat yang disusul gelombang tsunami 19 tahun silam meluluhlantakkan Aceh. Ya, pada 26 Desember 2004 lalu, gempa bermagnitudo 9,3 melanda Aceh hingga mengakibatkan tsunami.
Sebelum terjadi tsunami, gempa bumi terjadi selama 10 menit yang berpusat di Samudra Hindia pada kedalaman 10 km di dasar laut.
Beberapa saat kemudian, tsunami datang menyapu daratan. Ketinggian air mencapai sekitar 30 hingga 51 meter.
Bencana besar tersebut mengakibatkan adanya korban jiwa yang cukup banyak. Pasalnya dalam waktu 30 menit, sapuan air laut menenggelamkan pesisir Aceh dengan kecepatan 100 meter per detik.
Setidaknya ada ribuan rumah dan bangunan pemerintah, serta jalanan rusak. Tsunami tersebut pun menyebabkan ribuan orang harus mengungsi.
Bahkan PBB mencatat setidaknya ada 170 ribu korban jiwa tewas dalam peristiwa tersebut. PBB menyebutkan bencana di Aceh pada 26 Desember 2004 lalu sebagai bencara kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.
Ahli mengatakan bahwa bencana di Aceh pada 2004 adalah gempa terbesar ke-5. Dampak gempa dan tsunami di Aceh itu pun disarakan beberapa negara lain.
BACA JUGA
Pada pemberitaan di tahun 2004, gempa dan tsunami Aceh pun menyebabkan negara lain seperti Teluk Bengali, India, Srilanka, dan Thailand mengalami dampak yang mengerikan.
Untuk mengenang peristiwa mahadahsyat itu, pada 2009 dibangun Museum Tsunami Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh.
Arsitek dari museum tersebut adalah Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. Dia mengingatkan kembali fungsi utama bangunan Museum Tsunami Aceh.
Bangunan tersebut bukan sekadar merekam peristiwa bencana alam yang begitu dahsyat pada masa itu, namun juga bermanfaat untuk evakuasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
"Jangan lupa fungsi utama gedung ini [Museum Tsunami Aceh] untuk penyelamatan," kata Ridwan Kamil.
Beberapa unsur penyelamatan yang terdapat pada bangunan itu, menurut dia, antara lain atapnya yang terbuat dari beton supaya kokoh dan banyak tangga yang tersusun sampai ke belakang bangunan.
Ridwan Kamil mengatakan ribuan orang bisa berlindung pada bangunan museum itu apabila terjadi bencana.
"Ini konsep bangunan yang responsif terhadap bencana," ujarnya.
Selain dua fitur evakuasi tersebut, Museum Tsunami Aceh juga memiliki ruang terbuka supaya pengunjung dapat memilih masuk ke dalam gedung atau di luar saja.
POPULAR
RELATED ARTICLES