Share

Stories 11 November 2024

Penggunaan Jet Pribadi yang Meningkat Makin Memperburuk Pemanasan Global

Penerbangan jet pribadi yang melonjak 50% dalam lima tahun terakhir menjadi penyumbang utama emisi karbon.

Ilustrasi penumpang jet pribadi/hospitality insights

Context.id, JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, jet pribadi telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian kalangan super kaya yang semakin populer, terutama di kalangan selebritas dan pengusaha. 

Namun, di balik gaya hidup glamor ini, terdapat dampak besar terhadap lingkungan, yang semakin mengkhawatirkan. 

Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan penggunaan jet pribadi telah melonjak pesat, dengan emisi karbon dari sektor ini meningkat hingga 50% antara tahun 2019 dan 2023. 

Peningkatan ini memicu perdebatan global tentang keberlanjutan dan ketidaksetaraan dalam kontribusi terhadap perubahan iklim.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Communications Earth & Environment ini menganalisis hampir 19 juta penerbangan jet pribadi di seluruh dunia, melibatkan lebih dari 25.000 jet yang terbang antara tahun 2019 dan 2023. 



Hasilnya menunjukkan sekitar 28% dari pesawat jet pribadi yang terbang dalam periode tersebut baru pertama kali beroperasi. 

Lalu lebih dari 53% penerbangan tersebut mencakup jarak yang sangat pendek kurang dari 500 kilometer. 

Bahkan, ada hampir 900.000 penerbangan yang hanya menempuh jarak kurang dari 50 kilometer. Ini adalah jarak yang bisa ditempuh menggunakan mobil atau transportasi umum.

Profesor Stefan Gössling dari Universitas Linnaeus di Swedia yang memimpin penelitian ini menyoroti kenyataan banyak orang kini menggunakan jet pribadi untuk perjalanan sependek taksi. 

“Kami tahu bahwa sebagian orang benar-benar menggunakan jet pribadi mereka layaknya taksi, terbang jarak pendek tanpa alasan yang jelas, hanya untuk kenyamanan dan kemewahan semata,” ujar Gössling seperti dikutip dari The Guardian. 

Masalahnya, jet pribadi diketahui sebagai salah satu bentuk transportasi paling menyebabkan polusi di dunia. 

Menurut laporan Nature, jet pribadi mengeluarkan lebih banyak emisi CO2 dalam satu jam dibandingkan dengan apa yang dikeluarkan oleh rata-rata orang dalam setahun. 

Sebagai contoh, seorang penumpang jet pribadi kelas besar dapat menghasilkan emisi karbon lebih dari 10 kali lipat dari apa yang dihasilkan oleh satu orang dalam setahun. 

Dalam sebuah penerbangan durasi satu jam, pesawat besar dapat menghasilkan hingga 2 ton CO2, sementara emisi tahunan rata-rata orang di negara maju hanya sekitar 8 ton. 

Emisi tersebut berasal tidak hanya dari pembakaran bahan bakar, tetapi juga dari jejak gas rumah kaca lainnya yang dihasilkan di ketinggian tinggi, yang memiliki dampak yang jauh lebih besar terhadap pemanasan global.

Pada tahun 2023, penerbangan jet pribadi di seluruh dunia menyumbang lebih dari 15 juta ton CO2, lebih banyak dari total emisi yang dihasilkan oleh 60 juta orang di Tanzania. 

Hal paling menyebalkan, negara-negara maju  yang paling merasa bersih dan menekan negara lain untuk menekan emisi karbon seperti AS, Kanada, Inggris, dan Australia malah mendominasi penggunaan jet pribadi. 

Di Inggris, misalnya, sebuah jet pribadi lepas landas setiap enam menit. 

Kesenjangan sosial emisi karbon  
Penelitian ini juga mengungkapkan ketidaksetaraan yang mencolok antara orang kaya dan miskin dalam hal kontribusi terhadap pemanasan global. 

Sekitar 0,003% populasi dunia yang kaya raya ini dan banyak terlibat dalam penerbangan jet pribadi, bertanggung jawab atas sebagian besar peningkatan emisi karbon global. 

Kesenjangan ini menjadi semakin jelas saat membandingkan gaya hidup mewah kalangan super kaya yang menggunakan jet pribadi untuk perjalanan singkat dan liburan ke destinasi eksklusif, sementara jutaan orang di dunia berjuang dengan dampak perubahan iklim yang semakin parah. 

Pada tahun 2022, Piala Dunia FIFA di Qatar bahkan menyaksikan lebih dari 1.800 penerbangan jet pribadi kalangan elit untuk menonton pertandingan di stadion mewah.

Jet pribadi sering digunakan untuk acara-acara besar, seperti festival dan pertemuan bisnis. Misalnya, pada World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, yang diadakan setiap tahun, lebih dari 660 jet pribadi terbang untuk menghadiri acara tersebut pada tahun 2023. 

Begitu pula dengan konferensi COP28 di Dubai yang menyaksikan hampir 300 penerbangan pribadi. 

