Share

Stories 26 Agustus 2022

Ternyata Makan Daging Bisa Bikin Pemanasan Global

Daging yang kita konsumsi sehari-hari ternyata juga berkontribusi cukup besar pada kerusakan bumi, terutama pemanasan global.

Warga membeli daging sapi di Pasar Al Mahirah, Desa Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Jumat (8/7/2022). -Antara-

Context, JAKARTA - Daging yang kita konsumsi sehari-hari ternyata juga berkontribusi cukup besar pada kerusakan bumi. Pasalnya, gas-gas yang dikeluarkan oleh daging dapat menyebabkan perubahan iklim, seperti pemanasan global.

Daging hewan adalah salah satu makanan yang paling disukai oleh setiap orang. Dikutip dari The Vou, saat ini jumlah orang yang mengaku sebagai vegan, vegetarian, dan kategori-kategori yang terkait hanya sebesar 14 persen dari total populasi di dunia. Artinya, sebagian besar orang di seluruh dunia memakan daging.

Selain karena rasanya yang enak, daging lainnya memang mengandung berbagai kandungan nutrisi, seperti protein. Dari sebuah penelitian, dengan mempelajari perubahan gigi manusia dari tahun ke tahun, diperkirakan manusia sudah mulai mengkonsumsi daging sejak 2,6 juta tahun yang lalu.

Dahulu, untuk mendapatkan daging, manusia harus melakukan perburuan yang tidak mudah. Tetapi, seiring perkembangan zaman, manusia mulai menemukan sistem peternakan, yang juga membuat konsumsi daging terus meningkat hingga sekarang.


Bagaimana Bisa Daging Menyebabkan Pemanasan Global?

Hampir semua daging memiliki kontribusi terhadap pemanasan global, tapi daging yang punya kontribusi paling besar terhadap pemanasan global adalah daging sapi. Pasalnya, daging sapi adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang paling banyak, termasuk metana yang 34 kali lebih berbahaya bagi lingkungan jika dibandingkan dengan karbon dioksida (CO2). 

Melansir dari BBC, dari setiap 3,5 ons protein daging sapi, akan mengeluarkan rata-rata 50 kilogram (kg) gas rumah kaca. Tetapi, dampak emisi gas rumah kaca yang disebabkan konsumsi daging di setiap negara berbeda-beda. Secara global, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa daging menyumbang 14 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca yang disebabkan aktivitas manusia.

Selain itu, dilansir dari The Guardian, penelitian menemukan bahwa daging sapi juga menjadi penyumbang terbesar dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh produksi makanan dengan hampir 60 persen. Di bawah daging sapi, secara berurutan ada nasi, susu sapi, daging babi, dan gandum.

Dari setiap daging sapi yang kita konsumsi, akan menyebabkan terlepasnya gas rumah kaca seperti metana, CO2, dan dinitrogen oksida yang memiliki dampak besar terhadap pemanasan global. Emisi gas rumah kaca tersebut dihasilkan dari berbagai proses seperti peternakan, pengemasan, pendistribusian, hingga proses konsumsi.

Sepiring daging yang kita konsumsi telah melewati proses yang panjang. Setiap prosesnya tersebut punya kontribusinya masing-masing terhadap pemanasan global. Salah satu proses yang kontribusinya paling besar bagi kerusakan alam adalah pembukaan lahan untuk peternakan. Peternakan sendiri telah mengambil jatah sebesar 83 persen dari seluruh lahan pertanian di muka bumi.

Contohnya, World Wide Fund for Nature (WWF) menyebutkan bahwa sebagian besar hutan amazon di Amerika Selatan yang gundul disebabkan oleh pembukaan lahan untuk peternakan sapi dan perkebunan kedelai. Lebih parahnya lagi, pembukaan lahan tersebut dilakukan dengan pembakaran hutan yang juga berdampak pada terlepasnya CO2 ke atmosfer, sekaligus menghilangkan pepohonan sebagai penyerap CO2.

Selain itu, bukan hanya atmosfer saja yang terganggu, namun keanekaragaman hayati juga terganggu. Pasalnya, penggundulan hutan untuk peternakan tersebut telah merusak habitat dari banyak spesies makhluk hidup. Hal ini tentu saja bisa mengarah kepada kepunahan spesies.


Di Mana Daging Sapi Paling Banyak Dikonsumsi?

Berdasarkan The World Counts, di seluruh dunia, lebih dari 500 ribu ton daging dikonsumsi setiap harinya. Kemudian, pada 2022 hingga saat ini sudah lebih dari 225 juta ton daging yang dikonsumsi oleh manusia. Dalam satu tahun, konsumsi daging bisa mencapai 350 juta ton.

