Mandi Es, Tren Kesehatan yang Perlu Ditinjau Ulang
Beberapa tahun terakhir, praktik mandi es semakin populer di kalangan atlet, selebritas, dan influencer kesehatan
![](https://context.id/images-data/2025/02/06/mandi es.jpg)
Context.id, JAKARTA - Banyak yang mengklaim berendam dalam air dingin dapat meningkatkan pemulihan otot, mengurangi stres dan bahkan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Namun, apakah klaim ini benar adanya?
Sebenarnya praktik menggunakan air dingin untuk tujuan kesehatan bukanlah hal baru, tapi sudah berlangsung ribuan tahun lalu.
Papirus Edwin Smith, sebuah teks medis Mesir kuno yang berasal dari era sekitar 3.500 SM, mencatat penggunaan kompres dingin untuk mengatasi iritasi kulit.
Pada abad ke-18, dokter Skotlandia William Cullen mulai menerapkan terapi air dingin untuk mengobati berbagai penyakit.
Di era modern, atlet mengadopsi teknik perendaman dalam air dingin untuk mempercepat pemulihan setelah latihan intensif.
Popularitas mandi es melonjak setelah Wim Hof, seorang pria Belanda yang dijuluki "Iceman," mempopulerkan metode yang menggabungkan pernapasan, meditasi, dan paparan suhu ekstrem.
Apa kata sains?
Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE oleh peneliti dari University of South Australia menganalisis data dari 11 penelitian yang melibatkan 3.177 partisipan.
Hasilnya menunjukkan bahwa manfaat mandi es tidak sesederhana yang diklaim.
Beberapa temuan utama studi tersebut:
1. Peradangan justru meningkat setelah paparan air dingin, meskipun efek pengurangan stres baru terjadi sekitar 12 jam kemudian.
2. Tidak ada pengaruh langsung terhadap suasana hati, tetapi ada sedikit manfaat bagi kualitas tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Namun, efek ini umumnya menghilang setelah 90 hari.
3. Mandi air dingin secara rutin dapat mengurangi hingga 29% risiko absen kerja karena sakit, tetapi tidak memperpendek durasi penyakit ketika seseorang sudah jatuh sakit.
4. Tidak ada bukti kuat bahwa mandi es secara langsung meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, meskipun efek jangka panjang masih perlu diteliti lebih lanjut.
Jika mengacu pada studi itu, mandi es bukanlah solusi ajaib untuk kesehatan. Jika ada manfaatnya itu pun tergantung pada durasi, frekuensi, dan kondisi individu yang menjalaninya.
Meskipun ada beberapa keuntungan, seperti potensi pengurangan stres dan peningkatan kualitas tidur dalam jangka pendek, efeknya tidak sebesar yang sering diklaim.
Lebih banyak penelitian dengan sampel yang lebih besar dan metode yang lebih ketat masih diperlukan untuk memahami dampak sebenarnya dari terapi ini.
Bagi yang ingin mencoba, penting untuk tetap berhati-hati dan berkonsultasi dengan profesional medis, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Jadi, sebelum terburu-buru menceburkan diri ke air es, mungkin ada baiknya mempertimbangkan kembali: apakah manfaat yang didapat sebanding dengan ketidaknyamanannya?
POPULAR
RELATED ARTICLES
Mandi Es, Tren Kesehatan yang Perlu Ditinjau Ulang
Beberapa tahun terakhir, praktik mandi es semakin populer di kalangan atlet, selebritas, dan influencer kesehatan
![](https://context.id/images-data/2025/02/06/mandi es.jpg)
Context.id, JAKARTA - Banyak yang mengklaim berendam dalam air dingin dapat meningkatkan pemulihan otot, mengurangi stres dan bahkan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Namun, apakah klaim ini benar adanya?
Sebenarnya praktik menggunakan air dingin untuk tujuan kesehatan bukanlah hal baru, tapi sudah berlangsung ribuan tahun lalu.
Papirus Edwin Smith, sebuah teks medis Mesir kuno yang berasal dari era sekitar 3.500 SM, mencatat penggunaan kompres dingin untuk mengatasi iritasi kulit.
Pada abad ke-18, dokter Skotlandia William Cullen mulai menerapkan terapi air dingin untuk mengobati berbagai penyakit.
Di era modern, atlet mengadopsi teknik perendaman dalam air dingin untuk mempercepat pemulihan setelah latihan intensif.
Popularitas mandi es melonjak setelah Wim Hof, seorang pria Belanda yang dijuluki "Iceman," mempopulerkan metode yang menggabungkan pernapasan, meditasi, dan paparan suhu ekstrem.
Apa kata sains?
Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE oleh peneliti dari University of South Australia menganalisis data dari 11 penelitian yang melibatkan 3.177 partisipan.
Hasilnya menunjukkan bahwa manfaat mandi es tidak sesederhana yang diklaim.
Beberapa temuan utama studi tersebut:
1. Peradangan justru meningkat setelah paparan air dingin, meskipun efek pengurangan stres baru terjadi sekitar 12 jam kemudian.
2. Tidak ada pengaruh langsung terhadap suasana hati, tetapi ada sedikit manfaat bagi kualitas tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Namun, efek ini umumnya menghilang setelah 90 hari.
3. Mandi air dingin secara rutin dapat mengurangi hingga 29% risiko absen kerja karena sakit, tetapi tidak memperpendek durasi penyakit ketika seseorang sudah jatuh sakit.
4. Tidak ada bukti kuat bahwa mandi es secara langsung meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, meskipun efek jangka panjang masih perlu diteliti lebih lanjut.
Jika mengacu pada studi itu, mandi es bukanlah solusi ajaib untuk kesehatan. Jika ada manfaatnya itu pun tergantung pada durasi, frekuensi, dan kondisi individu yang menjalaninya.
Meskipun ada beberapa keuntungan, seperti potensi pengurangan stres dan peningkatan kualitas tidur dalam jangka pendek, efeknya tidak sebesar yang sering diklaim.
Lebih banyak penelitian dengan sampel yang lebih besar dan metode yang lebih ketat masih diperlukan untuk memahami dampak sebenarnya dari terapi ini.
Bagi yang ingin mencoba, penting untuk tetap berhati-hati dan berkonsultasi dengan profesional medis, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Jadi, sebelum terburu-buru menceburkan diri ke air es, mungkin ada baiknya mempertimbangkan kembali: apakah manfaat yang didapat sebanding dengan ketidaknyamanannya?
POPULAR
RELATED ARTICLES