Polusi Plastik Global, Apakah Hanya Tanggung Jawab Gen Z?
Industri mode adalah industri pencemar terbesar kedua atau sekitar 35% polusi mikroplastik di lautan kita dan Gen Z pengonsumsinya
Context.id, JAKARTA - Generasi Z disebut oleh sebagian orang sebagai generasi “berkelanjutan” karena sangat peduli dengan lingkungan.
Tak sedikit dari mereka yang cenderung membayar lebih untuk produk ramah lingkungan dan membuat keputusan pembelian yang menggabungkan nilai-nilai pribadi, sosial, dan lingkungan mereka.
Greta Thunberg menjadi salah satu simbol kepedulian Gen Z dengan lingkungan. Aktivis iklim asal Swedia ini bahkan berkali-kali berurusan dengan aparat karena seringkali melakukan demonstrasi menentang kebijakan anti iklim.
Beberapa penelitian menunjukkan mereka mendapat nilai yang sangat tinggi dalam hal kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Dalam satu survei global yang dilakukan oleh Kadence, 82% responden Gen Z menyatakan keprihatinan tentang keadaan planet ini dan 72% melaporkan secara proaktif mengubah perilaku demi mengurangi dampak lingkungan.
BACA JUGA
“Survei Gen Z dan Milenial 2024” Deloitte menyatakan “banyak yang secara aktif berupaya menyelaraskan karier dan perilaku konsumen mereka dengan nilai-nilai lingkungan mereka.”
Melansir LA Times, sebenarnya persoalan lingkungan di mata Gen Z dan Milenial ini jauh lebih kompleks.
Bagi Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2010 dan tumbuh di dunia yang penuh dengan informasi, dan kemudahan, mereka tahu bahaya plastik, dan mereka kesal karena tidak bisa menghindarinya.
Hal itu karena mereka juga tetap terhubung dengan industri yang masih menggunakan plastik. Seperti memesan barang secara daring atau makanan secara daring, tetap saja mereka akan mendapatkan plastik.
Para Gen Z yang diwawancarai Deloitte maupun Kadence siswa mengatakan mereka tidak pernah mengenal dunia di mana tanaman, rumput, dan tanah di sepanjang jalan raya tidak tertutup plastik. Atau lautan di mana hewan tidak tersedak dan mati karena plastik.
Sebuah laporan dari McKenzie & Co. menyatakan krisis biaya hidup saat ini (inflasi besar yang tak kunjung berakhir) mengikis keinginan Gen Z untuk membeli produk berkelanjutan, karena sering kali harganya lebih mahal.
Bukan hanya Gen Z
Setiap tahunnya kita selalu merayakan hari lingkungan hidup sedunia, namun polusi plastik terus saja semakin mengkhawatirkan. Jadi sebenarnya apa yang kita lakukan meskipun mengetahui dampak polusi plastik terhadap lingkungan dan ekologi kita?
Apa dan seberapa banyak yang telah kita capai dalam lima dekade terakhir adalah waktu untuk introspeksi yang serius? Apakah hanya menyerahkan tanggung jawab itu kepada Generasi Z, Generasi Alpha dan seterusnya?
Pertanyaan gugatan itu diajukan Binaya Bhusana Jena, seorang profesor dan praktisi mode berkelanjutan di Institut Teknologi Mode Nasional, Bhubaneswar, India.
Menurutnya aktivisme lingkungan selama lima dekade, dan dialog serta aksi selama lima tahun terakhir, khususnya terkait polusi plastik, telah menghasilkan banyak perubahan regulasi dan upaya untuk mengatasi polusi plastik.
Namun, perubahan tersebut tampaknya tidak memadai jika melihat besar dan rumitnya masalah ini dan hal itu tidak mungkin bisa diserahkan kepada Gen Z atau generasi apapun.
Dalam catatan Jena seperti dikutip dari dailypioneer, produksi plastik telah tumbuh drastis dalam lima dekade terakhir mencapai sekitar 400 juta ton per tahun, menurut sebuah laporan oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).
Ketika kita berpikir tentang polusi plastik, itu membangkitkan gambaran kantong plastik, botol plastik yang dibuang, alat pancing yang ditinggalkan, sedotan plastik, tutup plastik, gelas, piring, mainan yang dibuang, bungkus makanan yang dikemas, styrofoam, bahan kemasan, dan pena, dan lainnya.
Sayangnya, yang terabaikan adalah polusi plastik yang tidak terlihat yang disebabkan oleh industri mode.
