Jepang Pilih Teknologi Kereta Cepat Ringan China untuk Lintasi Gunung Fuji?
Kereta Cepat Otonom dari China yang lebih mirip Trem dianggap lebih ringan secara biaya dibandingkan buatan dalam negeri dan sama-sama rendah emisi CO2
Context.id, JAKARTA - Jepang telah membatalkan rencana membangun jalur kereta api ringan di sebagian jalur Gunung Fuji dan malah mempertimbangkan teknologi jalur dan kereta buatan China yang merupakan gabungan antara bus dan trem.
Pemerintah Jepang masih mempertimbangkan sistem transportasi bertenaga hidrogen yang dikembangkan oleh perusahaan kereta api milik negara China, CRRC, serta alternatif lain dari perusahaan Jepang.
Angkutan Cepat Otonom (ART) China menyerupai trem dengan beberapa bagiannya yang berbeda tetapi memiliki lebih banyak kesamaan dengan bus, yakni berjalan dengan ban karet dan di jalan raya, bukan rel.
Melansir SCMP, Gubernur Yamanashi, Kotaro Nagasaki dalam konferensi pers menyampaikan opsi "Trem Fuji" akan mengurangi biaya konstruksi secara signifikan, namun tetap memungkinkan pemerintah mengendalikan kepadatan lalu lintas selama musim panas dan mengurangi emisi CO2.
"Sambil tetap menghormati perusahaan terkemuka, harapan saya adalah agar perusahaan Jepang mengambil alih proyek ini, dan akan lebih baik lagi apabila basis produksi mereka berada di Yamanashi," katanya, Senin (18/11).
BACA JUGA
Jumlah wisatawan yang berbondong-bondong datang ke Jepang sangat tinggi bahkan bisa dibilang dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Otoritas pariwisata Jepang menyatakan ingin menyambut 60 juta pengunjung per tahun pada tahun 2030, sekitar dua kali lipat rekor setahun penuh pada tahun 2019.
Dari jumlah pengunjung itu, banyak yang ingin mengunjungi ke gunung paling terkenal di Jepang sehingga terjadi lonjakan kunjungan dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini berdampak pada lingkungan di Fuji dan pihak berwenang telah berjuang untuk mengurangi persoalan itu.
Tindakan pengendalian massa dan biaya masuk sebesar 2.000 yen (US$13) berhasil membatasi jumlah orang yang mendaki Fuji musim panas ini menjadi sekitar 178.000 pendaki.
Ini menurun jika dibandingkan tahun lalu yang mencapau lebih dari 200.000 pengunjung.
Pihak berwenang di Yamanashi, di sisi gunung berapi yang paling populer, mengumumkan rencana pada tahun 2021 untuk membangun sistem angkutan kereta ringan ke apa yang disebut stasiun kelima pada ketinggian 2.305 meter (7.562 kaki).
Saat ini, orang dapat berkendara melalui jalan tol menuju titik ini, dari sana mereka berjalan bersama orang banyak hingga puncak setinggi 3.776 meter (12.388 kaki).
Biayanya diperkirakan mencapai 140 miliar yen (US$900 juta) dan laporan sementara bulan lalu menyoroti tantangan teknis termasuk rem dan baterai yang bekerja dalam cuaca dingin.
Beberapa kelompok warga setempat juga telah menyoroti potensi kerusakan lingkungan.
Harapannya, trem tersebut akan menghubungkan gunung berapi tersebut dengan stasiun regional dan diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2034 atau setelahnya.
Pemerintah dan kontraktor akan melakukan studi kelayakan internal sebelum secara resmi dipresentasikan kepada penduduk setempat.
RELATED ARTICLES
Jepang Pilih Teknologi Kereta Cepat Ringan China untuk Lintasi Gunung Fuji?
Kereta Cepat Otonom dari China yang lebih mirip Trem dianggap lebih ringan secara biaya dibandingkan buatan dalam negeri dan sama-sama rendah emisi CO2
Context.id, JAKARTA - Jepang telah membatalkan rencana membangun jalur kereta api ringan di sebagian jalur Gunung Fuji dan malah mempertimbangkan teknologi jalur dan kereta buatan China yang merupakan gabungan antara bus dan trem.
Pemerintah Jepang masih mempertimbangkan sistem transportasi bertenaga hidrogen yang dikembangkan oleh perusahaan kereta api milik negara China, CRRC, serta alternatif lain dari perusahaan Jepang.
Angkutan Cepat Otonom (ART) China menyerupai trem dengan beberapa bagiannya yang berbeda tetapi memiliki lebih banyak kesamaan dengan bus, yakni berjalan dengan ban karet dan di jalan raya, bukan rel.
Melansir SCMP, Gubernur Yamanashi, Kotaro Nagasaki dalam konferensi pers menyampaikan opsi "Trem Fuji" akan mengurangi biaya konstruksi secara signifikan, namun tetap memungkinkan pemerintah mengendalikan kepadatan lalu lintas selama musim panas dan mengurangi emisi CO2.
"Sambil tetap menghormati perusahaan terkemuka, harapan saya adalah agar perusahaan Jepang mengambil alih proyek ini, dan akan lebih baik lagi apabila basis produksi mereka berada di Yamanashi," katanya, Senin (18/11).
BACA JUGA
Jumlah wisatawan yang berbondong-bondong datang ke Jepang sangat tinggi bahkan bisa dibilang dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Otoritas pariwisata Jepang menyatakan ingin menyambut 60 juta pengunjung per tahun pada tahun 2030, sekitar dua kali lipat rekor setahun penuh pada tahun 2019.
Dari jumlah pengunjung itu, banyak yang ingin mengunjungi ke gunung paling terkenal di Jepang sehingga terjadi lonjakan kunjungan dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini berdampak pada lingkungan di Fuji dan pihak berwenang telah berjuang untuk mengurangi persoalan itu.
Tindakan pengendalian massa dan biaya masuk sebesar 2.000 yen (US$13) berhasil membatasi jumlah orang yang mendaki Fuji musim panas ini menjadi sekitar 178.000 pendaki.
Ini menurun jika dibandingkan tahun lalu yang mencapau lebih dari 200.000 pengunjung.
Pihak berwenang di Yamanashi, di sisi gunung berapi yang paling populer, mengumumkan rencana pada tahun 2021 untuk membangun sistem angkutan kereta ringan ke apa yang disebut stasiun kelima pada ketinggian 2.305 meter (7.562 kaki).
Saat ini, orang dapat berkendara melalui jalan tol menuju titik ini, dari sana mereka berjalan bersama orang banyak hingga puncak setinggi 3.776 meter (12.388 kaki).
Biayanya diperkirakan mencapai 140 miliar yen (US$900 juta) dan laporan sementara bulan lalu menyoroti tantangan teknis termasuk rem dan baterai yang bekerja dalam cuaca dingin.
Beberapa kelompok warga setempat juga telah menyoroti potensi kerusakan lingkungan.
Harapannya, trem tersebut akan menghubungkan gunung berapi tersebut dengan stasiun regional dan diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2034 atau setelahnya.
Pemerintah dan kontraktor akan melakukan studi kelayakan internal sebelum secara resmi dipresentasikan kepada penduduk setempat.
POPULAR
RELATED ARTICLES