Share

Stories 04 Desember 2024

Peneliti Virginia Tech Mampu Mengubah Plastik Menjadi Sabun dan Deterjen

Tim peneliti dari Virginia Tech menemukan cara mengubah limbah plastik menjadi bahan berguna seperti sabun dan deterjen. Masalahnya, cara mengubahnya masih mahal

Polusi plastik/Stock Cake

Context.id, JAKARTA - Greg Liu telah menghabiskan lima atau enam tahun terakhir untuk mencari cara mendaur ulang plastik. Hal itu dilakukannya untuk menemukan solusi terkait masalah plastik yang menjadi problem dunia saat ini. 

Sewaktu masih menjadi mahasiswa di Universitas Zhejiang di China, Greg Liu pergi bersama beberapa koleganya mengunjungi sejumlah industri kimia dan untuk melakukan riset. Perjalanan itu disponsori oleh universitasnya. 

Di industri petrokimia itu, para peneliti yang rata-rata masih berstatus mahasiswa teknik kimia mempelajari lebih lanjut tentang proses produksi bahan kimia di China. 

Setelah sekian lama mengunjungi dan mempelajari cara pengolahan plastik, Liu menemukan cara untuk mengurangi atau menghentikan industri tersebut dari mencemari lingkungan.

"Setelah sekian lama berada di industri pengolahan plastik saya menyadari ini bukanlah cara yang berkelanjutan untuk masa depan kita. Polusi ada di mana-mana. Para pekerja berada dalam kondisi kerja yang tidak tertahankan. Saya tidak ingin berada di lingkungan seperti itu, atau generasi mendatang kita," kata Liu. 



Liu pun melanjutkan studinya di Amerika Serikat dan meraih gelar doktornya dari University of Wisconsin-Madison dan masih tetap berkutat di industri kimia terutama soal plastik. 

Sebuah proyek penelitian panjang yang mencakup lima atau enam tahun akhirnya membuahkan terobosan. 

Liu yang sudah menjadi profesor di Departemen Kimia Virginia Tech bersama timnya menemukan cara untuk mengubah limbah plastik tertentu menjadi sabun, deterjen, pelumas, dan produk lainnya.Liu telah menulis artikel tentang proses dan kelayakan serta komersialisasinya yang diterbitkan di Nature Sustainability .

Melansir Phys, sistem pengubahan plastik menjadi sabun, deterjen dan pelumas yang ditemukan Liu dan timnya mempunyai dua langkah. Pertama-tama, sistem tersebut melibatkan penggunaan termolisis, atau pemecahan suatu zat dalam hal ini, plastik dengan menggunakan panas. 

Plastik yang ditempatkan dalam reaktor yang dibuat oleh tim Liu dan dipanaskan hingga suhu antara 650 dan 750 derajat Fahrenheit terurai menjadi senyawa kimia, yang menghasilkan campuran minyak, gas, dan padatan sisa.

Kunci dari langkah pertama ini adalah memecah molekul polipropilena dan polietilena yang membentuk plastik dalam kisaran karbon tertentu, dan Liu beserta timnya berhasil mencapainya.

Sisa padatan yang tertinggal sangat sedikit, dan gas dapat ditangkap dan digunakan sebagai bahan bakar. Namun, minyak merupakan produk yang paling menarik di sini.

Selama penelitiannya, Liu mampu memfungsikan atau mengubah kimia minyak menjadi molekul yang dapat diubah menjadi sabun, deterjen, pelumas, dan produk lainnya.

"Botol sabun ini sudah ada di kantor saya, menurut saya, sudah setahun. Anda bisa menggunakannya untuk mencuci tangan dan piring. Kami juga menggunakannya untuk mencuci peralatan gelas laboratorium," ujarnya. 

Proses yang memakan waktu kurang dari sehari itu menghasilkan hampir nol polusi udara, sehingga memberikan petunjuk bagi solusi yang sangat dibutuhkan untuk masalah global. 

Melansir situs PBB dunia menghasilkan 430 juta ton plastik setiap tahun, dengan jumlah yang setara dengan 2.000 truk sampah plastik dibuang ke laut, sungai, dan danau setiap hari.