Mode plastik saat ini ada dan ditemukan di mana-mana, mulai dari pakaian kita, sprei, handuk, karpet, gorden, bantal, pakaian olahraga, pakaian aktif, pakaian kerja, sepatu, tas, tas kerja, ransel, sabuk pengaman, ban mobil, ikat rambut, jepitan rambut, dan gantungan baju.
Industri mode memproduksi sekitar 100 miliar potong pakaian setiap tahun dan hampir dua pertiga serat tekstil yang diproduksi saat ini pada dasarnya adalah plastik dalam bentuk poliester, nilon, akrilik, dan elastana.
Pengecer pakaian seperti H&M, Zara, Uniqlo, Gap, dan Forever 21 membuat pakaian mode murah yang sebagian besar terbuat dari serat buatan untuk memenuhi kebutuhan konsumen generasi baru.
Alhasil industri mode adalah industri pencemar terbesar kedua yang bertanggung jawab atas sekitar 10% emisi karbon global dan 35% polusi mikroplastik di lautan kita.
Polusi plastik dan mikroplastik ditemukan di semua ekosistem, dari lautan hingga pegunungan hingga kota dan daerah pedesaan, sebagian besar berasal dari produksi dan konsumsi mode.
Setiap potong plastik yang pernah kita sentuh masih ada di bumi dan sulit untuk mengatakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk terurai.
Plastik sekali pakai adalah jenis plastik yang paling sering dibuang, yang hampir seluruhnya terbuat dari bahan bakar fosil. Plastik "sekali pakai" ini sering kali mengakhiri siklus hidupnya yang pendek dengan mencemari lautan, dibakar, atau dibuang ke tempat pembuangan sampah.
Kemunculan kembali tema #BeatPlasticPollution merupakan indikasi bagaimana krisis plastik telah menjadi tantangan penting di depan kita.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa inisiatif telah muncul untuk mengatasi masalah tersebut dalam bentuk inovasi teknologi, undang-undang, regulasi, larangan, dan insentif.
Dari India hingga Amerika, Pemerintah di semua tingkatan memberlakukan larangan dan menerapkan inovasi daur ulang.
Mereka mengevaluasi dan meninjau janji yang dibuat oleh merek dan manufaktur tentang keberlanjutan sebelum mereka mengambil keputusan pembelian.
Dalam berbagai survei dan laporan ditemukan bahwa Gen Z berbeda dari generasi sebelumnya sejauh menyangkut kepedulian mereka terhadap lingkungan dan keberlanjutan.
Kelompok ini terdiri dari sekitar sepertiga dari populasi dunia yang secara umum dikenal sebagai Zoomers, lahir antara tahun 1996 hingga 2010, menggantikan Milenial (Gen X) dan mendahului Generasi Alpha.
Menurut laporan, generasi konsumen yang sangat terinformasi tetapi gelisah ini adalah influencer terbesar untuk mode berkelanjutan. Hanya saja yang mengejutkan, kata Jena, Gen Z juga merupakan basis konsumen terbesar untuk mode cepat.
Budaya cepat Gen-Z
Kecemasan iklim dan aspirasi untuk keberlanjutan bertentangan dengan kecintaan Gen Z terhadap mode cepat. Ini adalah tantangan terbesar di hadapan merek mode cepat sambil memenuhi kebutuhan generasi ini yang bermata dua dan saling bertentangan.
Sebagai pembela gaya hidup berkelanjutan, Gen Z juga memengaruhi generasi lain, khususnya generasi milenial dan Gen X.
Inilah sebabnya mengapa raksasa mode cepat mengiklankan intervensi dan koleksi berkelanjutan mereka di mana-mana, baik di media cetak, daring, maupun media sosial, untuk menarik minat Gen Z.
Menyadari pengaruh generasi ini terhadap semua generasi lain yang hidup berdampingan, inilah saatnya untuk lebih mendidik, memotivasi, dan melibatkan Gen Z agar lebih radikal dalam pendekatan mereka untuk mengendalikan produksi, penggunaan, dan polusi plastik bukan melemparkan tanggung jawab kepada mereka
Untuk masalah global, kita harus punya solusi global dan setiap orang punya peran untuk mengatasi polusi plastik.
Sambil memikirkan tindakan mana yang paling efektif, kita harus lebih menekankan pada kesadaran, edukasi, dan perubahan perilaku orang-orang di seluruh dunia.
Dan dalam hal ini, Gen Z dapat memainkan peran penting sebagai agen perubahan di samping tindakan regulasi dan kebijakan.
