Share

Home Stories

Stories 07 Juli 2025

Festival Film AI dan Masa Depan Ekspresi Manusia

Festival Film AIFF 2025 mencoba menjembatani antara teknologi AI dan orisinalitas karya seni dalam industri hiburan

Ilustrasi film AIFF 2025/AIFF 2025

Context.id, JAKARTA - Pertengahan Juni lalu ada festival film yang khusus menampilkan film pendek yang dibuat menggunakan AI generatif, bernama AIFF 2025. Acara ini menyedot perhatian banyak orang karena mencoba mempertemukan teknologi AI dan industri film tradisional.

Melansir Arstechnica, festival ini diselenggarakan Runway, sebuah perusahaan yang mengembangkan model dan alat untuk menghasilkan gambar dan video berbasis AI. 

Dalam acara itu sejumlah pegiat mendorong Hollywood mulai menggunakan teknologi AI di industri film. Festival ini sebenarnya sudah berlangsung beberapa kali. Namun, baru kali ini dibuka untuk umum. 

Pengunjungnya sangat beragam, dari penggemar teknologi AI, pekerja kreatif di industri film, hingga penikmat film yang penasaran dengan karya-karya baru ini.

Film-film yang ditayangkan semuanya berformat pendek dan sebagian besar lebih cocok untuk festival film seni daripada film komersial biasa. 

Ada film dengan estetika animasi, termasuk yang terinspirasi anime, ada pula film live action dan dokumenter. 

Dari 10 film yang ditayangkan, dua film menonjol dan menjadi pemenang hadiah utama festival yakni Total Pixel Space karya Jacob Adler sebagai pemenang Grand Prix dan Jailbird karya Andrew Salter sebagai juara kedua.

Jailbird merupakan film dokumenter yang memperlihatkan program di Inggris yang menempatkan ayam sebagai hewan peliharaan di penjara manusia. 

Sementara Total Pixel Space sangat filosofis karena membela seni AI. Film berdurasi sembilan menit ini menjelaskan konsep ruang piksel total, yang merefleksikan cara kerja alat pembuat gambar digital.

Film ini berargumen fotografer dan pembuat film sebenarnya menemukan gambar yang sudah ada dalam ruang kemungkinan tersebut, bukan menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Dalam kerangka ini, AI generatif hanyalah alat lain bagi seniman untuk melakukan penemuan tersebut.

Keseimbangan antara teknologi dan seni
Cristóbal Valenzuela seperti dilaporkan Arstechnica mengatakan sebenarnya festival ini mencoba mengapresiasi para pembuat film dan seniman, bukan hanya teknologi. 

Runway juga bekerja sama dengan studio besar seperti Lionsgate dan AMC Networks, membantu mereka mengintegrasikan AI ke dalam alur kerja kreatif. 

Runway didirikan pada 2018 di Tisch School of the Arts, NYU dan menjadi salah satu perusahaan pertama yang menyediakan alat pembuat video AI untuk masyarakat luas. 

Namun, ada ketegangan terkait penggunaan data berhak cipta untuk melatih model AI, termasuk video YouTube yang dilindungi hak cipta. 

Valenzuela menyatakan studio lebih khawatir soal tanggung jawab atas hasil karya AI daripada prinsip dasarnya. Sementara Runway berusaha memastikan produknya tidak melanggar hak cipta dan menawarkan kompensasi kepada studio.

Sikap terhadap AI di Hollywood sangat beragam. Beberapa profesional sangat antusias menggunakan AI untuk efisiensi dan kreativitas, sementara yang lain skeptis dan khawatir teknologi ini dapat merusak industri.

Sejarah industri film menunjukkan perubahan teknologi besar sebelumnya, seperti transisi dari film bisu ke film bersuara dan dari film ke digital, juga menimbulkan resistensi dan perdebatan. 

Namun, pada akhirnya teknologi baru diterima dan memajukan industri. Beberapa pembuat film sudah menggunakan AI untuk pravisualisasi, namun banyak yang masih butuh waktu untuk merasa nyaman.

Festival ini menampilkan realitas AI membuka peluang bagi pembuat film pemula untuk berkarya dengan sumber daya terbatas, sekaligus menimbulkan kekhawatiran soal perlindungan hak dan dampak sosial.