Polusi plastik menyebabkan meningkatnya jumlah satwa laut yang mati tercekik, kerusakan tanah, keracunan air tanah, dan merupakan penyebab dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Selain itu, ada emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke udara selama produksi.

Butuh biaya besar
PBB juga memperkirakan polusi plastik akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060 jika tidak ada tindakan yang diambil. 

Sayangnya, kurang dari 9% plastik benar-benar didaur ulang meskipun ada alasan untuk itu, menurut Amanda Morris, kepala Departemen Kimia Virginia Tech.

"Kami membuat plastik yang tahan lama karena banyak plastik yang harus menampung cairan di dalamnya yang tidak ingin Anda keluarkan dari botol. Jadi, plastik harus terbuat dari bahan yang relatif kuat," kata Morris.

Ikatan yang menyatukan polimer dan memberi kita kekuatan serta memberi kita sifat-sifat botol yang kita gunakan juga sangat sulit diputus, sehingga tim Liu masih mencoba mencari cara-cara berkelanjutan sehingga produknya lebih bersih.

"Hal lainnya adalah bahwa polimer tersebut dapat terurai menjadi banyak hal yang berbeda. Apakah ada cara agar kita dapat mengubahnya menjadi satu produk tertentu yang kemudian dapat digunakan kembali di hilir? Saya pikir itu adalah beberapa hal yang menjadi kendala bagi kami," jelasnya

Liu dan timnya telah menemukan cara untuk memutus ikatan tersebut, tetapi kini mungkin tiba bagian yang sulit meningkatkan sistem dan menjadikannya sistem yang berkelanjutan, sementara, yang lebih penting, membuatnya hemat biaya.

Itulah nasib banyak peneliti. Mereka sering menemukan solusi untuk berbagai masalah, tetapi solusi tersebut bisa jadi mahal, yang sering kali mengakibatkan solusi tersebut terabaikan. 

Liu mengatakan industri telah menyatakan minatnya untuk meningkatkan proses ini, tetapi segala upaya, energi, dan investasi harus menghasilkan keuntungan. Dia juga menjelaskan tengah mencari bantuan dari masyarakat untuk menguji model bisnis, semisal membuat perusahaan rintisan. 

Pasalnya butuh modal besar untuk membangun reaktor agar dapat beroperasi terus-menerus di labnya. Ya, sabun dapat dibuat dari beberapa potong plastik, tetapi dapatkah berton-ton plastik menghasilkan sabun dan deterjen yang menguntungkan?

"Akan ada banyak permintaan dari pihak kami untuk mengurangi risiko lebih lanjut dalam proses ini, jika memang ini mau menjadi bisnis jangka panjang" kata Liu. 

Liu tidak memandang dirinya sebagai pelopor, meskipun, dalam kasus ini, dia benar-benar pelopor dalam mengubah sampah plastik menjadi sabun. 

Sebaliknya, Liu memandang dirinya sebagai seseorang yang berkontribusi sedikit terhadap solusi masalah global yang membutuhkan ketekunan semua orang. Liu menyambut lebih banyak keterlibatan dari komunitas ilmiah dan industri.

“Saya berharap, pada waktunya, masyarakat akan mengurus semua bahan limbah ini. Kita dapat menghasilkan bahan kimia dan bahan yang berguna dari limbah, dan mudah-mudahan kita dapat menutup siklus karbon dan plastik. Itu butuh waktu,” jelasnya. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 04 Desember 2024

Peneliti Virginia Tech Mampu Mengubah Plastik Menjadi Sabun dan Deterjen

Tim peneliti dari Virginia Tech menemukan cara mengubah limbah plastik menjadi bahan berguna seperti sabun dan deterjen. Masalahnya, cara mengubahnya masih mahal

Polusi plastik/Stock Cake

Context.id, JAKARTA - Greg Liu telah menghabiskan lima atau enam tahun terakhir untuk mencari cara mendaur ulang plastik. Hal itu dilakukannya untuk menemukan solusi terkait masalah plastik yang menjadi problem dunia saat ini. 