RELATED ARTICLES
Polusi Plastik Global, Apakah Hanya Tanggung Jawab Gen Z?
Industri mode adalah industri pencemar terbesar kedua atau sekitar 35% polusi mikroplastik di lautan kita dan Gen Z pengonsumsinya
Context.id, JAKARTA - Generasi Z disebut oleh sebagian orang sebagai generasi “berkelanjutan” karena sangat peduli dengan lingkungan.
Tak sedikit dari mereka yang cenderung membayar lebih untuk produk ramah lingkungan dan membuat keputusan pembelian yang menggabungkan nilai-nilai pribadi, sosial, dan lingkungan mereka.
Greta Thunberg menjadi salah satu simbol kepedulian Gen Z dengan lingkungan. Aktivis iklim asal Swedia ini bahkan berkali-kali berurusan dengan aparat karena seringkali melakukan demonstrasi menentang kebijakan anti iklim.
Beberapa penelitian menunjukkan mereka mendapat nilai yang sangat tinggi dalam hal kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Dalam satu survei global yang dilakukan oleh Kadence, 82% responden Gen Z menyatakan keprihatinan tentang keadaan planet ini dan 72% melaporkan secara proaktif mengubah perilaku demi mengurangi dampak lingkungan.
BACA JUGA
“Survei Gen Z dan Milenial 2024” Deloitte menyatakan “banyak yang secara aktif berupaya menyelaraskan karier dan perilaku konsumen mereka dengan nilai-nilai lingkungan mereka.”
Melansir LA Times, sebenarnya persoalan lingkungan di mata Gen Z dan Milenial ini jauh lebih kompleks.
Bagi Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2010 dan tumbuh di dunia yang penuh dengan informasi, dan kemudahan, mereka tahu bahaya plastik, dan mereka kesal karena tidak bisa menghindarinya.
Hal itu karena mereka juga tetap terhubung dengan industri yang masih menggunakan plastik. Seperti memesan barang secara daring atau makanan secara daring, tetap saja mereka akan mendapatkan plastik.
Para Gen Z yang diwawancarai Deloitte maupun Kadence siswa mengatakan mereka tidak pernah mengenal dunia di mana tanaman, rumput, dan tanah di sepanjang jalan raya tidak tertutup plastik. Atau lautan di mana hewan tidak tersedak dan mati karena plastik.
Sebuah laporan dari McKenzie & Co. menyatakan krisis biaya hidup saat ini (inflasi besar yang tak kunjung berakhir) mengikis keinginan Gen Z untuk membeli produk berkelanjutan, karena sering kali harganya lebih mahal.
Bukan hanya Gen Z
Setiap tahunnya kita selalu merayakan hari lingkungan hidup sedunia, namun polusi plastik terus saja semakin mengkhawatirkan. Jadi sebenarnya apa yang kita lakukan meskipun mengetahui dampak polusi plastik terhadap lingkungan dan ekologi kita?
Apa dan seberapa banyak yang telah kita capai dalam lima dekade terakhir adalah waktu untuk introspeksi yang serius? Apakah hanya menyerahkan tanggung jawab itu kepada Generasi Z, Generasi Alpha dan seterusnya?
Pertanyaan gugatan itu diajukan Binaya Bhusana Jena, seorang profesor dan praktisi mode berkelanjutan di Institut Teknologi Mode Nasional, Bhubaneswar, India.
Menurutnya aktivisme lingkungan selama lima dekade, dan dialog serta aksi selama lima tahun terakhir, khususnya terkait polusi plastik, telah menghasilkan banyak perubahan regulasi dan upaya untuk mengatasi polusi plastik.
Namun, perubahan tersebut tampaknya tidak memadai jika melihat besar dan rumitnya masalah ini dan hal itu tidak mungkin bisa diserahkan kepada Gen Z atau generasi apapun.
Dalam catatan Jena seperti dikutip dari dailypioneer, produksi plastik telah tumbuh drastis dalam lima dekade terakhir mencapai sekitar 400 juta ton per tahun, menurut sebuah laporan oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).
Ketika kita berpikir tentang polusi plastik, itu membangkitkan gambaran kantong plastik, botol plastik yang dibuang, alat pancing yang ditinggalkan, sedotan plastik, tutup plastik, gelas, piring, mainan yang dibuang, bungkus makanan yang dikemas, styrofoam, bahan kemasan, dan pena, dan lainnya.
Sayangnya, yang terabaikan adalah polusi plastik yang tidak terlihat yang disebabkan oleh industri mode.