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 07 Juli 2025

Festival Film AI dan Masa Depan Ekspresi Manusia

Festival Film AIFF 2025 mencoba menjembatani antara teknologi AI dan orisinalitas karya seni dalam industri hiburan

Ilustrasi film AIFF 2025/AIFF 2025

Context.id, JAKARTA - Pertengahan Juni lalu ada festival film yang khusus menampilkan film pendek yang dibuat menggunakan AI generatif, bernama AIFF 2025. Acara ini menyedot perhatian banyak orang karena mencoba mempertemukan teknologi AI dan industri film tradisional.

Melansir Arstechnica, festival ini diselenggarakan Runway, sebuah perusahaan yang mengembangkan model dan alat untuk menghasilkan gambar dan video berbasis AI. 

Dalam acara itu sejumlah pegiat mendorong Hollywood mulai menggunakan teknologi AI di industri film. Festival ini sebenarnya sudah berlangsung beberapa kali. Namun, baru kali ini dibuka untuk umum. 

Pengunjungnya sangat beragam, dari penggemar teknologi AI, pekerja kreatif di industri film, hingga penikmat film yang penasaran dengan karya-karya baru ini.

Film-film yang ditayangkan semuanya berformat pendek dan sebagian besar lebih cocok untuk festival film seni daripada film komersial biasa. 

Ada film dengan estetika animasi, termasuk yang terinspirasi anime, ada pula film live action dan dokumenter. 

Dari 10 film yang ditayangkan, dua film menonjol dan menjadi pemenang hadiah utama festival yakni Total Pixel Space karya Jacob Adler sebagai pemenang Grand Prix dan Jailbird karya Andrew Salter sebagai juara kedua.

Jailbird merupakan film dokumenter yang memperlihatkan program di Inggris yang menempatkan ayam sebagai hewan peliharaan di penjara manusia. 

Sementara Total Pixel Space sangat filosofis karena membela seni AI. Film berdurasi sembilan menit ini menjelaskan konsep ruang piksel total, yang merefleksikan cara kerja alat pembuat gambar digital.

Film ini berargumen fotografer dan pembuat film sebenarnya menemukan gambar yang sudah ada dalam ruang kemungkinan tersebut, bukan menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Dalam kerangka ini, AI generatif hanyalah alat lain bagi seniman untuk melakukan penemuan tersebut.

Keseimbangan antara teknologi dan seni
Cristóbal Valenzuela seperti dilaporkan Arstechnica mengatakan sebenarnya festival ini mencoba mengapresiasi para pembuat film dan seniman, bukan hanya teknologi. 

Runway juga bekerja sama dengan studio besar seperti Lionsgate dan AMC Networks, membantu mereka mengintegrasikan AI ke dalam alur kerja kreatif. 

Runway didirikan pada 2018 di Tisch School of the Arts, NYU dan menjadi salah satu perusahaan pertama yang menyediakan alat pembuat video AI untuk masyarakat luas. 

Namun, ada ketegangan terkait penggunaan data berhak cipta untuk melatih model AI, termasuk video YouTube yang dilindungi hak cipta. 

Valenzuela menyatakan studio lebih khawatir soal tanggung jawab atas hasil karya AI daripada prinsip dasarnya. Sementara Runway berusaha memastikan produknya tidak melanggar hak cipta dan menawarkan kompensasi kepada studio.

Sikap terhadap AI di Hollywood sangat beragam. Beberapa profesional sangat antusias menggunakan AI untuk efisiensi dan kreativitas, sementara yang lain skeptis dan khawatir teknologi ini dapat merusak industri.

Sejarah industri film menunjukkan perubahan teknologi besar sebelumnya, seperti transisi dari film bisu ke film bersuara dan dari film ke digital, juga menimbulkan resistensi dan perdebatan. 

Namun, pada akhirnya teknologi baru diterima dan memajukan industri. Beberapa pembuat film sudah menggunakan AI untuk pravisualisasi, namun banyak yang masih butuh waktu untuk merasa nyaman.

Festival ini menampilkan realitas AI membuka peluang bagi pembuat film pemula untuk berkarya dengan sumber daya terbatas, sekaligus menimbulkan kekhawatiran soal perlindungan hak dan dampak sosial.



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025