Sewaktu masih menjadi mahasiswa di Universitas Zhejiang di China, Greg Liu pergi bersama beberapa koleganya mengunjungi sejumlah industri kimia dan untuk melakukan riset. Perjalanan itu disponsori oleh universitasnya. 

Di industri petrokimia itu, para peneliti yang rata-rata masih berstatus mahasiswa teknik kimia mempelajari lebih lanjut tentang proses produksi bahan kimia di China. 

Setelah sekian lama mengunjungi dan mempelajari cara pengolahan plastik, Liu menemukan cara untuk mengurangi atau menghentikan industri tersebut dari mencemari lingkungan.

"Setelah sekian lama berada di industri pengolahan plastik saya menyadari ini bukanlah cara yang berkelanjutan untuk masa depan kita. Polusi ada di mana-mana. Para pekerja berada dalam kondisi kerja yang tidak tertahankan. Saya tidak ingin berada di lingkungan seperti itu, atau generasi mendatang kita," kata Liu. 



Liu pun melanjutkan studinya di Amerika Serikat dan meraih gelar doktornya dari University of Wisconsin-Madison dan masih tetap berkutat di industri kimia terutama soal plastik. 

Sebuah proyek penelitian panjang yang mencakup lima atau enam tahun akhirnya membuahkan terobosan. 

Liu yang sudah menjadi profesor di Departemen Kimia Virginia Tech bersama timnya menemukan cara untuk mengubah limbah plastik tertentu menjadi sabun, deterjen, pelumas, dan produk lainnya.Liu telah menulis artikel tentang proses dan kelayakan serta komersialisasinya yang diterbitkan di Nature Sustainability .

Melansir Phys, sistem pengubahan plastik menjadi sabun, deterjen dan pelumas yang ditemukan Liu dan timnya mempunyai dua langkah. Pertama-tama, sistem tersebut melibatkan penggunaan termolisis, atau pemecahan suatu zat dalam hal ini, plastik dengan menggunakan panas. 

Plastik yang ditempatkan dalam reaktor yang dibuat oleh tim Liu dan dipanaskan hingga suhu antara 650 dan 750 derajat Fahrenheit terurai menjadi senyawa kimia, yang menghasilkan campuran minyak, gas, dan padatan sisa.

Kunci dari langkah pertama ini adalah memecah molekul polipropilena dan polietilena yang membentuk plastik dalam kisaran karbon tertentu, dan Liu beserta timnya berhasil mencapainya.

Sisa padatan yang tertinggal sangat sedikit, dan gas dapat ditangkap dan digunakan sebagai bahan bakar. Namun, minyak merupakan produk yang paling menarik di sini.

Selama penelitiannya, Liu mampu memfungsikan atau mengubah kimia minyak menjadi molekul yang dapat diubah menjadi sabun, deterjen, pelumas, dan produk lainnya.

"Botol sabun ini sudah ada di kantor saya, menurut saya, sudah setahun. Anda bisa menggunakannya untuk mencuci tangan dan piring. Kami juga menggunakannya untuk mencuci peralatan gelas laboratorium," ujarnya. 

Proses yang memakan waktu kurang dari sehari itu menghasilkan hampir nol polusi udara, sehingga memberikan petunjuk bagi solusi yang sangat dibutuhkan untuk masalah global. 

Melansir situs PBB dunia menghasilkan 430 juta ton plastik setiap tahun, dengan jumlah yang setara dengan 2.000 truk sampah plastik dibuang ke laut, sungai, dan danau setiap hari.

Polusi plastik menyebabkan meningkatnya jumlah satwa laut yang mati tercekik, kerusakan tanah, keracunan air tanah, dan merupakan penyebab dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Selain itu, ada emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke udara selama produksi.

Butuh biaya besar
PBB juga memperkirakan polusi plastik akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060 jika tidak ada tindakan yang diambil. 

Sayangnya, kurang dari 9% plastik benar-benar didaur ulang meskipun ada alasan untuk itu, menurut Amanda Morris, kepala Departemen Kimia Virginia Tech.