Mode plastik saat ini ada dan ditemukan di mana-mana, mulai dari pakaian kita, sprei, handuk, karpet, gorden, bantal, pakaian olahraga, pakaian aktif, pakaian kerja, sepatu, tas, tas kerja, ransel, sabuk pengaman, ban mobil, ikat rambut, jepitan rambut, dan gantungan baju.
Industri mode memproduksi sekitar 100 miliar potong pakaian setiap tahun dan hampir dua pertiga serat tekstil yang diproduksi saat ini pada dasarnya adalah plastik dalam bentuk poliester, nilon, akrilik, dan elastana.
Pengecer pakaian seperti H&M, Zara, Uniqlo, Gap, dan Forever 21 membuat pakaian mode murah yang sebagian besar terbuat dari serat buatan untuk memenuhi kebutuhan konsumen generasi baru.
Alhasil industri mode adalah industri pencemar terbesar kedua yang bertanggung jawab atas sekitar 10% emisi karbon global dan 35% polusi mikroplastik di lautan kita.
Polusi plastik dan mikroplastik ditemukan di semua ekosistem, dari lautan hingga pegunungan hingga kota dan daerah pedesaan, sebagian besar berasal dari produksi dan konsumsi mode.
Setiap potong plastik yang pernah kita sentuh masih ada di bumi dan sulit untuk mengatakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk terurai.
Plastik sekali pakai adalah jenis plastik yang paling sering dibuang, yang hampir seluruhnya terbuat dari bahan bakar fosil. Plastik "sekali pakai" ini sering kali mengakhiri siklus hidupnya yang pendek dengan mencemari lautan, dibakar, atau dibuang ke tempat pembuangan sampah.
Kemunculan kembali tema #BeatPlasticPollution merupakan indikasi bagaimana krisis plastik telah menjadi tantangan penting di depan kita.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa inisiatif telah muncul untuk mengatasi masalah tersebut dalam bentuk inovasi teknologi, undang-undang, regulasi, larangan, dan insentif.
Dari India hingga Amerika, Pemerintah di semua tingkatan memberlakukan larangan dan menerapkan inovasi daur ulang.
Mereka mengevaluasi dan meninjau janji yang dibuat oleh merek dan manufaktur tentang keberlanjutan sebelum mereka mengambil keputusan pembelian.
Dalam berbagai survei dan laporan ditemukan bahwa Gen Z berbeda dari generasi sebelumnya sejauh menyangkut kepedulian mereka terhadap lingkungan dan keberlanjutan.
Kelompok ini terdiri dari sekitar sepertiga dari populasi dunia yang secara umum dikenal sebagai Zoomers, lahir antara tahun 1996 hingga 2010, menggantikan Milenial (Gen X) dan mendahului Generasi Alpha.
Menurut laporan, generasi konsumen yang sangat terinformasi tetapi gelisah ini adalah influencer terbesar untuk mode berkelanjutan. Hanya saja yang mengejutkan, kata Jena, Gen Z juga merupakan basis konsumen terbesar untuk mode cepat.
Budaya cepat Gen-Z
Kecemasan iklim dan aspirasi untuk keberlanjutan bertentangan dengan kecintaan Gen Z terhadap mode cepat. Ini adalah tantangan terbesar di hadapan merek mode cepat sambil memenuhi kebutuhan generasi ini yang bermata dua dan saling bertentangan.
Sebagai pembela gaya hidup berkelanjutan, Gen Z juga memengaruhi generasi lain, khususnya generasi milenial dan Gen X.
Inilah sebabnya mengapa raksasa mode cepat mengiklankan intervensi dan koleksi berkelanjutan mereka di mana-mana, baik di media cetak, daring, maupun media sosial, untuk menarik minat Gen Z.
Menyadari pengaruh generasi ini terhadap semua generasi lain yang hidup berdampingan, inilah saatnya untuk lebih mendidik, memotivasi, dan melibatkan Gen Z agar lebih radikal dalam pendekatan mereka untuk mengendalikan produksi, penggunaan, dan polusi plastik bukan melemparkan tanggung jawab kepada mereka
Untuk masalah global, kita harus punya solusi global dan setiap orang punya peran untuk mengatasi polusi plastik.
Sambil memikirkan tindakan mana yang paling efektif, kita harus lebih menekankan pada kesadaran, edukasi, dan perubahan perilaku orang-orang di seluruh dunia.
Dan dalam hal ini, Gen Z dapat memainkan peran penting sebagai agen perubahan di samping tindakan regulasi dan kebijakan.
POPULAR
RELATED ARTICLES