Ironisnya, perhelatan COP justru membahas  tentang lingkungan hidup, termasuk soal emisi karbon dan pemanasan global. 

Ini memperlihatkan dampak nyata perubahan iklim hanyalah omongan di atas kertas para pemimpin dunia dan juga orang-orang super kaya. 

Mereka tetap saja terbang bebas tanpa beban lingkungan dengan jet pribadinya sementera  separuh penduduk dunia yang miskin bahkan sangat miskin harus menghadapi realitas kerusakan planet ini.

Berbagai pakar, termasuk Gössling, menyarankan sudah saatnya pemerintah dan industri penerbangan untuk mengambil tindakan lebih tegas. 

Salah satunya adalah dengan mengenakan biaya pajak atas emisi karbon yang dihasilkan oleh jet pribadi.  "Penumpang harus membayar kerusakan iklim yang mereka timbulkan, sekitar 200 euro per ton CO2," ujar Gössling. 

Sementara itu, Alethea Warrington, Kepala Bidang Penerbangan di lembaga amal iklim Possible, menegaskan jet pribadi merupakan bentuk pemborosan yang tidak bisa dibenarkan. 

"Emisi dari jet pribadi terus meningkat meskipun krisis iklim semakin nyata, dan ini adalah pemborosan anggaran emisi global yang sangat besar," ujar Warrington. 

Dia mendesak agar pemerintah mulai mempertimbangkan untuk mengenakan pajak super atau bahkan melarang total penggunaan jet pribadi untuk perjalanan jarak pendek.

Mengutip Airport Technology, ada beberapa negara seperti Prancis dan Spanyol yang melarang penerbangan jet pribadi untuk rute pendek selama ada rute kereta. 

Hanya saja, Asosiasi Penerbangan Pribadi AS, misalnya, belum memberikan respons terhadap kritik ini dengan menunjukkan industri ini masih memiliki pengaruh besar.

Menurut mereka, sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan penerbangan yang lebih ramah lingkungan, beberapa perusahaan penerbangan mulai berinvestasi dalam pengembangan bahan bakar penerbangan berkelanjutan, hidrogen, dan pesawat listrik. 

Meskipun demikian, langkah-langkah ini masih memerlukan waktu dan investasi yang besar untuk dapat diimplementasikan secara luas.

Apakah kita akan terus membiarkan segelintir orang yang sangat kaya berkontribusi pada pemanasan global dengan cara yang sangat boros, ataukah kita siap untuk mengambil tindakan yang lebih tegas demi masa depan planet kita? 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 11 November 2024

Penggunaan Jet Pribadi yang Meningkat Makin Memperburuk Pemanasan Global

Penerbangan jet pribadi yang melonjak 50% dalam lima tahun terakhir menjadi penyumbang utama emisi karbon.

Ilustrasi penumpang jet pribadi/hospitality insights

Context.id, JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, jet pribadi telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian kalangan super kaya yang semakin populer, terutama di kalangan selebritas dan pengusaha. 

Namun, di balik gaya hidup glamor ini, terdapat dampak besar terhadap lingkungan, yang semakin mengkhawatirkan. 

Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan penggunaan jet pribadi telah melonjak pesat, dengan emisi karbon dari sektor ini meningkat hingga 50% antara tahun 2019 dan 2023. 

Peningkatan ini memicu perdebatan global tentang keberlanjutan dan ketidaksetaraan dalam kontribusi terhadap perubahan iklim.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Communications Earth & Environment ini menganalisis hampir 19 juta penerbangan jet pribadi di seluruh dunia, melibatkan lebih dari 25.000 jet yang terbang antara tahun 2019 dan 2023. 



Hasilnya menunjukkan sekitar 28% dari pesawat jet pribadi yang terbang dalam periode tersebut baru pertama kali beroperasi. 

Lalu lebih dari 53% penerbangan tersebut mencakup jarak yang sangat pendek kurang dari 500 kilometer. 

Bahkan, ada hampir 900.000 penerbangan yang hanya menempuh jarak kurang dari 50 kilometer. Ini adalah jarak yang bisa ditempuh menggunakan mobil atau transportasi umum.

Profesor Stefan Gössling dari Universitas Linnaeus di Swedia yang memimpin penelitian ini menyoroti kenyataan banyak orang kini menggunakan jet pribadi untuk perjalanan sependek taksi. 

“Kami tahu bahwa sebagian orang benar-benar menggunakan jet pribadi mereka layaknya taksi, terbang jarak pendek tanpa alasan yang jelas, hanya untuk kenyamanan dan kemewahan semata,” ujar Gössling seperti dikutip dari The Guardian. 

Masalahnya, jet pribadi diketahui sebagai salah satu bentuk transportasi paling menyebabkan polusi di dunia. 

Menurut laporan Nature, jet pribadi mengeluarkan lebih banyak emisi CO2 dalam satu jam dibandingkan dengan apa yang dikeluarkan oleh rata-rata orang dalam setahun. 