"Kami membuat plastik yang tahan lama karena banyak plastik yang harus menampung cairan di dalamnya yang tidak ingin Anda keluarkan dari botol. Jadi, plastik harus terbuat dari bahan yang relatif kuat," kata Morris.

Ikatan yang menyatukan polimer dan memberi kita kekuatan serta memberi kita sifat-sifat botol yang kita gunakan juga sangat sulit diputus, sehingga tim Liu masih mencoba mencari cara-cara berkelanjutan sehingga produknya lebih bersih.

"Hal lainnya adalah bahwa polimer tersebut dapat terurai menjadi banyak hal yang berbeda. Apakah ada cara agar kita dapat mengubahnya menjadi satu produk tertentu yang kemudian dapat digunakan kembali di hilir? Saya pikir itu adalah beberapa hal yang menjadi kendala bagi kami," jelasnya

Liu dan timnya telah menemukan cara untuk memutus ikatan tersebut, tetapi kini mungkin tiba bagian yang sulit meningkatkan sistem dan menjadikannya sistem yang berkelanjutan, sementara, yang lebih penting, membuatnya hemat biaya.

Itulah nasib banyak peneliti. Mereka sering menemukan solusi untuk berbagai masalah, tetapi solusi tersebut bisa jadi mahal, yang sering kali mengakibatkan solusi tersebut terabaikan. 

Liu mengatakan industri telah menyatakan minatnya untuk meningkatkan proses ini, tetapi segala upaya, energi, dan investasi harus menghasilkan keuntungan. Dia juga menjelaskan tengah mencari bantuan dari masyarakat untuk menguji model bisnis, semisal membuat perusahaan rintisan. 

Pasalnya butuh modal besar untuk membangun reaktor agar dapat beroperasi terus-menerus di labnya. Ya, sabun dapat dibuat dari beberapa potong plastik, tetapi dapatkah berton-ton plastik menghasilkan sabun dan deterjen yang menguntungkan?

"Akan ada banyak permintaan dari pihak kami untuk mengurangi risiko lebih lanjut dalam proses ini, jika memang ini mau menjadi bisnis jangka panjang" kata Liu. 

Liu tidak memandang dirinya sebagai pelopor, meskipun, dalam kasus ini, dia benar-benar pelopor dalam mengubah sampah plastik menjadi sabun. 

Sebaliknya, Liu memandang dirinya sebagai seseorang yang berkontribusi sedikit terhadap solusi masalah global yang membutuhkan ketekunan semua orang. Liu menyambut lebih banyak keterlibatan dari komunitas ilmiah dan industri.

“Saya berharap, pada waktunya, masyarakat akan mengurus semua bahan limbah ini. Kita dapat menghasilkan bahan kimia dan bahan yang berguna dari limbah, dan mudah-mudahan kita dapat menutup siklus karbon dan plastik. Itu butuh waktu,” jelasnya. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Militer China Terus Memperbarui Senjata Hipersonik dan Elektromagnetiknya

China terus melakukan uji coba senjata kendaraan hipersonik dan elektromagnetiknya yang bisa melumpuhkan kawasan strategis musuh

Context.id . 04 December 2024

Bendung Dampak Perang Dagang Perusahaan China Merekrut Eksekutif Global

Serangan terhadap ekonomi China melalui perang tarif membuat perusahaan di Negeri Tirai Bambu ini mengambil strategi baru, merekrut eksekutif yang ...

Context.id . 04 December 2024

Tur Global 2024 Menjadi Alat Pemasaran Terbaik di Dunia Mode

Jenama fesyen dunia meraup keuntungan dengan adanya tur musik dunia seperti Eras Tour Taylor Swift karena mereka mendapatkan sarana pemasaran yang ...

Context.id . 04 December 2024

Peneliti Virginia Tech Mampu Mengubah Plastik Menjadi Sabun dan Deterjen

Tim peneliti dari Virginia Tech menemukan cara mengubah limbah plastik menjadi bahan berguna seperti sabun dan deterjen. Masalahnya, cara mengubah ...

Context.id . 04 December 2024