Share

Stories 22 Oktober 2024

Mengapa Autisme Lebih Sering Dialami Anak Laki-Laki? Ini Penjelasannya

Peneliti menemukan petunjuk dari kromosom Y yang menjadi salah satu faktor mengapa anak laki lebih sering terkena autisme ketimbang perempuan

Ilustrasi autism pada dewasa/APEX ABA Theory

Context.id, JAKARTA - Autisme bisa dibilang salah satu gangguan perkembangan yang paling banyak dibicarakan dalam beberapa dekade terakhir. 

Satu hal yang selalu menjadi misteri soal mengapa lebih banyak anak laki-laki yang didiagnosis menderita autisme dibandingkan anak perempuan. 

Sebuah penelitian baru dari Geisinger College of Health Sciences di Pennsylvania mungkin telah menemukan jawabannya. 

Para ilmuwan mengungkapkan bahwa jawabannya mungkin ada di dalam kromosom Y, atau kromosom yang hanya dimiliki oleh laki-laki seperti dikutip dari Newsweek. 

Menurut data, anak laki-laki tiga kali lebih mungkin didiagnosis dengan gangguan spektrum autisme (ASD) dibandingkan anak perempuan. Hal ini telah lama membuat penasaran para peneliti. 



Autisme sendiri adalah gangguan perkembangan yang memengaruhi cara seseorang berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, serta sering kali dikaitkan dengan pola perilaku yang berulang. 

Namun, apa yang menyebabkan perbedaan gender dalam diagnosis masih menjadi tanda tanya besar.

Selama bertahun-tahun, banyak ilmuwan beranggapan perempuan memiliki semacam "perlindungan" genetik karena memiliki dua kromosom X, sementara laki-laki hanya memiliki satu. 

Teori ini menyatakan kromosom X tambahan pada perempuan membantu mengurangi risiko terkena autisme. 

Namun, penelitian terbaru mencoba melihat dari sudut yang berbeda. Bukan fokus pada perlindungan kromosom X, tapi meneliti apakah justru kromosom Y pada laki-laki sebagai penyebabnya? 

Penemuan luar biasa 
Dalam studi yang diterbitkan di Nature Communications, para peneliti mempelajari individu dengan variasi kromosom seks yang tidak biasa. 

Biasanya, perempuan memiliki dua kromosom X (XX), dan laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY). Namun, ada beberapa orang yang lahir dengan lebih dari dua kromosom seks, seperti XXY atau XYY. 

Kondisi ini memungkinkan para ilmuwan untuk melihat lebih dalam tentang bagaimana kromosom tambahan tersebut memengaruhi risiko autisme. 

Hasil penelitian ini cukup mengejutkan. Mereka yang memiliki kromosom Y ekstra (XYY) memiliki kemungkinan dua kali lipat lebih besar untuk didiagnosis autisme dibandingkan dengan mereka yang memiliki kromosom X ekstra (XXY). 

Di kromosom ekstra X ini tidak menunjukkan peningkatan risiko yang signifikan. Temuan ini mengindikasikan kromosom Y bisa memainkan peran penting dalam meningkatkan risiko autisme pada anak laki-laki.

Alexander Berry, salah satu peneliti utama dalam studi ini mengatakan hasil penelitian itu bisa mendorong peneliti lain untuk lebih fokus pada kromosom Y sebagai faktor risiko utamanya. 

Temuan ini menandai langkah besar dalam memahami perbedaan gender dalam prevalensi autisme. Sebelumnya, para ilmuwan terlalu fokus pada gagasan perempuan terlindungi karena memiliki dua kromosom X. 

Namun, studi ini menunjukkan kromosom Y yang unik pada laki-laki mungkin memiliki pengaruh lebih besar terhadap risiko autisme daripada yang pernah diperkirakan sebelumnya.

Dengan kata lain, autisme pada laki-laki mungkin terkait erat dengan faktor-faktor di dalam kromosom Y yang belum sepenuhnya dipahami. 

Meskipun penelitian ini belum menemukan gen spesifik di kromosom Y yang menyebabkan autisme, hasil ini membuka jalan untuk studi lebih lanjut yang bisa membantu menemukan penyebab yang lebih pasti.

Penemuan ini tentunya bisa membuka pintu bagi pengembangan pengobatan atau terapi yang lebih terarah dan membantu para dokter dan keluarga bisa lebih cepat mendeteksi tanda-tanda autisme pada anak-anak laki-laki.

Ilmuwan di seluruh dunia kini memiliki arah baru untuk mengeksplorasi penyebab autisme yang lebih mendalam dan mungkin saja bisa menemukan cara yang lebih efektif untuk mendukung mereka yang hidup dengan autisme. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 22 Oktober 2024

Mengapa Autisme Lebih Sering Dialami Anak Laki-Laki? Ini Penjelasannya

Peneliti menemukan petunjuk dari kromosom Y yang menjadi salah satu faktor mengapa anak laki lebih sering terkena autisme ketimbang perempuan

Ilustrasi autism pada dewasa/APEX ABA Theory

Context.id, JAKARTA - Autisme bisa dibilang salah satu gangguan perkembangan yang paling banyak dibicarakan dalam beberapa dekade terakhir. 