Sebagai contoh, seorang penumpang jet pribadi kelas besar dapat menghasilkan emisi karbon lebih dari 10 kali lipat dari apa yang dihasilkan oleh satu orang dalam setahun. 

Dalam sebuah penerbangan durasi satu jam, pesawat besar dapat menghasilkan hingga 2 ton CO2, sementara emisi tahunan rata-rata orang di negara maju hanya sekitar 8 ton. 

Emisi tersebut berasal tidak hanya dari pembakaran bahan bakar, tetapi juga dari jejak gas rumah kaca lainnya yang dihasilkan di ketinggian tinggi, yang memiliki dampak yang jauh lebih besar terhadap pemanasan global.

Pada tahun 2023, penerbangan jet pribadi di seluruh dunia menyumbang lebih dari 15 juta ton CO2, lebih banyak dari total emisi yang dihasilkan oleh 60 juta orang di Tanzania. 

Hal paling menyebalkan, negara-negara maju  yang paling merasa bersih dan menekan negara lain untuk menekan emisi karbon seperti AS, Kanada, Inggris, dan Australia malah mendominasi penggunaan jet pribadi. 

Di Inggris, misalnya, sebuah jet pribadi lepas landas setiap enam menit. 

Kesenjangan sosial emisi karbon  
Penelitian ini juga mengungkapkan ketidaksetaraan yang mencolok antara orang kaya dan miskin dalam hal kontribusi terhadap pemanasan global. 

Sekitar 0,003% populasi dunia yang kaya raya ini dan banyak terlibat dalam penerbangan jet pribadi, bertanggung jawab atas sebagian besar peningkatan emisi karbon global. 

Kesenjangan ini menjadi semakin jelas saat membandingkan gaya hidup mewah kalangan super kaya yang menggunakan jet pribadi untuk perjalanan singkat dan liburan ke destinasi eksklusif, sementara jutaan orang di dunia berjuang dengan dampak perubahan iklim yang semakin parah. 

Pada tahun 2022, Piala Dunia FIFA di Qatar bahkan menyaksikan lebih dari 1.800 penerbangan jet pribadi kalangan elit untuk menonton pertandingan di stadion mewah.

Jet pribadi sering digunakan untuk acara-acara besar, seperti festival dan pertemuan bisnis. Misalnya, pada World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, yang diadakan setiap tahun, lebih dari 660 jet pribadi terbang untuk menghadiri acara tersebut pada tahun 2023. 

Begitu pula dengan konferensi COP28 di Dubai yang menyaksikan hampir 300 penerbangan pribadi. 

Ironisnya, perhelatan COP justru membahas  tentang lingkungan hidup, termasuk soal emisi karbon dan pemanasan global. 

Ini memperlihatkan dampak nyata perubahan iklim hanyalah omongan di atas kertas para pemimpin dunia dan juga orang-orang super kaya. 

Mereka tetap saja terbang bebas tanpa beban lingkungan dengan jet pribadinya sementera  separuh penduduk dunia yang miskin bahkan sangat miskin harus menghadapi realitas kerusakan planet ini.

Berbagai pakar, termasuk Gössling, menyarankan sudah saatnya pemerintah dan industri penerbangan untuk mengambil tindakan lebih tegas. 

Salah satunya adalah dengan mengenakan biaya pajak atas emisi karbon yang dihasilkan oleh jet pribadi.  "Penumpang harus membayar kerusakan iklim yang mereka timbulkan, sekitar 200 euro per ton CO2," ujar Gössling. 

Sementara itu, Alethea Warrington, Kepala Bidang Penerbangan di lembaga amal iklim Possible, menegaskan jet pribadi merupakan bentuk pemborosan yang tidak bisa dibenarkan. 

"Emisi dari jet pribadi terus meningkat meskipun krisis iklim semakin nyata, dan ini adalah pemborosan anggaran emisi global yang sangat besar," ujar Warrington. 

Dia mendesak agar pemerintah mulai mempertimbangkan untuk mengenakan pajak super atau bahkan melarang total penggunaan jet pribadi untuk perjalanan jarak pendek.

Mengutip Airport Technology, ada beberapa negara seperti Prancis dan Spanyol yang melarang penerbangan jet pribadi untuk rute pendek selama ada rute kereta. 

Hanya saja, Asosiasi Penerbangan Pribadi AS, misalnya, belum memberikan respons terhadap kritik ini dengan menunjukkan industri ini masih memiliki pengaruh besar.

Menurut mereka, sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan penerbangan yang lebih ramah lingkungan, beberapa perusahaan penerbangan mulai berinvestasi dalam pengembangan bahan bakar penerbangan berkelanjutan, hidrogen, dan pesawat listrik. 

Meskipun demikian, langkah-langkah ini masih memerlukan waktu dan investasi yang besar untuk dapat diimplementasikan secara luas.

Apakah kita akan terus membiarkan segelintir orang yang sangat kaya berkontribusi pada pemanasan global dengan cara yang sangat boros, ataukah kita siap untuk mengambil tindakan yang lebih tegas demi masa depan planet kita? 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024