Share

Stories 25 November 2024

Apakah Hologram AI Yesus Bisa Menerima Pengakuan Dosa?

"Tuhan, ampunilah saya karena telah melakukan kesalahan......"

Ilustrasi hologram AI Yesus di Swiss/NewsBytes

Context.id, JAKARTA - Mereka yang mengunjungi gereja tertua di Lucerne, Swiss, mungkin akan terkejut saat mereka masuk ke ruang pengakuan dosa akan disambut oleh hologram bertenaga AI yang tidak lain adalah Yesus Kristus sendiri.

Kapel Santo Petrus di Lucerne bekerja sama dengan Lab Penelitian Realitas Imersif di Universitas Sains dan Seni Terapan Lucerne untuk membuat instalasi seni eksperimental ini. 

Instalasi seni itu bertujuan untuk mengangkat pertanyaan tentang peluang dan risiko yang terlibat dengan penggunaan kecerdasan buatan dalam perawatan pastoral.

Instalasi ini diberi judul 'Deus in Machina' dan dirancang oleh Philipp Haslbauer dan Aljosa Smolic dari Immersive Realities Center di Hochschule Luzern, bersama Marco Schmid, yang merupakan seorang teolog di paroki tersebut.  

"Judul instalasi ini  'Deus in Machina'  menunjukkan kemahatahuan dan kebijaksanaan ilahi. Judul ini sengaja dibuat provokatif," kata Marco Schmid dari St Peter's Chapel seperti dikutip dari Euronews. 



“Orang-orang yang penasaran namun tinggal jauh dari gereja cenderung menunjukkan minat besar dalam bertukar ide dengan AI Yesus,” tambahnya. 

Orang-orang dapat berinteraksi dengan representasi hologram Yesus yang menyapa pengguna dengan "Damai sejahtera bagimu, saudara" (tanpa memandang jenis kelamin orang tersebut), dan mendorong mereka untuk membahas "apa pun yang mengganggu hatimu hari ini."

Pengakuan dosa resmi?
Program tersebut mendorong orang untuk "berpikir kritis tentang batasan teknologi dalam konteks agama," menurut seniman yang memasang AI hologram tersebut. 

Mereka bersikeras menempatkan instalasi seni di ruang pengakuan dosa adalah keputusan praktis yang dimaksudkan untuk mendorong "momen keintiman" dengan hologram tersebut. 

Tapi, itu bukanlah pengakuan dosa! 

Memang, kalau Anda bertanya-tanya, percakapan dengan AI Jesus, yang dapat berbicara dalam 100 bahasa berbeda, tidak dihitung sebagai pengakuan dosa.

Schmid menjelaskan program AI tersebut dilatih menggunakan kitab suci dan teks teologis dari internet, sehingga ada kemungkinan program tersebut dapat menawarkan penafsiran Alkitab atau nasihat spiritual yang bertentangan dengan ajaran Gereja. 

Namun, dia mengklaim dalam semua pengujian sebelumnya, jawabannya sesuai dengan pandangan teologis Gereja St. Petrus.

Mengingat sistem AI mengikuti algoritma yang dirancang oleh pihak ketiga, pertanyaan tentang proses pengambilan keputusan mereka merupakan hal yang menarik untuk dipertimbangkan, begitu pula saran etis yang diberikannya. 

Gereja menyadari hal ini, dan pemasangan tersebut akan mencapai puncaknya dengan presentasi dan diskusi mengenai hasil proyek, yang akan berlangsung pada akhir November nanti . 

Meski begitu, hal itu tidak menghentikan reaksi keras di dunia maya, banyak yang menganggap hal itu konyol atau sangat menyinggung.

Pandangan dari kantor berita Katolik
Sementara itu, Catholic News Agency (CNA) dalam laporannya merespon soal ramainya AI Jesus Hologram itu. 

Menurut CNA, Meskipun ditempatkan di bilik pengakuan dosa, paroki gereja itu mencatat di situs webnya instalasi AI tersebut ditujukan untuk percakapan, bukan pengakuan dosa. 