Selain konsumsinya yang terus meningkat, tingkat produksi daging di seluruh dunia juga terus meningkat setiap tahunnya. Dalam 30 tahun dari 1998 hingga 2018, produksi daging sudah meningkat hingga 2 kali lipat. Sehingga pada 2050, konsumsi daging global diperkirakan akan mencapai 460 juta ton hingga 570 juta ton per tahunnya. 

Dilansir dari Our World in Data, Hongkong menjadi negara yang mengonsumsi daging paling banyak di dunia dengan 364,82 kg daging per tahun per kapita. Setelah itu, ada Amerika Serikat dengan 351,93 kg, Australia dengan 316,39 kg, Argentina dengan 302,03 kg, Spanyol dengan 290,30 kg, dan Makau dengan 284,98 kg.

Sedangkan di Indonesia sendiri konsumsi daging termasuk yang cukup rendah jika dibandingkan negara-negara lain di seluruh dunia. Pada 2019, Indonesia hanya mengonsumsi sekitar 33,40 kg daging per tahun per kapitanya. 


Mengurangi Makan Daging, Mengurangi Pemanasan Global

Mau bagaimana pun, daging memang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk asupan protein dan gizi lainnya. Tetapi, konsumsi daging yang terlalu banyak setiap harinya juga akan menimbulkan dampak yang buruk. Karena itu manusia harus menjaga dan mengurangi konsumsi daging, bukan hanya untuk melindungi bumi, tapi juga untuk kesehatan manusia itu sendiri.

Melansir dari Healthy Eating, Harvard School of Public Health menyebutkan bahwa mengonsumsi daging terlalu banyak dapat meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker. Karena itu, harus ada batasan tersendiri dalam mengonsumsi daging setiap harinya.

Seperti yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat, setiap harinya konsumsi daging merah atau daging sapi tidak boleh lebih dari 51 gram, daging unggas 42,5 gram, dan makanan laut 11,3 gram. Kemudian, sisa protein  lainnya bisa didapatkan dari sumber non-daging, seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Perhitungan tersebut berdasarkan diet 2,000 kalori.

Selain menjadi lebih sehat, mengurangi makan daging juga akan menjadi solusi terbaik untuk mengurangi dampak pemanasan global dari daging. Sebagai gantinya, konsumsi daging bisa digantikan dengan konsumsi sayuran. Karena menurut PBB, makanan yang diolah dari biji-bijian, kacang-kacangan, dan sayuran lebih sedikit menghasilkan CO2 jika dibandingkan dengan daging.



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

Stories 26 Agustus 2022

Ternyata Makan Daging Bisa Bikin Pemanasan Global

Daging yang kita konsumsi sehari-hari ternyata juga berkontribusi cukup besar pada kerusakan bumi, terutama pemanasan global.

Warga membeli daging sapi di Pasar Al Mahirah, Desa Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Jumat (8/7/2022). -Antara-

Context, JAKARTA - Daging yang kita konsumsi sehari-hari ternyata juga berkontribusi cukup besar pada kerusakan bumi. Pasalnya, gas-gas yang dikeluarkan oleh daging dapat menyebabkan perubahan iklim, seperti pemanasan global.

Daging hewan adalah salah satu makanan yang paling disukai oleh setiap orang. Dikutip dari The Vou, saat ini jumlah orang yang mengaku sebagai vegan, vegetarian, dan kategori-kategori yang terkait hanya sebesar 14 persen dari total populasi di dunia. Artinya, sebagian besar orang di seluruh dunia memakan daging.

Selain karena rasanya yang enak, daging lainnya memang mengandung berbagai kandungan nutrisi, seperti protein. Dari sebuah penelitian, dengan mempelajari perubahan gigi manusia dari tahun ke tahun, diperkirakan manusia sudah mulai mengkonsumsi daging sejak 2,6 juta tahun yang lalu.

Dahulu, untuk mendapatkan daging, manusia harus melakukan perburuan yang tidak mudah. Tetapi, seiring perkembangan zaman, manusia mulai menemukan sistem peternakan, yang juga membuat konsumsi daging terus meningkat hingga sekarang.


Bagaimana Bisa Daging Menyebabkan Pemanasan Global?

Hampir semua daging memiliki kontribusi terhadap pemanasan global, tapi daging yang punya kontribusi paling besar terhadap pemanasan global adalah daging sapi. Pasalnya, daging sapi adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang paling banyak, termasuk metana yang 34 kali lebih berbahaya bagi lingkungan jika dibandingkan dengan karbon dioksida (CO2). 

Melansir dari BBC, dari setiap 3,5 ons protein daging sapi, akan mengeluarkan rata-rata 50 kilogram (kg) gas rumah kaca. Tetapi, dampak emisi gas rumah kaca yang disebabkan konsumsi daging di setiap negara berbeda-beda. Secara global, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa daging menyumbang 14 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca yang disebabkan aktivitas manusia.

