Share

Stories 25 Oktober 2024

Mendengar, Membeli dan Menyanyikan, Inilah Pengaruh Kuat Jingle Produk

Jingle produk efektif sebagai alat pemasaran karena melodi dan lirik kreatifnya menciptakan koneksi emosional serta nostalgia.

Ilustrasi jingle produk makanan/RTI Research

Context.id, JAKARTA - Di tengah lautan iklan yang memenuhi ruang publik, ada satu fenomena musik yang tak terelakkan: jingle. 

Melodi singkat dan catchy ini lebih dari sekadar alat pemasaran yang cerdas; mereka menyentuh hati kita dan sering kali tetap teringat lama setelah mereka menghilang dari udara.

Mari kita tengok jingle air mineral Aqua dengan orkestrasinya, atau mie instan “Indomie seleraku”, Djarum Cokelat “Djarum nikmat” dan banyak lagi. 

Melodi sederhana ini membuat sebuah tren yang menjadikan jingle bagian dari kehidupan sehari-hari kita. 

Penelitian terbaru yang dilakukan Kelly Jakubowski, peneliti psikologi musik dari University of Durban menunjukkan banyak jingle terkenal biasanya justru dari masa lalu atau dekade sebelumnya. 



Meski jingle-jingle itu sudah digantikan dengan yang baru dan sudah lama tidak ditayangkan, melodi-melodi tersebut masih menggema dalam ingatan banyak orang.

Lantas, apa yang membuat jingle ini begitu melekat? Jawabannya terletak pada kombinasi elemen musik, nostalgia, dan keterhubungan emosional.

Mekanisme memorable
Para pengiklan sering kali memanfaatkan melodi yang sudah familiar untuk menciptakan jingle yang mudah diingat. 

Penelitian oleh Hargreaves yang dimuat dalam Journal of Experimental Psychology menunjukkan lagu dengan tempo cepat sering kali menjadi “earworm” melodi yang terjebak di kepala kita. 

Jingle yang mengalun seperti beberapa contoh di atas mencerminkan fenomena ini, dengan ritme yang membuat kita ingin menyanyikannya. 

Melibatkan diri dengan melodi catchy ini dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mengingatnya di lain waktu.

Selain itu, kreativitas lirik juga berperan penting. Ambil contoh jingle produk kecantikan Mastin yang liriknya lucu,  “Kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis, kini ada ekstraknya.” 

Keunikan literasinya memastikan bahkan konsumen yang belum pernah mendengar merek ini akan mudah mengingat namanya saat berbelanja. 

Struktur lirik yang lucu dan unik memainkan peranan penting dalam membuat pesan pemasaran lebih mudah diingat.

Koneksi nostalgia
Jingle bukan hanya menghibur; mereka juga mengajak kita mengingat momen-momen berharga dalam hidup kita. 

Musik berfungsi sebagai kapsul waktu, menghubungkan kita dengan masa lalu. Mendengar jingle yang familiar dapat membawa kita kembali ke ruang tamu masa kecil, bahkan mengenang momen kebersamaan dengan keluarga di depan televisi.

Koneksi ini sangat kuat, terutama pada periode rentang antara usia 10 hingga 25 tahun, di mana kenangan paling jelas dan mudah diingat. 

Rubin dalam penelitiannya tentang lagu dan memori di Journal Memory menunjukkan musik dapat mengaktifkan kembali kenangan dari periode penting ini.

Menariknya, pengenalan terhadap jingle bervariasi di antara kelompok usia. Misalnya, generasi milenial mengenang jingle McDonald's “I’m lovin’ it” dengan rasa kasih sayang yang tinggi. 

Jingle ini cukup fenomenal dan lintas negara sehingga menduduki peringkat tinggi dalam daftar melodi yang diingat, bersanding dengan “Maybe it's Maybelline” yang juga cukup terkenal.  

Memasukkan elemen musik modern dan mempertahankan ciri khasnya, bisa saja menjangkau Gen Z maupun milenial yang juga mulai bisa bernostalgia, bukan hanya Boomers dan Baby Boomers.

Perilaku konsumen
Jadi, apakah jingle yang mudah diingat benar-benar memengaruhi keputusan pembelian kita? Tentu saja. 

Penelitian oleh Alpert di Journal of Advertising Research menunjukkan ketika konsumen dihadapkan pada dua produk serupa, produk yang disertai jingle yang familiar sering kali lebih dipilih. 

Namun, respons emosional terhadap musik juga memainkan peranan penting. 

Melodi yang catchy namun tidak disukai dapat membuat konsumen menjauh dari produk tersebut, menekankan pentingnya memilih musik yang sesuai dengan preferensi audiens target

Pada akhirnya, musik memiliki pengaruh yang mendalam terhadap ingatan dan emosi kita. 