Pengakuan dosa, yang juga disebut penebusan dosa atau rekonsiliasi, adalah salah satu dari tujuh sakramen Gereja dan hanya dapat dilakukan oleh seorang pastur atau uskup, dan tidak pernah dalam suasana virtual.

Seorang teolog di paroki Swiss mengatakan proyek tersebut juga dimaksudkan untuk membantu orang-orang religius agar merasa nyaman dengan AI dan dilaporkan mengatakan melihat potensi AI untuk membantu pekerjaan pastoral engingat AI dapat tersedia kapan saja. 

Peter Kirchschläger, seorang pakar etika teologis, berpendapat harus berhati-hati dalam hal iman, pelayanan pastoral, dan pencarian makna dalam agama. 

“Ini adalah area di mana kita manusia sebenarnya jauh lebih unggul daripada mesin. Jadi, kita harus melakukannya sendiri,” ujarnya. 

Proyek seni Swiss tersebut merupakan upaya terbaru dalam serangkaian upaya termasuk penerapan teknologi di Vatikan sendiri untuk membuat AI berfungsi dalam pelayanan iman Katolik, yang sejauh ini telah membuahkan hasil yang beragam. 

CatéGPT, misalnya, chatbot kecerdasan buatan yang dirancang oleh insinyur Swiss lainnya, Nicolas Torcheboeuf, bertujuan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tentang ajaran Katolik dengan mengacu pada dokumen-dokumen yang sah. 

Layanan berbasis AI serupa lainnya telah mendapatkan popularitas, seperti Magisterium AI yang berbasis di AS .



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 25 November 2024

Apakah Hologram AI Yesus Bisa Menerima Pengakuan Dosa?

"Tuhan, ampunilah saya karena telah melakukan kesalahan......"

Ilustrasi hologram AI Yesus di Swiss/NewsBytes

Context.id, JAKARTA - Mereka yang mengunjungi gereja tertua di Lucerne, Swiss, mungkin akan terkejut saat mereka masuk ke ruang pengakuan dosa akan disambut oleh hologram bertenaga AI yang tidak lain adalah Yesus Kristus sendiri.

Kapel Santo Petrus di Lucerne bekerja sama dengan Lab Penelitian Realitas Imersif di Universitas Sains dan Seni Terapan Lucerne untuk membuat instalasi seni eksperimental ini. 

Instalasi seni itu bertujuan untuk mengangkat pertanyaan tentang peluang dan risiko yang terlibat dengan penggunaan kecerdasan buatan dalam perawatan pastoral.

Instalasi ini diberi judul 'Deus in Machina' dan dirancang oleh Philipp Haslbauer dan Aljosa Smolic dari Immersive Realities Center di Hochschule Luzern, bersama Marco Schmid, yang merupakan seorang teolog di paroki tersebut.  

"Judul instalasi ini  'Deus in Machina'  menunjukkan kemahatahuan dan kebijaksanaan ilahi. Judul ini sengaja dibuat provokatif," kata Marco Schmid dari St Peter's Chapel seperti dikutip dari Euronews. 



“Orang-orang yang penasaran namun tinggal jauh dari gereja cenderung menunjukkan minat besar dalam bertukar ide dengan AI Yesus,” tambahnya. 

Orang-orang dapat berinteraksi dengan representasi hologram Yesus yang menyapa pengguna dengan "Damai sejahtera bagimu, saudara" (tanpa memandang jenis kelamin orang tersebut), dan mendorong mereka untuk membahas "apa pun yang mengganggu hatimu hari ini."

Pengakuan dosa resmi?
Program tersebut mendorong orang untuk "berpikir kritis tentang batasan teknologi dalam konteks agama," menurut seniman yang memasang AI hologram tersebut. 

Mereka bersikeras menempatkan instalasi seni di ruang pengakuan dosa adalah keputusan praktis yang dimaksudkan untuk mendorong "momen keintiman" dengan hologram tersebut. 

Tapi, itu bukanlah pengakuan dosa! 

Memang, kalau Anda bertanya-tanya, percakapan dengan AI Jesus, yang dapat berbicara dalam 100 bahasa berbeda, tidak dihitung sebagai pengakuan dosa.