Satu hal yang selalu menjadi misteri soal mengapa lebih banyak anak laki-laki yang didiagnosis menderita autisme dibandingkan anak perempuan. 

Sebuah penelitian baru dari Geisinger College of Health Sciences di Pennsylvania mungkin telah menemukan jawabannya. 

Para ilmuwan mengungkapkan bahwa jawabannya mungkin ada di dalam kromosom Y, atau kromosom yang hanya dimiliki oleh laki-laki seperti dikutip dari Newsweek. 

Menurut data, anak laki-laki tiga kali lebih mungkin didiagnosis dengan gangguan spektrum autisme (ASD) dibandingkan anak perempuan. Hal ini telah lama membuat penasaran para peneliti. 



Autisme sendiri adalah gangguan perkembangan yang memengaruhi cara seseorang berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, serta sering kali dikaitkan dengan pola perilaku yang berulang. 

Namun, apa yang menyebabkan perbedaan gender dalam diagnosis masih menjadi tanda tanya besar.

Selama bertahun-tahun, banyak ilmuwan beranggapan perempuan memiliki semacam "perlindungan" genetik karena memiliki dua kromosom X, sementara laki-laki hanya memiliki satu. 

Teori ini menyatakan kromosom X tambahan pada perempuan membantu mengurangi risiko terkena autisme. 

Namun, penelitian terbaru mencoba melihat dari sudut yang berbeda. Bukan fokus pada perlindungan kromosom X, tapi meneliti apakah justru kromosom Y pada laki-laki sebagai penyebabnya? 

Penemuan luar biasa 
Dalam studi yang diterbitkan di Nature Communications, para peneliti mempelajari individu dengan variasi kromosom seks yang tidak biasa. 

Biasanya, perempuan memiliki dua kromosom X (XX), dan laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY). Namun, ada beberapa orang yang lahir dengan lebih dari dua kromosom seks, seperti XXY atau XYY. 

Kondisi ini memungkinkan para ilmuwan untuk melihat lebih dalam tentang bagaimana kromosom tambahan tersebut memengaruhi risiko autisme. 

Hasil penelitian ini cukup mengejutkan. Mereka yang memiliki kromosom Y ekstra (XYY) memiliki kemungkinan dua kali lipat lebih besar untuk didiagnosis autisme dibandingkan dengan mereka yang memiliki kromosom X ekstra (XXY). 

Di kromosom ekstra X ini tidak menunjukkan peningkatan risiko yang signifikan. Temuan ini mengindikasikan kromosom Y bisa memainkan peran penting dalam meningkatkan risiko autisme pada anak laki-laki.

Alexander Berry, salah satu peneliti utama dalam studi ini mengatakan hasil penelitian itu bisa mendorong peneliti lain untuk lebih fokus pada kromosom Y sebagai faktor risiko utamanya. 

Temuan ini menandai langkah besar dalam memahami perbedaan gender dalam prevalensi autisme. Sebelumnya, para ilmuwan terlalu fokus pada gagasan perempuan terlindungi karena memiliki dua kromosom X. 

Namun, studi ini menunjukkan kromosom Y yang unik pada laki-laki mungkin memiliki pengaruh lebih besar terhadap risiko autisme daripada yang pernah diperkirakan sebelumnya.

Dengan kata lain, autisme pada laki-laki mungkin terkait erat dengan faktor-faktor di dalam kromosom Y yang belum sepenuhnya dipahami. 

Meskipun penelitian ini belum menemukan gen spesifik di kromosom Y yang menyebabkan autisme, hasil ini membuka jalan untuk studi lebih lanjut yang bisa membantu menemukan penyebab yang lebih pasti.

Penemuan ini tentunya bisa membuka pintu bagi pengembangan pengobatan atau terapi yang lebih terarah dan membantu para dokter dan keluarga bisa lebih cepat mendeteksi tanda-tanda autisme pada anak-anak laki-laki.

Ilmuwan di seluruh dunia kini memiliki arah baru untuk mengeksplorasi penyebab autisme yang lebih mendalam dan mungkin saja bisa menemukan cara yang lebih efektif untuk mendukung mereka yang hidup dengan autisme. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Hologram AI Yesus Bisa Menerima Pengakuan Dosa?

\"Tuhan, ampunilah saya karena telah melakukan kesalahan......\"

Context.id . 25 November 2024

Apakah Flu saat Hamil Meningkatkan Risiko Autisme Anak? Ini Kata Para Ahli

Meskipun belum bisa dipastikan sebagai penyebab langsung, infeksi seperti flu saat hamil bisa berkontribusi meningkatkan risiko gangguan spektrum ...

Context.id . 25 November 2024

Haruskah Tetap Belajar Coding di Dunia AI?

Kamp pelatihan coding dulunya tampak seperti tiket emas menuju masa depan yang aman secara ekonomi. Namun, saat janji itu memudar, apa yang harus ...

Context.id . 25 November 2024

Menuju Pemulihan: Dua Ilmuwan Harvard Mencari Jalan Cepat Atasi Depresi

Depresi menjadi musuh yang sulit ditaklukkan karena pengobatannya butuh waktu panjang

Context.id . 24 November 2024