Selain itu, dilansir dari The Guardian, penelitian menemukan bahwa daging sapi juga menjadi penyumbang terbesar dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh produksi makanan dengan hampir 60 persen. Di bawah daging sapi, secara berurutan ada nasi, susu sapi, daging babi, dan gandum.

Dari setiap daging sapi yang kita konsumsi, akan menyebabkan terlepasnya gas rumah kaca seperti metana, CO2, dan dinitrogen oksida yang memiliki dampak besar terhadap pemanasan global. Emisi gas rumah kaca tersebut dihasilkan dari berbagai proses seperti peternakan, pengemasan, pendistribusian, hingga proses konsumsi.

Sepiring daging yang kita konsumsi telah melewati proses yang panjang. Setiap prosesnya tersebut punya kontribusinya masing-masing terhadap pemanasan global. Salah satu proses yang kontribusinya paling besar bagi kerusakan alam adalah pembukaan lahan untuk peternakan. Peternakan sendiri telah mengambil jatah sebesar 83 persen dari seluruh lahan pertanian di muka bumi.

Contohnya, World Wide Fund for Nature (WWF) menyebutkan bahwa sebagian besar hutan amazon di Amerika Selatan yang gundul disebabkan oleh pembukaan lahan untuk peternakan sapi dan perkebunan kedelai. Lebih parahnya lagi, pembukaan lahan tersebut dilakukan dengan pembakaran hutan yang juga berdampak pada terlepasnya CO2 ke atmosfer, sekaligus menghilangkan pepohonan sebagai penyerap CO2.

Selain itu, bukan hanya atmosfer saja yang terganggu, namun keanekaragaman hayati juga terganggu. Pasalnya, penggundulan hutan untuk peternakan tersebut telah merusak habitat dari banyak spesies makhluk hidup. Hal ini tentu saja bisa mengarah kepada kepunahan spesies.


Di Mana Daging Sapi Paling Banyak Dikonsumsi?

Berdasarkan The World Counts, di seluruh dunia, lebih dari 500 ribu ton daging dikonsumsi setiap harinya. Kemudian, pada 2022 hingga saat ini sudah lebih dari 225 juta ton daging yang dikonsumsi oleh manusia. Dalam satu tahun, konsumsi daging bisa mencapai 350 juta ton.

Selain konsumsinya yang terus meningkat, tingkat produksi daging di seluruh dunia juga terus meningkat setiap tahunnya. Dalam 30 tahun dari 1998 hingga 2018, produksi daging sudah meningkat hingga 2 kali lipat. Sehingga pada 2050, konsumsi daging global diperkirakan akan mencapai 460 juta ton hingga 570 juta ton per tahunnya. 

Dilansir dari Our World in Data, Hongkong menjadi negara yang mengonsumsi daging paling banyak di dunia dengan 364,82 kg daging per tahun per kapita. Setelah itu, ada Amerika Serikat dengan 351,93 kg, Australia dengan 316,39 kg, Argentina dengan 302,03 kg, Spanyol dengan 290,30 kg, dan Makau dengan 284,98 kg.

Sedangkan di Indonesia sendiri konsumsi daging termasuk yang cukup rendah jika dibandingkan negara-negara lain di seluruh dunia. Pada 2019, Indonesia hanya mengonsumsi sekitar 33,40 kg daging per tahun per kapitanya. 


Mengurangi Makan Daging, Mengurangi Pemanasan Global

Mau bagaimana pun, daging memang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk asupan protein dan gizi lainnya. Tetapi, konsumsi daging yang terlalu banyak setiap harinya juga akan menimbulkan dampak yang buruk. Karena itu manusia harus menjaga dan mengurangi konsumsi daging, bukan hanya untuk melindungi bumi, tapi juga untuk kesehatan manusia itu sendiri.

Melansir dari Healthy Eating, Harvard School of Public Health menyebutkan bahwa mengonsumsi daging terlalu banyak dapat meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker. Karena itu, harus ada batasan tersendiri dalam mengonsumsi daging setiap harinya.

Seperti yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat, setiap harinya konsumsi daging merah atau daging sapi tidak boleh lebih dari 51 gram, daging unggas 42,5 gram, dan makanan laut 11,3 gram. Kemudian, sisa protein  lainnya bisa didapatkan dari sumber non-daging, seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Perhitungan tersebut berdasarkan diet 2,000 kalori.

Selain menjadi lebih sehat, mengurangi makan daging juga akan menjadi solusi terbaik untuk mengurangi dampak pemanasan global dari daging. Sebagai gantinya, konsumsi daging bisa digantikan dengan konsumsi sayuran. Karena menurut PBB, makanan yang diolah dari biji-bijian, kacang-kacangan, dan sayuran lebih sedikit menghasilkan CO2 jika dibandingkan dengan daging.



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024