Schmid menjelaskan program AI tersebut dilatih menggunakan kitab suci dan teks teologis dari internet, sehingga ada kemungkinan program tersebut dapat menawarkan penafsiran Alkitab atau nasihat spiritual yang bertentangan dengan ajaran Gereja. 

Namun, dia mengklaim dalam semua pengujian sebelumnya, jawabannya sesuai dengan pandangan teologis Gereja St. Petrus.

Mengingat sistem AI mengikuti algoritma yang dirancang oleh pihak ketiga, pertanyaan tentang proses pengambilan keputusan mereka merupakan hal yang menarik untuk dipertimbangkan, begitu pula saran etis yang diberikannya. 

Gereja menyadari hal ini, dan pemasangan tersebut akan mencapai puncaknya dengan presentasi dan diskusi mengenai hasil proyek, yang akan berlangsung pada akhir November nanti . 

Meski begitu, hal itu tidak menghentikan reaksi keras di dunia maya, banyak yang menganggap hal itu konyol atau sangat menyinggung.

Pandangan dari kantor berita Katolik
Sementara itu, Catholic News Agency (CNA) dalam laporannya merespon soal ramainya AI Jesus Hologram itu. 

Menurut CNA, Meskipun ditempatkan di bilik pengakuan dosa, paroki gereja itu mencatat di situs webnya instalasi AI tersebut ditujukan untuk percakapan, bukan pengakuan dosa. 

Pengakuan dosa, yang juga disebut penebusan dosa atau rekonsiliasi, adalah salah satu dari tujuh sakramen Gereja dan hanya dapat dilakukan oleh seorang pastur atau uskup, dan tidak pernah dalam suasana virtual.

Seorang teolog di paroki Swiss mengatakan proyek tersebut juga dimaksudkan untuk membantu orang-orang religius agar merasa nyaman dengan AI dan dilaporkan mengatakan melihat potensi AI untuk membantu pekerjaan pastoral engingat AI dapat tersedia kapan saja. 

Peter Kirchschläger, seorang pakar etika teologis, berpendapat harus berhati-hati dalam hal iman, pelayanan pastoral, dan pencarian makna dalam agama. 

“Ini adalah area di mana kita manusia sebenarnya jauh lebih unggul daripada mesin. Jadi, kita harus melakukannya sendiri,” ujarnya. 

Proyek seni Swiss tersebut merupakan upaya terbaru dalam serangkaian upaya termasuk penerapan teknologi di Vatikan sendiri untuk membuat AI berfungsi dalam pelayanan iman Katolik, yang sejauh ini telah membuahkan hasil yang beragam. 

CatéGPT, misalnya, chatbot kecerdasan buatan yang dirancang oleh insinyur Swiss lainnya, Nicolas Torcheboeuf, bertujuan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tentang ajaran Katolik dengan mengacu pada dokumen-dokumen yang sah. 

Layanan berbasis AI serupa lainnya telah mendapatkan popularitas, seperti Magisterium AI yang berbasis di AS .



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Peringkat Global Negara dan Kota yang Mendorong Perusahaan Rintisan AI

Jerman menunjukkan peningkatan dalam pemeringkatan baru untuk tempat terbaik bagi perusahaan rintisan AI, sementara Prancis menurun dan AS serta I ...

Context.id . 25 November 2024

Apakah Hologram AI Yesus Bisa Menerima Pengakuan Dosa?

\"Tuhan, ampunilah saya karena telah melakukan kesalahan......\"

Context.id . 25 November 2024

Apakah Flu saat Hamil Meningkatkan Risiko Autisme Anak? Ini Kata Para Ahli

Meskipun belum bisa dipastikan sebagai penyebab langsung, infeksi seperti flu saat hamil bisa berkontribusi meningkatkan risiko gangguan spektrum ...

Context.id . 25 November 2024

Haruskah Tetap Belajar Coding di Dunia AI?

Kamp pelatihan coding dulunya tampak seperti tiket emas menuju masa depan yang aman secara ekonomi. Namun, saat janji itu memudar, apa yang harus ...

Context.id . 25 November 2024