Share

Stories 13 November 2024

Tuan Rumah COP29 Tetap Andalkan Energi Fosil dan Mengecam Kemunafikan Barat

Meskipun memiliki target pengurangan emisi yang ketat, tetapi AS dan Uni Eropa juga tetap bergantung pada pasokan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya

COP29 Baku/Insideclimatenews

Context.id, JAKARTA – Ketegangan di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan, semakin memanas ketika Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, secara terbuka mengecam kritik Barat terhadap industri minyak dan gas negaranya. 

Seperti dikutip Reuters, dalam pidato pembukaan yang penuh emosional, Aliyev menegaskan Azerbaijan tidak seharusnya disalahkan atas ketergantungannya pada bahan bakar fosil. 

Baginya energi fosil yang ada di bumi Azerbaijan disebutnya sebagai "anugerah dari Tuhan" yang sangat dibutuhkan oleh pasar global.

Pernyataan tersebut mencuat sebelum Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyampaikan pidato yang mengingatkan dunia menggandakan penggunaan bahan bakar fosil adalah strategi yang tidak masuk akal dalam upaya menanggulangi perubahan iklim. 

Ketegangan antara kedua tokoh ini mencerminkan perbedaan pandangan yang mendalam di dalam ruang konferensi COP29.



Aliyev, yang saat ini memegang jabatan Presiden COP29, menekankan meskipun negara mereka berkomitmen pada transisi energi hijau, realitas politik dan ekonomi global mengharuskan mereka untuk tetap bergantung pada sumber daya alam mereka, termasuk minyak dan gas. 

"Kami tidak bisa disalahkan hanya karena memiliki sumber daya ini. Dunia dan pasar membutuhkannya," ujar Aliyev dalam pidatonya. 

Kritik tersebut terutama ditujukan kepada negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. 

Menurut Aliyev meskipun memiliki target pengurangan emisi yang ketat, tetapi AS dan Uni Eropa juga tetap bergantung pada pasokan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi mereka, khususnya setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.

Pernyataan Aliyev memicu beragam reaksi. 

Romain Loualalen, pemimpin kebijakan global dari Oil Change International, menyebut upaya Azerbaijan mempromosikan bahan bakar fosil di COP29 sangat provokatif dan sangat tidak menghormati negara-negara yang sudah terdampak perubahan iklim. 

"Menggunakan konferensi ini untuk mendorong produksi bahan bakar fosil sama sekali tidak sesuai dengan urgensi masalah iklim yang kita hadapi," ujarnya.

Konflik pendapat ini bukan hanya mencerminkan perbedaan pandangan antara negara-negara penghasil bahan bakar fosil dan negara-negara yang berjuang untuk transisi energi, tetapi juga mengungkapkan ketidakpercayaan. 

Banyak negara berkembang yang merasa negara-negara kaya tidak cukup melakukan tanggung jawab historis mereka untuk mengurangi emisi, sementara mereka terus memperburuk keadaan dengan mendorong pertumbuhan berbasis bahan bakar fosil.

Di balik ketegangan politik tersebut, agenda utama COP29 tetap berfokus pada upaya mencari solusi konkret untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius dan mengumpulkan dana iklim. 

Guterres menekankan dunia harus segera "membayar harga" untuk melawan perubahan iklim, atau kita semua akan membayar harga yang jauh lebih besar di masa depan. 

Dana mitigasi iklim sangat dibutuhkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. 

Namun, meskipun ada langkah-langkah positif menuju pendanaan dan dukungan untuk transisi energi bersih, kenyataan di lapangan tetap memprihatinkan. 

Tahun ini diperkirakan akan menjadi tahun terpanas yang tercatat, dan dampak perubahan iklim semakin terasa. 

Di California, kebakaran hutan besar memaksa evakuasi ribuan orang, sementara di Spanyol, banjir terburuk dalam sejarah modern negara itu menewaskan banyak orang dan menghancurkan infrastruktur.

Sebagai tuan rumah COP29, Azerbaijan jelas memiliki tantangan besar menjaga keseimbangan antara kebutuhan mengandalkan bahan bakar fosil sebagai sumber pendapatan dan tanggung jawab global untuk mempercepat transisi ke energi bersih. 

Di sisi lain, negara-negara kaya juga menghadapi tekanan untuk lebih serius mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar fosil, sembari memenuhi janji mereka terhadap negara-negara yang paling terdampak perubahan iklim.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 13 November 2024

Tuan Rumah COP29 Tetap Andalkan Energi Fosil dan Mengecam Kemunafikan Barat

Meskipun memiliki target pengurangan emisi yang ketat, tetapi AS dan Uni Eropa juga tetap bergantung pada pasokan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya

COP29 Baku/Insideclimatenews

Context.id, JAKARTA – Ketegangan di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan, semakin memanas ketika Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, secara terbuka mengecam kritik Barat terhadap industri minyak dan gas negaranya. 