Warisan abadi dari melodi catchy ini menunjukkan kekuatan mereka tidak hanya sebagai alat pemasaran, tetapi juga sebagai bagian dari perjalanan hidup kita.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 25 Oktober 2024

Mendengar, Membeli dan Menyanyikan, Inilah Pengaruh Kuat Jingle Produk

Jingle produk efektif sebagai alat pemasaran karena melodi dan lirik kreatifnya menciptakan koneksi emosional serta nostalgia.

Ilustrasi jingle produk makanan/RTI Research

Context.id, JAKARTA - Di tengah lautan iklan yang memenuhi ruang publik, ada satu fenomena musik yang tak terelakkan: jingle. 

Melodi singkat dan catchy ini lebih dari sekadar alat pemasaran yang cerdas; mereka menyentuh hati kita dan sering kali tetap teringat lama setelah mereka menghilang dari udara.

Mari kita tengok jingle air mineral Aqua dengan orkestrasinya, atau mie instan “Indomie seleraku”, Djarum Cokelat “Djarum nikmat” dan banyak lagi. 

Melodi sederhana ini membuat sebuah tren yang menjadikan jingle bagian dari kehidupan sehari-hari kita. 

Penelitian terbaru yang dilakukan Kelly Jakubowski, peneliti psikologi musik dari University of Durban menunjukkan banyak jingle terkenal biasanya justru dari masa lalu atau dekade sebelumnya. 



Meski jingle-jingle itu sudah digantikan dengan yang baru dan sudah lama tidak ditayangkan, melodi-melodi tersebut masih menggema dalam ingatan banyak orang.

Lantas, apa yang membuat jingle ini begitu melekat? Jawabannya terletak pada kombinasi elemen musik, nostalgia, dan keterhubungan emosional.

Mekanisme memorable
Para pengiklan sering kali memanfaatkan melodi yang sudah familiar untuk menciptakan jingle yang mudah diingat. 

Penelitian oleh Hargreaves yang dimuat dalam Journal of Experimental Psychology menunjukkan lagu dengan tempo cepat sering kali menjadi “earworm” melodi yang terjebak di kepala kita. 

Jingle yang mengalun seperti beberapa contoh di atas mencerminkan fenomena ini, dengan ritme yang membuat kita ingin menyanyikannya. 

Melibatkan diri dengan melodi catchy ini dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mengingatnya di lain waktu.

Selain itu, kreativitas lirik juga berperan penting. Ambil contoh jingle produk kecantikan Mastin yang liriknya lucu,  “Kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis, kini ada ekstraknya.” 

Keunikan literasinya memastikan bahkan konsumen yang belum pernah mendengar merek ini akan mudah mengingat namanya saat berbelanja. 

Struktur lirik yang lucu dan unik memainkan peranan penting dalam membuat pesan pemasaran lebih mudah diingat.

Koneksi nostalgia
Jingle bukan hanya menghibur; mereka juga mengajak kita mengingat momen-momen berharga dalam hidup kita. 

Musik berfungsi sebagai kapsul waktu, menghubungkan kita dengan masa lalu. Mendengar jingle yang familiar dapat membawa kita kembali ke ruang tamu masa kecil, bahkan mengenang momen kebersamaan dengan keluarga di depan televisi.

Koneksi ini sangat kuat, terutama pada periode rentang antara usia 10 hingga 25 tahun, di mana kenangan paling jelas dan mudah diingat. 

Rubin dalam penelitiannya tentang lagu dan memori di Journal Memory menunjukkan musik dapat mengaktifkan kembali kenangan dari periode penting ini.

Menariknya, pengenalan terhadap jingle bervariasi di antara kelompok usia. Misalnya, generasi milenial mengenang jingle McDonald's “I’m lovin’ it” dengan rasa kasih sayang yang tinggi. 

Jingle ini cukup fenomenal dan lintas negara sehingga menduduki peringkat tinggi dalam daftar melodi yang diingat, bersanding dengan “Maybe it's Maybelline” yang juga cukup terkenal.  

Memasukkan elemen musik modern dan mempertahankan ciri khasnya, bisa saja menjangkau Gen Z maupun milenial yang juga mulai bisa bernostalgia, bukan hanya Boomers dan Baby Boomers.

Perilaku konsumen
Jadi, apakah jingle yang mudah diingat benar-benar memengaruhi keputusan pembelian kita? Tentu saja. 

Penelitian oleh Alpert di Journal of Advertising Research menunjukkan ketika konsumen dihadapkan pada dua produk serupa, produk yang disertai jingle yang familiar sering kali lebih dipilih. 

Namun, respons emosional terhadap musik juga memainkan peranan penting. 

Melodi yang catchy namun tidak disukai dapat membuat konsumen menjauh dari produk tersebut, menekankan pentingnya memilih musik yang sesuai dengan preferensi audiens target

Pada akhirnya, musik memiliki pengaruh yang mendalam terhadap ingatan dan emosi kita. 

Warisan abadi dari melodi catchy ini menunjukkan kekuatan mereka tidak hanya sebagai alat pemasaran, tetapi juga sebagai bagian dari perjalanan hidup kita.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024