Seperti dikutip Reuters, dalam pidato pembukaan yang penuh emosional, Aliyev menegaskan Azerbaijan tidak seharusnya disalahkan atas ketergantungannya pada bahan bakar fosil. 

Baginya energi fosil yang ada di bumi Azerbaijan disebutnya sebagai "anugerah dari Tuhan" yang sangat dibutuhkan oleh pasar global.

Pernyataan tersebut mencuat sebelum Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyampaikan pidato yang mengingatkan dunia menggandakan penggunaan bahan bakar fosil adalah strategi yang tidak masuk akal dalam upaya menanggulangi perubahan iklim. 

Ketegangan antara kedua tokoh ini mencerminkan perbedaan pandangan yang mendalam di dalam ruang konferensi COP29.



Aliyev, yang saat ini memegang jabatan Presiden COP29, menekankan meskipun negara mereka berkomitmen pada transisi energi hijau, realitas politik dan ekonomi global mengharuskan mereka untuk tetap bergantung pada sumber daya alam mereka, termasuk minyak dan gas. 

"Kami tidak bisa disalahkan hanya karena memiliki sumber daya ini. Dunia dan pasar membutuhkannya," ujar Aliyev dalam pidatonya. 

Kritik tersebut terutama ditujukan kepada negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. 

Menurut Aliyev meskipun memiliki target pengurangan emisi yang ketat, tetapi AS dan Uni Eropa juga tetap bergantung pada pasokan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi mereka, khususnya setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.

Pernyataan Aliyev memicu beragam reaksi. 

Romain Loualalen, pemimpin kebijakan global dari Oil Change International, menyebut upaya Azerbaijan mempromosikan bahan bakar fosil di COP29 sangat provokatif dan sangat tidak menghormati negara-negara yang sudah terdampak perubahan iklim. 

"Menggunakan konferensi ini untuk mendorong produksi bahan bakar fosil sama sekali tidak sesuai dengan urgensi masalah iklim yang kita hadapi," ujarnya.

Konflik pendapat ini bukan hanya mencerminkan perbedaan pandangan antara negara-negara penghasil bahan bakar fosil dan negara-negara yang berjuang untuk transisi energi, tetapi juga mengungkapkan ketidakpercayaan. 

Banyak negara berkembang yang merasa negara-negara kaya tidak cukup melakukan tanggung jawab historis mereka untuk mengurangi emisi, sementara mereka terus memperburuk keadaan dengan mendorong pertumbuhan berbasis bahan bakar fosil.

Di balik ketegangan politik tersebut, agenda utama COP29 tetap berfokus pada upaya mencari solusi konkret untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius dan mengumpulkan dana iklim. 

Guterres menekankan dunia harus segera "membayar harga" untuk melawan perubahan iklim, atau kita semua akan membayar harga yang jauh lebih besar di masa depan. 

Dana mitigasi iklim sangat dibutuhkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. 

Namun, meskipun ada langkah-langkah positif menuju pendanaan dan dukungan untuk transisi energi bersih, kenyataan di lapangan tetap memprihatinkan. 

Tahun ini diperkirakan akan menjadi tahun terpanas yang tercatat, dan dampak perubahan iklim semakin terasa. 

Di California, kebakaran hutan besar memaksa evakuasi ribuan orang, sementara di Spanyol, banjir terburuk dalam sejarah modern negara itu menewaskan banyak orang dan menghancurkan infrastruktur.

Sebagai tuan rumah COP29, Azerbaijan jelas memiliki tantangan besar menjaga keseimbangan antara kebutuhan mengandalkan bahan bakar fosil sebagai sumber pendapatan dan tanggung jawab global untuk mempercepat transisi ke energi bersih. 

Di sisi lain, negara-negara kaya juga menghadapi tekanan untuk lebih serius mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar fosil, sembari memenuhi janji mereka terhadap negara-negara yang paling terdampak perubahan iklim.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Ini 15 Kota di Dunia yang Punya Miliarder Terbanyak

Hampir sepertiga miliarder dunia tinggal di hanya 15 kota, menurut studi baru Altrata dan New York merupakan rumah bagi populasi orang superkaya t ...

Context.id . 21 November 2024

Triliunan Dolar Dihabiskan untuk Perang, Mengapa Tidak untuk Iklim?

Tuntutan negara berkembang agar Barat menyumbangkan dana US$1 triliun untuk anggaran iklim bukanlah hal yang mustahil, karena mereka sanggup habis ...

Context.id . 21 November 2024

China dan India Negara Maju dan Harus Berkontribusi di Pendanaan Iklim

Delegasi dari negara-negara miskin mengatakan klasifikasi yang sudah ada sejak tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi dan kedua negara \'harus berkon ...

Context.id . 20 November 2024

Aktivis Demokrasi Hong Kong Dipenjara: Siapa Mereka dan Apa Kasusnya?

Aktivis Hong Kong 47 pertama kali ditangkap pada tahun 2021 karena menyelenggarakan pemilu tidak resmi yang oleh pihak berwenang disamakan dengan ...

Context.id . 20 November 2024